Menu Tutup

Sejarah hukum pidana di Indonesia

Hukum pidana bagaikan tiang penyangga keadilan dalam kehidupan bermasyarakat. Ia hadir untuk menjaga ketertiban, melindungi hak asasi manusia, dan memberikan rasa aman bagi seluruh individu. Di Indonesia, perjalanan sejarah hukum pidana menyimpan kisah panjang dan kompleks, mencerminkan dinamika sosial, politik, dan budaya bangsa. Artikel ini akan mengajak Anda menyelami jejak keadilan tersebut, menelusuri evolusi hukum pidana di Indonesia dari masa pra-penjajahan hingga era modern.

1. Masa Pra-Penjajahan

Jauh sebelum penjajah menginjakkan kaki di bumi Nusantara, berbagai kerajaan dan wilayah di Indonesia telah memiliki sistem hukum pidana adatnya sendiri. Hukum pidana adat ini tidak tertulis, bersifat lokal, dan berfokus pada keseimbangan sosial. Aturan-aturannya bersumber dari kearifan lokal, nilai-nilai agama, dan norma-norma yang disepakati bersama.

Contoh hukum pidana adat yang terkenal adalah Hukum Adat Bali dengan sistem Tri Hita Karana yang menekankan keseimbangan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam. Di Minangkabau, terdapat Hukum Adat Minangkabau yang menganut prinsip Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah, memadukan hukum adat dengan nilai-nilai Islam.

Hukuman dalam hukum pidana adat umumnya bertujuan untuk memulihkan keseimbangan sosial yang terganggu akibat pelanggaran. Hukumannya beragam, mulai dari denda, teguran, hingga pengucilan dari komunitas.

2. Masa Penjajahan Belanda

Kedatangan bangsa Belanda pada abad ke-17 membawa perubahan besar dalam tatanan hukum di Indonesia. Belanda menerapkan hukum pidananya sendiri, Wetboek van Strafrecht, yang lebih terstruktur dan tertulis. Hal ini melahirkan dualisme hukum, di mana hukum pidana adat dan hukum pidana Belanda berlaku berdampingan di wilayah yang berbeda.

Penerapan hukum pidana Belanda menuai banyak kritik dan perlawanan dari rakyat Indonesia. Hukum ini dianggap tidak adil dan tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya lokal. Salah satu contoh perlawanan yang terkenal adalah Pemberontakan PKI 1926, di mana para petani di Jawa Barat bangkit melawan sistem hukum kolonial yang menindas.

3. Masa Pendudukan Jepang

Masa pendudukan Jepang (1942-1945) menjadi periode kelam dalam sejarah hukum pidana di Indonesia. Jepang menerapkan hukum pidananya sendiri, Roei, yang jauh lebih represif dan otoriter dibandingkan dengan hukum Belanda. Roei digunakan untuk membungkam suara-suara kritis dan menindas rakyat Indonesia.

Kekejaman Jepang di bawah Roei tak terhitung jumlahnya. Pembantaian massal, penyiksaan, dan kerja paksa menjadi kenyataan pahit bagi rakyat Indonesia. Hukum pidana di era ini menjadi alat untuk melanggengkan kekuasaan dan menindas kemanusiaan.

4. Masa Kemerdekaan dan Reformasi

Kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945 membuka babak baru dalam sejarah hukum pidana. Bangsa Indonesia bertekad untuk merumuskan hukum pidana nasional yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.

Proses penyusunan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) memakan waktu yang panjang dan penuh perdebatan. KUHP akhirnya disahkan pada tahun 1958 dan menjadi landasan hukum pidana nasional di Indonesia.

Pasca reformasi tahun 1998, KUHP mengalami beberapa perubahan penting untuk memperkuat hak asasi manusia dan keadilan. Salah satu perubahan yang krusial adalah penghapusan hukuman mati untuk beberapa jenis kejahatan.

5. Tantangan dan Prospek Hukum Pidana di Indonesia

Meskipun telah mengalami kemajuan pesat, hukum pidana di Indonesia masih dihadapkan pada berbagai tantangan. Korupsi, kejahatan transnasional, dan pelanggaran HAM menjadi isu-isu krusial yang membutuhkan perhatian serius.

Upaya-upaya untuk mengatasi tantangan tersebut terus dilakukan, seperti reformasi hukum, penegakan hukum yang lebih adil, dan peningkatan kesadaran masyarakat tentang hukum. Di tengah berbagai tantangan, prospek hukum pidana di Indonesia di masa depan patut dioptimalkan. Dengan komitmen dan kerja sama dari semua pihak, hukum pidana diharapkan dapat menjadi alat yang efektif untuk menciptakan masyarakat yang adil dan sejahtera.

Lainnya