Menu Tutup

Sosiologi, Ekonomi dan Sosiologi Ekonomi

Pengertian Sosiologi

Sejak abad pertengahan,perhatian para filsuf terhadap berbagaibaspek kehidupan masyarakat mulai muncul.Plato melalui karyanya yang terkenal berjudul The Republic dan Aristoteles yang berjudul Politics,mulai membahas social order,yaitu bagaimana tatanan masyarakat dapat beerjalan dengan baik dan pada saat yang sama kekacauan dapat dihindari.Filsafat Yunani Kuno dan filsafat Kristen pada waktu itu mempunyai beberapa asumsi mengenai masyarakat,seperti tahun “mendesain”masyarakat,masyarakat mempunyai hierarki,dan masyarakat pada dasarnya tidak mengalami perubahan.

Pada akhir abad 18 ( abad pencerahan ) hingga awal abad 19,muncul banyak filsuf dadn para pemikir,khususnya dari Prancis yang mulai melakukan studi sistematis mengenai masyarakat.Pemikiran – pemikiran ini didasarkan pada suatu prinsip – prinsip ilmiah sehingga menghasilkan pengetahuan yang objektif.Para pemikir mulai berfikir kritis dan tidak lagi menggunakan asumsi – asumsi yang bersifat taken for granted.Visi pemikirannya pada waktu itu dilatar belakangi oleh suatu kondisi masyarakat yang penuh dengan berbagai persoalan social di bawah sistem feodalisme.Para ahli berusaha keras untuk tidak sekedar melahirkan teori-teori,tetapi yang lebih penting bagaimana menciptakan masyarakat yang lebih baik.Para ahli menggunakan pendekatan ilmiah yang objektif dalam melakukan studi tentang masyarakat dengan tujuan menciptakan tata kehidupan  masyarakat yang lebih baik.Para ahli dadri Jerman pada waktu itu juga melakukan hal yang sama.Mereka beranggapan bahwa industrialisasi telah membawa berbagai dampak buruk dan merusak sendi – sendi kehidupan masyarakat yang berujung pada alienasi.

Berdasarkan sekitar sejarah kelahiran sosiologi tersebut,dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa sosiologi lahir sebagai suatu upaya pemahaman perubahan social mendasar,khususnya yang terjadi dieropa barat dan amerika.Sosiologi pada dasarnya merupakan produk dari perubahan tersebut.teori – teori sosiologi yang lahir pada awal kelahirannya merupakan refleksi kondisi masyarakat yang terjadi saat itu.Dalam beberapa kasus,sosiologi mempunyai keinginan yang kuat untuk tidak sekedar “mencandra”fenomena social yang terjadi,tetapi lebih dari sekedar itu,yaitu bagaimana memiliki kontribusi untuk bisa mengontrol arah perubahan masyarakat.Beberapa perubahan mendasar dalam bidang politik yang terjadi di Eropa pada waktu itu antara lain berkurangnya kekuasaan monarki dan aristokrasi,meningkatnya kekuatan politik kelas menengah ( borjuis ),meningkatnya “ demokratisasi “dalam bentuk diakuinya hak bersuara dan individu memperoleh hak – hak hukum,serta meningkatnya refresentasi politik dari kelas pekerja.

Sementara itu,dalam bidang ekomomi juga terjadi bebrapa perubahan mendasar,seperti menurunnya peran ekonomi feudal ( pertanian : tuan tanah-buruh),munculnya ekonomi kapitalisme,revolusi industry yang ditandai produksi industrial dan pabrik-pabrik besar,masyarakat terkonsentrasi pada kotif mencari uang dan keuntungan, munculnya dua kelas besar,kapitalis dan kelas pekerja pabrik,serta meningkatkan pembagian kerja.Dalam bidangsosial budaya,muncul peubahan – perubahan seperti,revolusi perkotaan tempat sebgaian masyarakat tinggal diperkotaan sebagai konsekuensi revolusi industry.Akibatnya,muncul dan semakin meningkatnya berbagai prsoalan social sebagai dampaknya seprti kemiskinan,kekumuhan dan kriminalitas,prostitusi,alienasi dan berbagai bentuk sosil di sorder lainnya,selin itu,juga terjadi perubahan berupa meningatnya pengaruh media massa dan pemikiran-poemikiran yang beraal dari ilmu alam.

Berdasarkan latar belakang kondisi masyarakata tersebut,pad aawal abad ke -19 muncullahdisiplin ilmu yang secara resmi bernama sosiologi yang di “bidangi”oleh seorang pmikir Prancis,Auguste Comte (1798-1897).pada saat itu auguste comte yang berlatar belakang seorang fisikawan mentasbihkan sosiologi sebagai disiplin ilmu yang baru,yang diebut sebagai “fisika social”anggapan dasr yang menyertainya adalah bahwa suatu ilmu dapat dikatakan mempunyai nilai ilmiah jika memakai prinsip-prinsip keilmuan seperti yang dipakai ilmu alam.Comte merupakan seorang ahli yang menganut pandangan filsafat positivisme, bahkan comte dapat disebut sebagai motor penggerak aliran filsafat ini.berdasarkan hukum-hukum dan prinsip-prinsip yang dapa ilmu alam ( fisikal),Comte menguraikan secara garis besar prinsip-prinsip positisme yang hingga kini masih banyak digunakan diberbagai disiplin ilmu termasuk sosiologi.

Filsafat positivisme menganut bahwa manusia dan fenomena social,seperti halnya fenomena fisika dan biologi,merupakan bagian dari suatu tatanan alam.dalam pandangan comte tugas filsuf penganut paham positivism yang terkait dengan masalh manusia dana fenomena sisial adalah menemukan hukum-hukum menguasai dan berlaku dalam perkwmbangan sejarah peradaban manusia,dengan diketahuinya hukum-hukum tersebut dapat dilakukan prediksi terha apa ayang akan terjadai dimasa mendatang.tugas ilmuan tidak sekedar mengetahuitetapi juga mengontrol fenomena social.

Auguste comte dikenal sebagai salah seorang the founding fathers of sociology.dalam melakukan studinya fenomena social,dia tidak menggunakan pendekatan seperti yang digunakan oleh ekonomi klasik,yaitumelihatbprilaku manusia sebagai individu,tetapi pendekatan yang berorientasi pada masyarakat sebagai keseluruhan..bagi comte,sosiologi merupakan studi tentang masyarakat secara keseluruhan dan tidak dapat di reduksi kedalam individu,pada tatanan ini,individu sangat dipengaruhi oleh budanyanya,bukan oleh suatu entitas yang bersifat ondependen.Masyarakat sebagai keseluruhan bersifat lebih primer dan lebh konkret  dari pada individu.Comte mendeskripsikan masyrakat manusia bukan hanya                                                             agresi individu.masyarakat mempunyai struktur-struktur yang yang masing-masing berfungi mengintegrasikan perilaku. individu dalm masyarakat.

Sosiologi lain setelah Comte adalah seorang ilmuwan Prancis bernama Emile Durkheim ( 1858-1917 .Dia dikenal sebgaia iluwan yang juga menganut paham positivism karena apda dasarnya mengguakan ilmu pengetahuan ( sains) untuik menjelaskan kehidupan social.Durkehim berpandangan bahwa sesuatu yang terjadi di alam semesta disebabkan oleh sesuatu yang terjadi dialam semesta juga.Keajegan yang terjadi dialam semesta disebabkan oleh sesuatu yang berada di alam semesta juga.Keajegan yang terjadi dialam semseta disebabkan oleh keajegan lain.Hubungan sebab akibat ( kausalitas ) ini disebut sebagai “hukum”seperti halnya fenomena yang biasanya mejadi objek pengamatan ilmu alam,Durkheim melakukan pengamatan terhadap fenomena social dan berusah membangun hukum-hukum social.

Hukum hukum alam bersifat tetap,merupakan sesuatu yang sudah ditakdirkan atau “sudah ada” serta bersifat objektif, terlepas dari penilaian subjektif seseoang, Bagi Durkheim,struktur social sama objektifnya dengan alam,sifat structural diberikan kepada masing-masing warga masyarakat sejak mereka lahir, sama seperti yang diberikan alam kepada fenomena alam,yang hidup maupun tidak. Suatu msyarakat terdiri dari realitas fakta social yangbersifat eksternal dan mengahambat individu.Aturan-aturan kebudayaan yang sudah ada menentukan gagasan dan prilaku individu melalui sosialisasi.sama halnya dengsn gejala alam yang merupakan produk antara alam,gagasan dan tindakan manusia adalah produk kekuasaan kekuatan eksternal yang membentuk struktur social (Jones,2009).

Di sepanjang karya karyanya, Durkheim mempertahankan suatu pandangan social radikal tentang prilaku manusia sebagai sesuatu yang dibentuk  oleh kultur dan struktur social.Dalam the devision of labour in society,mislnya ia mengemukakan bukti-bukti sejarah untuk menunjukkan bahwa individualism,yang oleh para pemikir social konservatif dianggap bertanggung jawab atas runtuhnya tatanan social,sebenarnya mrupakan produk social juga,yang hanya terdapat pada masyarakat-masyarakat yang kompleks berdasarkan pada pemabgian kerja.Dalam suicide,ia menggunakan sejumlah statistik untuk membuktikan bahwa jumlah rata-rata bunuh diri bervariasi sesuai dengan perubahan solidaritas social dan bisa disimpulkan bahwa tindkan bunuh diri yang tampaknya bersifat pribadi itu sebenarnya juga merupakan respon terhadap kekuatan-kekuatan social.suatu penjelasan social mengenai agama.the elementary forms of the religious life.Dalam buku tersebut,dia mengutarakan bahwa perasaan-perasaan terpesona dan takzim yang merupakan respon orang-orang terhadap “yang sacral” sebenarnya adalah ekspresi ketergantungan mutlak terhadap masyarakat ( Langer,2008).

Sosiolog besar selain Durkheim  yang memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan sosiologi adalah Karl Marx ( 1818-1883 ) Marx berpandangan bahwa individu memiliki kekuatan megubah sejarah masyarakat yang pada dasarnya merupakan sejarah konflik antar-kelas.segala sesuatu yang terjadi di masyarakat dalam perspektif Marx bersumber dari hubungan-hubungan ekonomi yang ada.           Akhir  dari sejarah perjuangan kelas ini adalah masyarakat yang tidak terdapat bagi kelas didalamnya,juga tidak eksploitasi dan ditindas.Masyarakat secara historis bergerak dalam primitive ke feodalisme,kapitalisme,sosialisme dan berakhir menjadi masyarakat komunis.Teori materialism dialektika melihat bahwa perjuangan kelas merupakan mesin perubahan.selama masa kejayaannya kapitalisme,kelas borjuis menindas kelas proletar,yang pada gilirannya akan menjerumuskan kapitalisme ke dalam revolusi berdarah.Karl Mark merupakan sosiolog  ( meski dirinya tak pernaha menyebutnya sebagai sosiolog ) yang mempunyai kontribusi berupa terori konflik yang merupakan respon terhadap teori structural fungsional yag telah “menguasai” sosiologi lebih dari satu abad.

Selanjutnya setelah Mark, sosiolog besar yang bepengaruh besar tak lain adalah Max Weber (1864-1920). Melalui tesisnya yang terkenal yaitu, the protestant ethic and the sprit of capitalism, Weber menyatakan bahwa nilai –nilai dan etos yang terdapat dalam agama prostesan,khususnya calvinisme ( seperti kerja keras, hemat, perhitungan, profesionalisme, dan sebagainya), mempunyai pengaruh kuat terhhadap perubahan ekonomi masyarakat. Protestanisme asketis menekankan pada praktik keagamaan yang rasional dan inovatif. Aliran ini menekankan pada keselamatan yang dijelaskan dengan contoh tasionalitas nilai. Kaum Calvinis percaya bahwa keselamatan merupakan takdir yang tidak bisa diubah melalui kebajikan. Prilaku yang mencerminkan moral murni dan etilka tinggi,termasuk kemakmuran, menunjukkan bahwa seseorang merupakan “yang dipilih” oleh-Nya serta memiliki status dimasyarakat sebagai orang yang dapat percayaPerubahan ekonomi yang timbul akibat praktik nilai-nilai ini selanjutnya mendorong tumbuhnya kapitalisme,terutama Eropa Barat dan Amerika.

Jika sosiologi yang tumbuh di Eropa mengguakan level analisis makro,diamerika sosiologiyang berkembang,terutama pada abad pertengahan ke-20 pada umumnya menggunakan level analisis mikro. Teori yang sangat terkenal adalah interaksionisme simbolis yang merupakan pengaruh aloraj pemikiran Chicago ( Chicago school ). Menurut Smelser ( 1997 ) level analisis mikro meliputi sosiologi dalamversi psikologi social atau studi tentang orientasi individu jeluar khususnya ke masyarakat, dunia proses-proses interaksi personal dan studi terhadap kelompok-kelompok kecil yang secara tipikal tetapi ntidak selalu terlibat dalam interaksi tatap mika. Level analisis sosiologi mikro meliputi seluruh aspek human beings.Peneliti/ilmuwan social yang secara langsung melakukan studi terhadap kondisi kemanusiaan orang lain ( interaksi antar individu )  pada umumnya mengangkat problem lama yang tetap menggelotik,yaitu problem bagaimana memahamai pikiran orang lain.

Teori-teroi baru dalam sosiologi tetap tumbuh. Hal itu mencerminkan adanya perdebatan paradigma keilmuwan yang ada didalamnya. Oleh karena itu,George Ritzer (1985) menyebut sosiologi sebagai ilmu yang berparadigma ganda. Tiga paradigma utama dalam sosiologi menurut Ritzer adalah paradigma fakta social, paradigma definisi social, dan paradigma prilaku social, Paradigma fakta social merupakan sosiologi Durkheiman yang pada dasarnya menekankan bahwa inti pokok persoalan sosiologi adalah  fakta social kerika fakta social ini tidak dapat dipelajari melalui introspeksi, tetapi harus diteliti dalam dunia nyata.Paradigma dfini social merupakan sosiologi Wevberian. Inti pokok persoalan sosiologi menurut paradigm ini adalah tindakan social antar hubunga social. Inti tesis Weber adalah tindakan yang penuh arti dari inividu. sementara itu paradigma prilaku social dipengaruhi oleh psikologi, terutama aliran behaviorisme yang dpelopori B.H Skinner. Paradigma ini memusatkan perhatiannya pada hubungan antara individu dan lingkungannya.

Berdasarkan urutan diatas, tugas untuk menjelaskan atau bahkan mendefiniskan sosikogi menjadi persoalan yang tidak sederhana. Uraian berikut ini barangkali dapat menjadi alternative untuk memahami disiplin ilmu ini.Sosiologi pada dasarnya merupakan ilmu yang mempelajari kelompok,baik dalam skalakevil maupun besar (masyarakat). Proses terbentuknya kelompok-kelompok tersebut melalui tindakan-tindakan individual dan juga tindakan-tindakan  serta kekuatan-kekuatan dalam kelompok itu.Kelompok merupakan sekelompok orang yang berada dalam proses self definition,Paling tidak,terdapat dua aspek penting  dari stdui ilmiah dari kelompok in,yaitu aspek metodologi dan aspek teori.Dari aspek metodologi,terdapat beberapa metode yang diguanakan untuk mempelajari kelompok,yaitu antara lain observasi           baik yang obtrusive maupun unobtrusive,eksperimen,perbandingan antara waktu,perbandingan antar budaya/tempat,penelitian kepustakaan dan sebagainya.Satu sikap inti dalam studi tentang masyarakat ini adalah sebuah pendekatan yang terkenal dengan relativisme budaya.Lawan sikap ini adalah etnosentrisme,yaitu penelitian budaya lain berdasrkan standar penilaian yang berasal dari budanyanya sendirI.Sementara itu dari aspek teori,meliputu empat teori utama yaitu fungsionalisme engan berbagai variasinya,termasuk strukturalisme,teori konflik social,interaksionalisme simbolis,dan teori gender .

Fungsionalisme mempunyai anggapan dasar bahwa kelompok social dan masyarakat dipandang sebagai “ organisme kehidupan “,kelompok dan peoses-proses didalamnya yang dikakukan studi-studi terhadapnya merupakan bagian dari keseluruhan fungsi sebuah sistem.Aspek-aspk dan prilaku dalam masyarakat memiliki fungsi nyata (manifest)dan fungsi yang tersembunyi ( latent).Teori konflik social berpandangan bahwa masyarakat terbentuk oleh konflik-konflik yang berlangsung antar kelompok .Teori konflik social ini mempunyai empat asumsi sebagai berikut.Pertama,setiap masyarakat senantiasa bearda didalam proses perubahan yangbtidak pernah berakhir,atau dengan kata lain,perubahan social merupakan gejala yang melekat didalam setiap masyarakat,kedua,setiap masyarakat mengandung konflik-konflik didalam dirinya,atau dengan kata lain,konflik adalah gejala yang melekat dalam setiap masyarakat,ketiga,setiap unsur didalam suatu masyarakat memberikan sumbangan bagi terjadinya disintegrasidan perubahan social,keempat,setiap masyarakat terintegrasi diatas penguasaan atau  dominasi atas sejumlah orang lain. ( Dahrendorf sebagaimana dikutip Nasikun,2009).

Teori interaksionalisme simbolis dalam tradisi sosiologi merupakan teorinyang bersifat mikro dan lahir sebagai reaksi terhadap teori-teori structural fungsionalisme yang tidak mengakui otonomi individu.Menurut teori ini,apa yang disebut sebagai “realitas”,”kebenaran”maupun budaya manusia merupakan produk interaksi antar individu dalam suatu jalinan yang kompleks,ketika masing-masing mnedefinisikan dirinya dan juga mendefinisikan siuasi ketika dia berinteraksi pada waktu itu.Salah satu tokoh teori ini adalah Herber Blumer ( Polama,1984) mengemukakan bahwa teori interaksi simbolisnbertumpu pada tiga premis yaitu,(1) manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna-makna yang ada pada sesuatu itu bagi mereka,(2) makna tersebut berasal dari interaksi social sseorang dengan orang lain,(3) makna-makna tersebut disempurnakan pada saat interaksi social berlangsung.

Teoritikus interaksi simbolis  mengklaim bahwa tanpa sistem simbolis,tidak mungkin terbentuk pengalaman dan budaya manusia.sarana utama tempat manusia saling  mempertukarkan makna simbolisnya adalah bahasa.Bahasa merupakan sistem symbol yang memungkinkan manusia berkomunikasi dan saling berbagi makna abstrak,bahasa pikiran,dan prilaku social mempunyai kaitan erat.kita saling berhubungan satu sama lain dengan terlebih dahulu mengamati dan kemudian mengarahkan perilaku kita berbicara dengan kita menurut interprestasi kita terhadap ekspektasi orang lain.Proses ini bersifat internal,kita berbicara dengan diri kita sendiri,bagaimana memaknai situasi,bagaimana memaknai peran kita dalam situasi,dan akhirnya bagaimana memberikan tanda bermakna kepada orang lain dalam situasi interaksi.Tindakan seseorang sangat ditentukan definisinya tentang situasi ketika berinteraksi.Dalam hal ini,tanpa bahasa,kita tidak mungkin dapat memberikan tanda bermakna dalam interaksi atau meyesuaikan tindakan kita sesuai harapan masyarakat.

Pengertian Ilmu Ekonomi

Istilah “ Ekonomi” berasal dari bahasa yunani yaitu,oikonomia yang teridiri dari suku kata oiko san nomos,Istilah okikonomia ini pertama kali digunakan oleh Xenophon sekitar 400 SM.Oikos artinya segala sesuatu yang berhubungan dengan pengelolaan ladang,sedangkan nomos berarti undang-undang atau peraturan.Dalam perkembangannya,istilah ini memiliki arti upaya-upaya yang dilakukan manusia untuk mencukupi kebutuhan rumah tangganya.Dalam skala makro hal ini juga berlaku untuk masyarakat dala mskala yang lebih luas ( polis ) hingga Negara.ekonomi dalam pengartian yang sekrang ini memiliki tiga aspek utama yaitu,produksi,konsumsi dan distribusi barang dan jasa.ketiga aspek ini merupakan sarana untuk memenuhi kebutuhan.

Secara definitif, ilmu ekonomi merupakan ilmu yang mempelajari bagaimana masyarakat memproduksi barang atau komoditas serta mendistribusikannya kepada anggota masyarakat yang lain dalam kearngka pemenuhan kebutuhannya.terdapat paling tidak dua asumsi yang  dipakai dalam hal ini,yaitu asumsi mengenai kelangkaan sumber daya serta konsekuensinya berupa asumsi penggunaan sumber daya secara efektif dan efisien.Persoalan mengenai sumber daya ini menjadi bahan perdebatan oleh karena ada perspektif ilmu ekonomi tertentu yang menganggap bahwa sumber daya bersifat tidak terbatas.

Apabila membicarakan ilmu ekonomi,kita sebenarnya sedang membahas hasrat manusia untuk memenuhi keinginannya yang tiada terbatas dengan menggunakan sumbernya yang ada,Manusia ( pengguna )sumber daya kemudian mengembangkan hasratnya tersebut kepada sesuatu yang lebih luas yaitu,perusahaan dan bahkan Negara,inilah definisi asas ilmu ekonomi.Asumsi seperti ini memengaruhi teori-teori yang dikembangkan selanjutnya.Dalam teori penawaran,misalnya unusr yang paling penting dalam menawarkan harga sebuah produk ataupun jasa adalah hasrat manusia untuk mendapat untung yang maksimum.Dalam konteks perusahaan,sebuah perusahaan berusaha menjalankan segala usahanya untuk mencapai sejumlah hasil yang maksimum dengan biaya yang serendah mungkin.

Tujuan maksimalisasi keuntungan ini merupakan ide Adam Smith dalam bukunya The Wealth of Nations yang diterbitkan tahun 1776.Smith mengemukakan padangannya bahwa setiap manusia didorong oleh” suatu tangan yang tidak kelihatan “untk melakukan suatu pekerjaan yang ditujukan untuk mendapat untung bagi dirinya.buku tersebut menjadi cikal bakal ilmu ekonomi modern saat ini.Namun demikian,menurut Priyono (2008:9-13) kodrat manusia sebenarnya bukanlah kepentingan diri.Apa yang diajukan smith sebenarnya bukan bahwa kebaikan hati tidak terlibat dalam kegiatan ekonomi,melainkan bahwa kebaikan hati dan belaskasih tidak dapat menjadi dasar kukuh untuk perdagangan dan ekonomi.jadi,pada mulanya adalah gejala perdangangan.untuk menjelaskan dinamikanya,ia harus mengandalkan kepentingan diri sebagai penggerak tindakan manusia,Gagasan “manusia digerakkan kepentingan sendiri “merupakan syarat antropologis yang diandaikan oleh Smith agar ia mampu menjelaskan gejala perdagangan dalam kehodupan ekonomi.Dengan demikian,gagasan homo economicus telah mengalami kesesatan piker ( fallacy ).Apa yang awalnya hanya sudut pandang tertentu tentang manusia,kemudian diperlakukan sebagai keseluruhan kodrat manusia dan agenda tentang bagaimana manusia dan masyarakat seharusnya menjadi.Pemikiran seperti ini menjadi  inti teri ekonomi mazhab neo-klasik yang paling berpengaruh dalam khazanah teori ekonomi hingga saat ini.Tabel berikut merupakan peta aliran dalam ilmu ekonomi.

Pengertian Sosiologi Ekonomi

Sosiologi ekonomi merupakan studi yang mempelajari cara orang atau masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka terhadap barang dan jasa dengan menggunakan pendekatan atau perspektif analisi sosiologi.Perbedaan antara studi sosiologi ekonomi dan ilmu ekonomi ada pada pendekatan yang digunakan oleh para sosiolog dalam memahami dan menjelaskan kenyataan social atau fenomena yang terjadi di masyarakat.

Perhatian terhadap studi sosiologi ekonomi dikalangan ekonom,terutama didorong oleh suatu kekecewaan mereka terhadap teori-teori ekonomi yang dinilainya telah gagal dalam menjelaskan beragai fenomena yang terjadi dimasyarakat.Tumbuh kesadaran di kalangan mereka terhadap teori-teori ekonomi yang dinilainya telah gagal dalam mejelaskan berbagai fenomena yang terjadi di masyarakat secara lebih baik,diperlukan kerja sama dengan ilmuan dari disiplin lain,termasuk sosiologi.Sementara itu dikalangan sosiologi juga tumbuh keinginan untuk membahas berbagai persoalan ekonomi yang secara tradisional menjadi inti persoalan  hidup manusia.Dikalangan sosiolog,menurut Dobbein (2007:319)yang mempelajari sosiologi ekonomi merasa tidakpuas dengan model-model yang dikembangkan ekonom,yang dinilainya mengabaikan factor-faktor social ekonomi sehingga tidak dapat memprediksi keputusan-keputusan ekonomi seseorang.

Selanjutnya, menurut Dobbin (2007:319),sosiolog menilai model-model dari ekonom terbatas penggunaannya dan hal itu tidak dapat digunakan untuk memprediksi perbedaan prilaku ekonomi yang terjadi antar-negara.Sosiolog sebaliknya melihat prilaku ekonomi hanya merupakan salah satu bagian perilaku social,khususnya perjuangan mendapatkan kekuasaan,perjanjian dan milieu social.prilaku ekonomi dalam pandangan sosiolog terkontruksi oleh pilihan rasional yang terbatas karena apa yang dipandang sebagai rasional merupakan hasil bentukan konvensi masyarakat,kekuasaan dan jaringan-jaringan.Karena makna rasional sangat bergantung pada masyarakatnya,sesorang tidak dapat secara sederhana menjadi rasional,bahkan kita mencarinya.

Sosiologi ekonomi mengalami perkembangan pesat sejak decade 1980-an.pada masa itu terdapat banyak teori sosiologi ekonomi yang muncul,khususnya analisis organisasi ekonomi pada tingkat mikro.Konsp yang sangat terkenal muncul pada saat itu yaitu,embeddedness ( keterlekatan) social budaya yang pertama kali diperkenalkan oleh Polanyi dan Granovetter.Selain itu,analisi ,engenai peran hubungan-hubungan social dalam ekonomin kontemporer sangat mendominasi sosiologi ekonomi.Namun demikian,menurut Trigilia ( 2007 ),implikasinya bagi peningkatan pembangunan ekonomi masih bersifat laten.

Sejak kebangkitannya pada decade 1980-an menurut Finch ( 2007:124 ),terdapat tiga kontribusi teoritis yang berpengaruh dalam sosologi ekonomi.pertama,pendekatan Granoveter tentang keterlekatan menghasilkan sebuah basis sosiologi ekonomi seputar pendebatan ontologis antara individu yang kurang tersosialisasi  dan individu yang terlalu tersosialisasi.Kedua argument yang dibangn Callon bahwa ekonomi membentuk sebuah ontology yang berbeda dari konsep keterlekatan,misalnya dalam hal pasar kompetitif,ketiga,analisis structural White tentang pasar.

Sementara itu Dobbin ( 2007:320 )menyebut tiga bidang garapan sosiologi ekonomi,yaitu,power ( kekuasaan),institusions ( institusi-institusi)dan social networks ( jejaring social ).hubungan-hubungan kekuasaan membentuk prilaku ekonomi baik secara langsung seperti ketika suatu peusahaan besar pengaruh mendikte perusahaan-perusahaan kecil,maupun secara tidak langsung seperti ketika sekelompok perusahaan besar membentuk regulasi demi kepentingannya.Para ahli yang bekerja dibidang ini Neil Fleigstein,Bill Roy,Beth Minth,Mark Mizruchi,Michael Ussem,dan Charles Perrow.sementara itu aspek institusi berpandangan bahwa insitusi-institusi social menentukan tindakan ekonomi,baik melalui institusi-institusi regulator maupun konvensi-konvensi yang ada.Tokoh-tokoh yang bekerja dibidang ini meliputi Weber,Meyer,Rowan,DiMaggio,Powel dan Scott.sedangkan teori jejaring social dibangun terutama oleh Simmed,Durkheim serta Mark Granovetter.

Bidang garapan sosiologi hamper sama dengan antropologi ekonomi.Sepanjang abad 20,teori social dan budaya diwarnai sejumlah pandangan dan teorisasi tentang budaya dan ekonomi.Dalam hal ini antropologi ekonomi dan sosiologi ekonomi menampilkan bunga rampai karya-karyanya dengan baik.Pendekatan teori jarigan actor terhadap kekuasaan,misalnya terefleksikan dalam konsep-konsep kekuasaan yang menyebar,sangat tergantung pada konteks,dan hubungan social lebih banyak muncul dalam proses perundang-undangan dari pada menjadi suatu kondisi a priori.Dalam praktiknya,lebih bersifat horizontal dari pada vertical,lebih bersifat refleksif dari pada menentukan,serta posisi jaringan subjek actor bersifat cair (Hinde dan Dixon 2007:404-406 ).perbedaan keduanya terlihat pada peran  budaya dalam kaitannya dengan pembentukan prilku ekonomi.Jika antropologi ekonomi melihat budaya sebagai variabel bebas,sosiologi ekonomi melihat budaya sebagai variabel terikat terutama dalam pandangannya  bahwa budaya dirasionalisasikan melalui ekonomi uang.Dalam pandangan sosiologi ekonomi,perilaku ekonomi dan institusi-institusi dihambat oleh hubungan-hubungan social yang sedang berlangsung.kehidupan terrekduksike dalam fetisisme komoditas antara subektif dan objektif terpisah.Selanjutnya,berikut table perbandingan kerangka teoritis antara antropologi ekonomi dan sosiologi ekonomi.

Karya-karya Weber dan Sombart pada awal kebangkitan kembali sosiologi ekonomi sangat mengekspresikan kecemasannya terhadap kapitalisrne liberal. Kecemasan yang kurang lebih sama sebenarnya pernah ditunjukkan oleh Durkheim dan Polanyi. Bagi para sosiolog klasik ini, pasar bekerja lebih baik ketika problem problem fizimm dan trust dapat dipecahkan secara baik. Pandangan inilah yang membedakan sosiolog dari para ekonomi neo-ldasik. Sosiologi ekonomi pada dasarnya lebih terrarik mempelajari problem problem fairness dalam pasar riil. Sementara itu, ekonomi memfokuskan pada problem efisiensi dan memandang secara taken for granted bahwa persaingan pasar penuh akan mengatasi problem-problem pemerataan (equity). Dalam pandangan ekonom, jika hubungan-hubungan tenaga kcrja secara khusus tidak seimbang, konflik-konflik muncul dalam hubungan tawar-menawar, yang berakibat pada rendahnya komitmen pekerja sehingga produktivitas turun. Dalam persoalan seperti itu, institusi-insritusi yang merepresentasikan kepencingan kolektif tenaga kerja dan mengintridusasi tegulasi politik ke dalam pasar tenaga kerja menjadi penting. Lebih dari itu, intervensi negara yang mengatur kondisi ketenagakerjaan untuk mengurangi kesenjangan sosial yang disebabkan oleh ketidaksempurnaan pasar juga penting guna menciptakan pasar yang lcbih efisien.

Terdapat perbedaan mendasar antara sosiolo;i ekonomi dan ekonomi sebagai disiplin ilmu, terutama aliran neo-klasik. Menurut Dobbin (2007:320), kebanyakan ahli sosiologi ekonomi menggunakan paradigma berpikir secaragc’lglcg; melihat bagaimana perilaku ekonomi berbeda antar-waktu dan tempat (negara), serta melacak variasi perbedaan tersebut dari konteks sosialn a. Sebaliknya, para ekonom neo-klasik menggunakan paradigma berpikir secara deduktif berasal dari premis-premis bahwa ke-entin;an diri individu berkaitan (merupakan fungsi) -erilaku ekonomi. Studi-studi tentang investasi pada saat awal munculnya Pretestantisme, manajemen perusahaanperusahaan baru Cina yang berorientasi pasar, dan strategi bisnis yang dilakukan produsen anggur Argentina merupakan contoh-contoh studi yang menghasilkan banyak pandangan tentang kekuatan-kekuatan yang membentuk perilaku ekonomi. Akan terapi, sosiolog biasanya bekerja pada satu di antara tiga proses sosial yang berbeda sebagai subject matter sosiologi ekonomi, yaitu antara kekuasaan, institusional, dan teori jaringan.

Perbedaan antara ekonomi neo-klasik dan sosiologi ekonomi juga ditunjukkan oleh McGovern (2003:747) yang menyebutnya sebagai sebuah ironi ketika ekonomi klasik mulai bergerak menuju model matematika untuk menjelaskan perilaku ekonomi di pertengahan abad 20. Sosiolog secara gradual mempertunjukkan kererampilan dalam melakukan studi cmpiris pada bidang yang telah ditinggalkan ekonom, yajtu pasar nyaca (real-ltfe mar/em). Secara tradisional, hanya ekonom yang mengctahui seluk-bcluk pertukaran pasar sepenj itu, dan pada saat yang sama sosiolog membahas kasus-kasus residualnya, seperti institusi-institusi pasar tenaga kefja, atau black box administrasi bisnis, juga di area-area tempat sosiologi sesudah itu tumbuh subur.

Menurut (Fourcade, 2007:1016), tumbuhnya perhatian texhadap studi sosiologi ekonomi baru pada dekade I980-an disebabkan olch terdapat dorongan kuar untuk membuka dialog riil dengan ilmu ckonomi mainstream. Fenomena ini ditandai dua hal. Di satu sisi, sejumlah ekonomi institusionalis Amerika yang membuka diri bagi para intelektual, termasuk dalam perspektif nonformalis dalam ilmu ekonomi. Di sisi lain, tokoh-tokoh, seperti Granovetcer dan Swedberg, pada 1992 mencatat adanya invasi dari ekonom kc dalam area yang mcnjadi domain sosiologi. Dengan dipimpin oleh Gary Becker, ekonomi mainstream memulai invasinya ice dalam yunsdiksi cradisional sosiologi (keluarga, kejahatan, ataupun pendidikan) (Velthuis, 1999, sebagaimana dikutip Fourcade, 2007:1016).

Smelser dan Swedberg (199423) mendefinisikan sosiologi ekonomi sebagai the application of the sociological perspective to economic phenomena (aplikasi perspektif sosiologis terhadap fenomena ekonomi). Definisi ini diterima luas di kalangan para sosiolog ekonomi. Akan tetapi, menurut Finch, dehnisi ini sebenarnya tidak cocok dengan perkembangan sosiologi ekonomi sejak dekade 1980-an. Melalui artikelnya yang berjudul “Economic Sociology As A Strange Other to Both Sociology and Economics”, Finch (20072123440). menyatakan bahwa sosiolog ekonomi mengembangkan dan menerapkan teori teori dan konsep-konsep dalam hubungannya dengan fenomena ekonomi luas, termasuk keterlekatan dan teori jaringan aktor. Inti teori-teori ini adalah pemahamannya terhadap tindakan dalam kondisi ketidakpastian ketika aktor mengembangkan kapabilitasnya dalam melakukan kalkulasi di bawah tekanan pasar.

Selanjutnya, menurut Finch (2007:123-140), sosiologi ekonomi merupakan disiplin yang berada di luar ekonomi, terutama karena berfokus pada pasar secara empiris, lebih tepatnya pada pasar-pasar (jamak), bukan pasar (tunggal), pada mekanisme pasar, atau (sebagai negasinya) kegagalan pasar. Fokus-fokus tersebut tidak satu pun cocok dengan fokus ekonomi. Fenomena “pasar-pasar” dalam tradisinya lebih merupakan perhatian para ilmuan sosial secara umum daripada rasionalitas sebagai kapasitas asli manusia. Sosiologi ekonomi juga berada di luar sosiologi karena lebih banyak menerjemahkan teori-teori ekonomi, baik sebagai inspirasi kritik maupun dalam penilaiannya terhadap performativitasnya. “Pasar-pasar” dalam sosiologi ekonomi dimaknai sebagai komodifikasi, memproduksi sumber daya umum yang dapat dialokasikan untuk sejumlah “konsumsi” yang tidak terbatas. Sejarah sosiologi ekonomi kontemporer mendukung klaim bahwa sosiologi ekonomi merupakan disiplin yang berada diluar disiplin, baik sosiologi maupun ekonomi. Terbukti, diskusi Parsons dan Smelser, misalnya, tidak mampu menunjukkan batas-batas disiplin sosiologi ekonomi. Sementara itu, analisis tokoh-tokoh sosiolog ekonom, seperti Granovetter, Callon, White, Polanyi, Knight, dan Chamberlin juga tidak menunjukkan ciri-ciri keterkaitan dengan disiplin, baik sosiologi maupun ekonomi.

Sekalipun definisinya mengenai sosiologi ekonomi dikritik, karya Smelser dan  Swedberg yang berjudul Handbook Of Sociological Economy (2005) merupakan salah satu karya monumental dalam sosiologi ekonomi. Edisi pertama menekankan pada persoalan-persoalan pilihan rasional dan biaya transaksi. Dalam edisi ini, terdapat perspektif utama, seperti historis komparatif (Dobbin), institusionalisasi baru dalam sosiologi dan ekonomi (Nee), antropologi ekonomi (Bourdieu), perilaku ekonomi (Weber dan Dawes), dan munculnya perspektif baru: emosi dan ekonomi (Berezin). Pada saat yang sama, powell dan DiMaggio (1991) memperkenalkan perbandingan institusionalisme baru dalam ekonomi, sosilogi,dan ilmu politik serta hubungan internasional. Victor Nee berusaha membandingkan beberapa model institusional relasi kausal multilevel antara norma, jaringan, dan struktur institusional besar. Nee menyebutkan bahwa sosiologi ekonomi mengimpor banyak ide dari teori ekonomi. Tulisan kritis Bourdieu tentang antropologi ekonomi berkaitan dengan integrasi “rasionalitas yang diperluas” yaitu secara kultural merupakan terbentuknya selera dan secara sosial merupakan hubungan yang terstruktur. Buku ini terbagi dalam tiga level analisis yang menjadi economic core, yaitu tingkat makro (negara, institusi internasional), meso (pasar tenaga kerja, institusi, jaringan, dan ekonomi), dan tingkat mikro (firma-firma dan industri).

Sementara itu, zafirovski (2004:692), secara umum menunjuk pendapat Max Weber dalam mendefinisikan sosiologi ekonomi, yaitu relasi-relasi sosiologis dalam bidang ekonomi, termasuk pasar. Prinsip sosiologis selanjutnya dapat didefinisikan dalam tiga karakteristik yang saling terkait atau asumsi-asumsi spesifik, yaitu (1) analisis sosiologis harus masuk secara inheren ke dalam logika sosial dari perilaku ekonomi atau elemen-elemen sosial dalam ekonomi yang tidak bisa dihilangkan; (2) sosiologi harus mampu mengidentifikasi dan menekankan diri pada komposisi atau struktur sosial dari ekonomi secara umum, dan secara khusus pada pasar; (3) sosiologi harus mampu mendeteksi dan memfokuskan diri pada konstruksi sosial atau strukturasi (determinasi) ekonomi, termasuk pasar dan harga-harga.

Sosiologi ekonomi menjadi cabang disiplin ilmu sosiologi yang paling dinamis dan inovatif, baik dalam aspek teoretis maupun empiris dalam dua dekade terakhir. Batas demarkasi antara sosiologi ekonomi lama dan yang baru (sebelumnya disebut ekonomi dan masyarakat) adalah tugas yang sulit. Hal itu dipengaruhi oleh perbedaan subdisiplin lain, seperti antropologi ekonomi, sejarah ekonomi, ekonomi neo-klasik, sosiologi pasar tenaga kerja dan stratifikasi, sosiologi politik, sosiologi kebudayaan, teori organisasi dan manajemen, ekonomi politik, studi gender, dan lebih banyak lagi. Secara teoretis, disiplin ini diinfiltrasi oleh perbedaan perspektif teoretis, seperti teori institusional, pilihan rasional, analisis jaringan sosial, dan sosiologi kebudayaan (Talmud, 2007:22).

Tokoh lain yang melakukan penilain terhadap sosiologi ekonomi adalah Richard Swedberg (2007:1035-1055) yang menurutnya terdapat plus minus dalam perkembangan sosiologi ekonomi. Nilai plusnya adalah bahwa sosiologi ekonomi saat ini sangat pluralistik karna tidak ada perspektif tunggal yang mendominasi. Pendekatan-pendekatan yang ada saling bersaing mendebatkan bagaimana seharusnya mempelajari sosiologi ekonomi. Pendekatan tersebut antara lain institusionalis, jejaring sosial, pendekatan komparativisme, dan sebagainya. Juga, benar bahwa sejumlah ilmuwan muda dan mahasiswa banyak yang aktif mempelajari sosiologi ekonomi. Dapat ditambahkan, disiplin sosiologi ekonomi ditandai dengan tumbuhnya sejumlah studi-studi yang berkualitas, baik setiap tahun yang diterbitkan dijurnal maupun dalam bentuk buku. Sisi negatifnya, sosiologi ekonomi, seperti halnya juga sosiologi pada umumnya, kurang inovatif dan kaku. Sosiologi ekonomi secara prinsip masih membutuhkan lebih banyak ide baru.

Bagaimana prospek sosiologi ekonomi di masa depan? Dalam hal ini, koniordos (2007:5) menyebut empat area yang dapat meperbaiki kinerja sosiologi ekonomi di masa depan. Pertama, apa yang oleh Trigilia disebut sebagai penelitian yang diselenggarakan bersama tentang studi komparatif politik ekonomi. Kedua, kebutuhan untuk mempelajari elemen ideologi-politik yang menembus fenomena ekonomi. Ketiga, seperti saran swedberg untuk menggabungkan konsep sosiologis tentang kepentingan dan konsep institusi berbasis kepentingan. Terakhir, institusionalisasi, yaitu suatu tema telah dimiliki dan mampu memopulerkan sosiologi ekonomi.

Sementara itu, dalam pandangan steiner (2001:453), sosiologi ekonomi dimasa depan tidak hanya dapat menghasilkan suatu deskripsi yang baik di domain ekonomi juga studi-studi tentang konstruksi sosial tindakan ekonomi dan institusi-institusi, tetapi juga dapat menghasilkan pandangan dan alat analisis (tools) baru dalam menjelaskan fakta-fakta ekonomi secara berbeda. Sosiologi ekonomi, misalnya, dapat mengaplikasikan pendekatan-pendekatan simbolisme sosial Durkheimian, sosiologi interpretatif Weberian,maupun fenomenologi sosiologi Schutzian. Pendekatan-pendekatan tersebut dapat dipakai baik oleh sosiolog maupun ekonom.

Perspektif Sosiologi Tentang Fenomena Ekonomi

Dalam sosiologi, terdapat beberapa persfektif dalam melihat perilku individu dan atau masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perbedaan perspektif tersebut lahir disebabkan oleh perbedaan asumsi-asumsi yang dipakai tentang hakikat dan posisi individu dalam masyarakat.

Perspektif Utilitarian

Perspektif ini menggunakan asumsi bahwa manusia merupakan aktor yang rasional. Manusia selalu berusaha untuk mendapatkan kesenangan, kenikmatan, dan kesejahteraan serta menghindari penderitaan, hukuman, dan kesengsaraan. Tindakan manusia yang dianggap rasional adalah tindakan yang memperhitungkan untung rugi (cost benefit ratio) dan keputusan yang diambil dari sekian pilihan yang tersedia adalah yang paling efisien. Manusia selalu berusaha memperoleh keuntungan semaksimal mungkin berdasarkan biaya yang dikeluarkan serendah mungkin. Prinsip ini dikenal luas sebagai prinsip ekonomi dan mendominasi teori-teori ekonomi yang berkembang hingga saat ini. Motivasi ekonomi dengan demikian merupakan basis tindakan sosial manusia. Asumsi ini berasal dari pengandaian Adam Smith tentang hakikat manusia yang digambarkannya sebagai homo economicus.

Asumsi yang dibangun perspektif utilitarian ini di kemudian hari banyak menimbulkan persoalan serius, terutama berakibatkan dengan moral dan keberadaan manusia. Rasionalisme instrumental yang dibangun perspektif ini dalam kesejahteraannya, bahkan telah menimbulkan tragedi kemanusiaan yang paling mengerikan. Peristiwa Genosida terhadap warga keturunan Yahudi di jerman (Barat) dalam peristiwa Holocaust, dengan cara memasukkan korban ke dalam gua-gua bekas tambang kemudian disemprotkan gas yang mematikan setelah sebelumnya “dilucuti” segala “yang berharga” darinya (termasuk rambut!) untuk dijadikan komoditas bernilai, merupakan sebuah contoh bagaimana rasionalitas instrumental ini telah mengabaikan sisi-sisi moral kehidupan manusia. Berbagai contoh lain dapat dieksplorasi dari ilustrasi tersebut dan hal itu menunjukkan rasionalitas instrumental telah mewarnai (bahkan mendominasi) realitas kehidupan masyarakat modern.

Perspektif ini mempunyai akar pemikiran yang cukup beragam, termasuk diantaranya adalah Karl Marx. Menurut Smelser (1997), Marx mewariskan banyak hal kepada tradisi utilitarian dan cenderung mensubordinasikan segala bentuk moral dan sisi-sisi afeksi kehidupan sebagai produk dari kekuatan-kekuatan sejarah

Perspektif Embededdness (Keterlekatan)

Perspektif ini diinisasi oleh Granoveter yang menulis The Social Embeddedness Of Economic Action di tahun 1985, yang kemudian menjadi paradigma penting dalam sosiologi ekonomi. Kebanyakan sosiolog berpendapat bahwa ekonomi selalu terlekat dalam konteks sosial. Menurut Granovetter (1990), keterlekatan ekonomi tidak hanya terbatas pada “jaringan-jaringan hubungan antar-personal”, tetapi juga terdapat dalam supra-individual dan kondisi-kondisi hubungan masyarakat interpersonal. Dalam pandangan ini, ekonomi ditandai dengan keterlekatan, baik pada skala makro maupun mikro.

Perspektif ini melihat bahwa tindakan ekonomi seorang individu selalu terlekat dalam latar sosial. Menurut perspektif ini, perilaku ekonomi berhubungan dengan kekuatan-kekuatan struktural atau sistematis yang beroperasi secara nyata dalam masyarakat, termasuk ekonomi. Dalam skala makro, hal tersebut dapat dipahami dari kenyataan yang menunjukkan mengapa kekuaatan-kekuatan non-rasional sering memengaruhi perilaku ekonomi. Jika semua aktor mengikuti kaidah-kaidah optimalisasi rasionalitas (maksimalisasi utilitas), sebenarnya akan terjadi disintegrasi sosial (zafirovski,2004:697).

Terdapat tiga proposisi utama dalam sosiologi ekonomi baru menurut Swedberg dan Granovetter berkaitan dengan keterlekatan ekonomi ini, yaitu (1) tindakan ekonomi adalah suatu bentuk  tindakan sosial; (2) tindakan ekonomi disituasikan secara sosial; (3) institusi ekonomi dikonstruksi secara sosial. Dengan demikian, tindakan ekonomi dan lembaga-lembaga ekonomi merupakan ekspresi hubungan sosial. Dalam hal ini, tindakan yang berstandar pada kalkulasi untung-rugi merupakan bagian dari konstruksi sosial. Intinya, tindakan seorang tidak semata-mata didorong oleh kalkulasi perhitungan untung-rugi.

Secara empiris, penjelasan mengenai embeddedness ini dapat dilihat dari berbagai studi tentang gerakan-gerakan sosial. Menurut Smelser (1997), dari studi yang telah dilakukan sebelumnya, kita mendapatkan beberapa alasan keterlibatan, misalnya imitasi, penularan, sugesti, komitmen ideologi, gratifikasi ekspresif, serta kebutuhan untuk solidaritas di antara mereka. Jika kita melakukan pendekatan untuk mengatasi problem tersebut dengan menggunakan perspektif individualistik-utilitarian, kita akan memperoleh paradoks-paradoks yang tidak diharapkan serta resolusi-resolusi yang tidak penting dari paradox tersebut karena dengan kerangka tersebut individu dilihat sebagai tidak mempunyai alasan untuk terlibat dalam gerakan sosial karena hanya berdasarkan analisis cost-benefit, serta tidak ada alasan yang masuk akal bagi seseorang terlibat dalam gerakan tersebut

Baca Juga: