Shalat tarawih adalah shalat sunnah yang dilakukan pada malam bulan Ramadhan setelah shalat isya dan sebelum shalat witir. Shalat ini memiliki banyak keutamaan dan anjuran dari Rasulullah SAW, yang salah satunya adalah pengampunan dosa bagi yang melakukannya dengan iman dan ikhlas.
Shalat tarawih pertama kali dilaksanakan oleh Nabi Muhammad SAW sendiri pada tahun kedua hijriah. Beliau mengerjakannya pada tanggal 23 Ramadhan di masjid, dan beberapa sahabat mengikutinya. Kemudian beliau mengulanginya pada tanggal 25 dan 27 Ramadhan, dan jumlah sahabat yang bermakmum semakin banyak.
Namun, pada tanggal 29 Ramadhan, Nabi SAW tidak keluar ke masjid untuk shalat tarawih, meskipun para sahabat sudah menantinya. Beliau sengaja tidak melakukannya karena khawatir shalat tarawih akan diwajibkan atas umatnya dan mereka akan merasa berat untuk melaksanakannya. Beliau menjelaskan hal ini kepada para sahabat setelah shalat subuh.
Sejak saat itu, hingga wafatnya Nabi SAW, shalat tarawih tetap dilakukan oleh para sahabat, baik secara sendiri-sendiri maupun berjamaah. Nabi SAW sendiri kadang-kadang mengerjakannya di rumah atau di masjid. Jumlah rakaat yang beliau kerjakan ada yang 8 atau 10 rakaat, ditambah dengan shalat witir sehingga menjadi 11 rakaat.
Setelah Nabi SAW wafat, shalat tarawih masih dilakukan oleh para sahabat dengan cara yang sama. Namun, pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab, terjadi perubahan dalam pelaksanaan shalat tarawih. Umar bin Khattab melihat bahwa para sahabat yang shalat tarawih di masjid Nabawi berjamaah secara terpisah-pisah dengan imam yang berbeda-beda.
Umar bin Khattab kemudian mengumpulkan mereka semua di bawah satu imam, yaitu Ubay bin Ka’ab, salah seorang hafizh Qur’an. Umar bin Khattab juga menambahkan jumlah rakaat menjadi 20 rakaat, ditambah dengan 3 rakaat witir. Hal ini dilakukan untuk memudahkan para jamaah yang ingin mengkhatamkan Qur’an dalam satu bulan.
Shalat tarawih dengan jumlah 20 rakaat ini kemudian menjadi tradisi yang berlanjut hingga sekarang di banyak masjid-masjid di seluruh dunia. Namun, ada juga sebagian umat Islam yang tetap mengikuti sunnah Nabi SAW dengan mengerjakan 8 rakaat saja. Kedua pendapat ini sama-sama memiliki dalil dan argumentasi yang kuat dari sumber-sumber syar’i.
Yang terpenting adalah kita tidak saling mencela atau merendahkan pendapat yang berbeda dari kita. Kita harus menghormati perbedaan dalam masalah-masalah furu’iyyah (cabang) seperti ini. Kita harus bersatu dalam hal-hal ushul (pokok) seperti tauhid, risalah, dan akhirat. Kita harus menjaga ukhuwah Islamiyah dan saling mendoakan kebaikan.