Menu Tutup

Sejarah Berdirinya Dinasti Abbasiyah

Upaya mengalahkan Dinasti Umayyah dilatarbelakangi pemikiran tentang siapa yang berhak memimpin setelah Rasulullah meninggal. Bani Hasyim (kaum Alawiyun) sebagai keturunan Rasulullah pernah mengemukakan hal tersebut. Terdapat tiga kota utama yang menjadi pusat kegiatan untuk menegakkan kekuasaan keluarga besar paman Rasulullah, Abbas bin Abdul Muṭalib, yaitu kota al-Humaymah sebagai pusat perencanaan, kota Kufah sebagai kota penghubung, dan kota Khurasan sebagai kota gerakan langsung (lapangan).

Para keluarga Abbas melakukan berbagai strategi dan persiapan di ketiga tersebut. Salah satunya dengan mempropaganda bahwa orang-orang Abbasiyah lebih berhak dari pada Bani Umayyah atas kekhalifahan Islam. Mereka adalah keturunan Bani Hasyim yang nasabnya lebih dekat dengan Nabi Saw. Pemimpin gerakan ini adalah Imam Muhammad bin Ali, salah seorang keluarga Abbasiyah yang tinggal di Humaymah. Muhammad bin Ali tidak menonjolkan nama Bani Abbasiyah, melainkan menggunakan nama Bani Hasyim untuk menghindari perpecahan dengan kelompok Syi’ah. Strateginya berhasil menggabungkan berbagai kekuatan, terutama antara pendukung fanatik Ali bin Abi Ṭalib dengan kelompok lain.

Untuk melakukan berbagai propaganda, diangkatlah 12 propagandis yang tersebar di berbagai wilayah, seperti di Khurasan, Kufah, Irak, dan Makkah. Di antara propagandis yang terkenal adalah Abu Muslim Al-Khurasani, seorang tokoh masyarakat di Khurasan yang merasa dirugikan selama masa Dinasti Umayyah. Isu ketidakadilan yang dilontarkannya mendapat banyak sambutan dari berbagai kelompok, khususnya yang tidak senang dengan pemerintahan Bani Umayyah. Para perwakilan kelompok menyatakan kesetiaan kepada Abu Muslim al-Khurasani untuk membela Bani Hasyim dan Bani Abbas.

Gerakan dan propaganda yang dimotori oleh Muhammad bin Ali mendapat sambutan yang luar biasa dan tanggapan positif dari masyarakat, begitu juga dari golongan Mawali. Pada tahun 743 M Muhammad bin Ali meninggal. Gerakannya dilanjutkan oleh putranya bernama Ibrahim al-Imam. Ia menunjuk Abu Muslim Al-Khurasani sebagai panglima perang karena sangat ahli dalam menarik simpati berbagai kelompok. Pernah dalam waktu satu hari, ia berhasil mengumpulkan penduduk dari sekitar 60 desa di Merv. Abu Muslim mengajak kelompok yang kecewa kepada Bani Umayah untuk mengembalikan kekhalifahan kepada Bani Hasyim, baik dari keturunan Abbas bin Abdul Muṭalib maupun dari keturunan Ali bin Abi Ṭalib.

Setelah Ibrahim al-Imam meninggal, gerakan dilanjutkan oleh saudaranya bernama Abdullah bin Muhammad, yang lebih terkenal dengan nama Abul Abbas as-Ṣaffah. Ia kemudian mempercayai dan mengangkat Abu Muslim Al-Khurasani sebagai panglima perang. Gabungan antara Abul Abbas as-Ṣaffah dengan Abu Muslim Al-Khurasani menjadi sebuah kekuatan besar yang sangat ditakuti Bani Umayyah.

Akhirnya, Dinasti Umayyah mengalami kekalahan total dalam pertempuran. Khalifah Marwan II bersama 120.000 tentaranya, yang berusaha bertahan dengan menyebrangi sungai Tigris menuju Zab Hulu (Zab Besar), berhasil dikalahkan oleh gerakan kelompok Bani Hasyim. Khalifah Marwan II tewas dalam pertempuran di Busir (wilayah al- Fayyum) tahun 132 H/750 M. Kematian Khalifah Marwan II menjadi akhir dari runtuhnya Dinasti Umayyah, sekaligus menjadi awal berdirinya Dinasti Abbasiyah. Abul Abbas as-Ṣaffah merupakan khalifah pertamanya, sedangkan pusat kekuasaan awalnya ditempatkan di Kufah.

Abul Abbas as-Ṣaffah, Tokoh Pendiri

Nama lengkap Abul Abbas as-Ṣaffah adalah Abdullah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas, dilahirkan di Hamimah pada tahun 104 H. Pemimpin gerakan Abbasiyah dilahirhan dari seorang ibu bernama Rabtah binti Abaidullah al-Hariṡi, sedangkan ayahnya bernama Muhammad bin Ali. Ia mendapat gelar As-Saffah yang berarti pengalir darah dan pengancam siapa saja yang membangkang (pihak yang menentang).

Abul Abbas adalah seorang yang bermoral tinggi dan memiliki kesetiaan. Beliau disegani dan dihormati oleh kerabat-kerabatnya. Ia memiliki pengetahuan yang luas, pemalu, budi pekerti yang baik, dan dermawan. Menurut as-Sayuṭi, Abul Abbas as- Ṣaffah ialah manusia yang paling sopan dan selalu menepati janjinya. Pada tanggal 3 Rabiul Awal 132 H, ia dibaiat menjadi khalifah pertama Dinasti Abbasiyah yang berpusat di Kuffah. Hanya saja, dua tahun kemudian (134 H), pusat pemerintahan dipindahkan dari Kufah ke daerah Anbar (kota Kuno di Persia).

Semasa pemerintahannya, Abul Abbas tidak banyak melakukan perluasan wilayah, tetapi lebih memilih memperkuat pemerintahan dalam negeri. Abul Abbas menjadi khalifah selama 4 tahun 9 bulan. Ia wafat dalam usia 33 tahun di kota Anbar bulan Zulhijah tahun 136 H/753M.

Baca Juga: