Menu Tutup

Siger: Simbol Keagungan, Identitas, dan Integrasi Sosial Budaya Masyarakat Lampung

Siger merupakan salah satu simbol kebanggaan masyarakat Lampung yang melambangkan keagungan, kehormatan, dan persatuan. Sebagai sebuah mahkota adat, siger tidak hanya menjadi bagian dari busana tradisional masyarakat Lampung, tetapi juga berfungsi sebagai simbol identitas budaya dan alat integrasi sosial. Artikel ini akan membahas secara mendalam mengenai makna, filosofi, dan penerapan siger sebagai simbol budaya, serta bagaimana siger berperan dalam arsitektur dan tatanan sosial masyarakat Lampung.

1. Sejarah dan Asal-usul Siger

Siger memiliki makna yang mendalam dalam budaya masyarakat Lampung. Berdasarkan sejarah, siger digunakan oleh dua kelompok besar suku asli Lampung, yaitu Pepadun dan Saibatin. Kedua suku ini mendiami wilayah yang berbeda di Provinsi Lampung, di mana suku Saibatin umumnya tinggal di daerah pesisir, sedangkan suku Pepadun mendominasi daerah dataran rendah yang berdekatan dengan aliran sungai besar.

Sebagai sebuah mahkota, siger digunakan dalam berbagai upacara adat seperti pernikahan, tarian adat, dan upacara penobatan. Siger juga merupakan simbol kebesaran yang mencerminkan status sosial dan kearifan lokal masyarakat Lampung. Meskipun Pepadun dan Saibatin memiliki perbedaan dalam hal adat-istiadat, siger menjadi simbol pemersatu yang menghubungkan kedua suku tersebut melalui filosofi kebudayaan, persamaan silsilah, dan kehidupan sosial yang senasib sepenanggungan.

2. Siger Sebagai Simbol Integrasi Budaya

Keberadaan siger dalam masyarakat Lampung tidak hanya sekadar aksesoris adat, tetapi juga berfungsi sebagai alat propaganda untuk menciptakan integrasi sosial. Dalam masyarakat multietnik seperti Lampung, di mana terdapat berbagai suku dan subsuku, siger menjadi alat yang memperkuat persatuan dan kesatuan. Bentuk, warna, dan hiasan siger melambangkan filosofi persatuan antara masyarakat Pepadun dan Saibatin.

Di Lampung, masyarakat Pepadun dan Saibatin memiliki berbagai subsuku yang hidup dengan adat istiadat masing-masing. Walaupun berbeda, mereka tetap bersatu di bawah simbol siger, yang menggambarkan kesamaan dalam kebudayaan dan silsilah keturunan. Siger juga sering digunakan dalam berbagai ornamen bangunan, baik di rumah, pasar, maupun pada simbol-simbol pemerintahan. Hal ini menunjukkan betapa kuatnya peran siger dalam menjaga keharmonisan sosial dan budaya di Provinsi Lampung.

3. Perbedaan Siger Pepadun dan Siger Saibatin

Meskipun Pepadun dan Saibatin sama-sama menggunakan siger sebagai simbol adat, terdapat perbedaan dalam bentuk dan makna siger di antara kedua suku ini. Pada suku Pepadun, siger memiliki bentuk yang lebih lurus dengan sembilan lekukan, yang melambangkan sembilan marga dari subsuku Abung Siwo Mego. Siger Pepadun berwarna kuning emas dan dihiasi dengan kelopak bunga beringin yang melambangkan persatuan dan kesatuan.

Sementara itu, Siger Saibatin memiliki bentuk yang lebih melengkung dengan tujuh lekukan. Tujuh lekukan ini melambangkan tujuh gelar adat yang dimiliki oleh suku Saibatin, yaitu Suttan, Khaja Jukuan, Batin, Kadin, Minak, Kimas, dan Mas/Itton. Warna kuning emas pada siger Saibatin juga mencerminkan keagungan dan kemuliaan masyarakat Lampung. Meskipun memiliki perbedaan dalam hal bentuk dan makna, kedua siger ini tetap mencerminkan semangat persatuan di antara kedua suku besar tersebut.

4. Siger dalam Arsitektur Lampung

Siger tidak hanya digunakan sebagai bagian dari upacara adat, tetapi juga diterapkan dalam arsitektur di Provinsi Lampung. Penerapan siger pada fasad bangunan di Kota Bandar Lampung menjadi salah satu kebijakan pemerintah daerah dalam melestarikan warisan budaya Lampung. Bentuk siger dapat ditemukan di berbagai bangunan publik, seperti kantor pemerintahan, pasar, hingga menara iconic seperti Menara Siger di Bakauhuni, yang menjadi salah satu landmark provinsi ini.

Namun, penerapan siger dalam arsitektur tidak selalu mendapatkan tanggapan positif dari masyarakat. Beberapa kalangan menilai bahwa penerapan siger dalam desain bangunan modern tidak selalu harmonis dan terkesan dipaksakan. Oleh karena itu, diperlukan kajian lebih lanjut untuk menemukan model penerapan siger yang ideal dalam arsitektur modern tanpa mengurangi nilai estetika bangunan itu sendiri.

5. Makna Filosofis Siger

Secara filosofis, siger melambangkan berbagai nilai-nilai luhur dalam masyarakat Lampung. Beberapa di antaranya adalah:

  • Keagungan dan Kemuliaan: Siger merupakan lambang kehormatan yang menunjukkan status sosial dan keagungan adat masyarakat Lampung. Mahkota ini melambangkan kekuatan, keindahan, dan kemuliaan perempuan Lampung yang berperan penting dalam menjaga keharmonisan keluarga dan komunitas.
  • Persatuan dan Kesatuan: Bentuk dan hiasan siger mencerminkan nilai-nilai persatuan. Siger menjadi simbol pemersatu bagi masyarakat Lampung yang terdiri dari berbagai suku dan subsuku, serta menjadi pengingat akan pentingnya menjaga keharmonisan sosial dan budaya.
  • Keterkaitan dengan Alam: Bentuk lekukan pada siger sering kali diasosiasikan dengan tanduk kerbau, yang merupakan hewan suci dalam kebudayaan Lampung. Hal ini menunjukkan hubungan harmonis masyarakat Lampung dengan alam dan kearifan lokal yang mereka warisi.

6. Kesimpulan

Siger tidak hanya sekadar simbol budaya, tetapi juga berfungsi sebagai alat integrasi sosial yang memperkuat persatuan masyarakat Lampung yang multietnik. Melalui penerapan siger dalam adat, arsitektur, dan simbol-simbol pemerintahan, masyarakat Lampung diingatkan akan pentingnya menjaga identitas budaya mereka di tengah arus globalisasi. Namun, dalam penerapannya di bidang arsitektur, diperlukan kajian yang lebih mendalam agar siger tetap relevan dan harmonis dengan desain bangunan modern.

Warisan budaya seperti siger harus dilestarikan dan dikembangkan dengan bijaksana agar tidak hanya menjadi simbol keagungan masa lalu, tetapi juga menjadi bagian dari identitas masa kini dan masa depan masyarakat Lampung.

Referensi:

  • Ciciria, Deri. (2015). Siger Sebagai Wujud Seni Budaya Pada Masyarakat Multietnik di Provinsi Lampung. Panggung, 25(2), 189-199. Retrieved from https://media.neliti.com/media/publications/298261-siger-sebagai-wujud-seni-budaya-pada-mas-ac965a24.pdf
  • Primayudha, Novrizal & Fitriany, Detty. (2019). Model Penerapan Elemen Siger Pada Fasade dan Lingkungan Arsitektural di Bandar Lampung. Productum: Jurnal Desain Produk (Pengetahuan dan Perancangan Produk), 3(5), 175-182. Retrieved from https://eprints.itenas.ac.id/1803/1/MODEL%20PENERAPAN%20ELEMEN%20SIGER%20PADA%20FASADE%20DAN%20LINGKUNGAN%20ARSITEKTURAL%20DI%20BANDAR%20LAMPUNG.pdf
  • Rohimah, Selviana Suma, Tiara Ayun H., Shofiyurrahman. (2023). Kopiah dan Siger Lampung: Analisis Secara Filosofis. Universitas Muhammadiyah Metro. Retrieved from https://labsejarah.fkip.ummetro.ac.id/kopiah-dan-siger-lampung-analisis-secara-filosofis

Lainnya