Menu Tutup

Strategi dan Transparansi Zakat

Definisi dan Bentuk-bentuk Penyaluran Zakat

Istilah pendistribusian berasal dari kata distribusi yang berarti penyaluran atau pembagian kepada beberapa orang atau beberapa tempat. oleh karna itu, kata ini mengandung makna pemberian harta zakat kepada para mustahik zakat  secara konsumtif, sedangkan istilah pendayagunaan berasal dari kata daya-guna yang berarti kemampuan mendatangkan hasil atau manfaat. Istilah pedayagunaan dalam kontek ini mengandung makna pemberian zakat kepada para mustahik secara produktif dengan tujusn agar zakat mendatangkan hasil dan manfaat bagi yang memproduktif.

Pembagian zakat secara produktif didasarkan pada hadis yang menyatakan: “ Dari Ubaidillah bin ‘Adi bin al-Khiyar r.a bahwa ada dua orang sahabatmengambarkan kepadanya bahwa mereka berdua pernah menemui Nabi saw. Meminta zakat kepadanya, maka Rasullah memperhatikan mereka berdua dengan seksama dan Rasullah mendapatkan mereka sebagai orang-orang yang gagah. kemudian Rasullah bersabda, “jika kamu berdua mau, akan saya beri, tetapi (sesungguhnya) orang yang kaya dan orang yang kuat berusaha, tidak mempunyai bagian untuk menerima zakat,”.

Penyaluran zakat dilihat dari bentuknya dapat dilakukan dalam dua hal, yakni bentuk sesaat dan bentuk pemberdayaan. Penyaluran bentuk sesaat adalah penyaluran zakat hanya diberikan kepada seseorang satu kali atau sesaat saja. Dalam hal ini juga juga berarti bahwa penyaluraan kepada mustahik tidak disertai target terjadinya kemandirian ekonomi dalam diri mustahik. Penyaluran bentuk pemberdayaan merupakan penyaluran zakat yang disertai target merubah kondisi mustahik menjadi katagori muzaki. Target ini adalah target besar yang tidak dapat dengan mudah atau dalam waktu yang siangkat dapat terealisasi, karna itu, penyaluran zakat harus disertai dengan pemahaman yang utuh.

Prioritas Pendistribusian dan Hasil Pendayagunaan Zakat

Mendistribusikan hasil pengumpulan zakat kepada mustahik pada hakekatnya merupakan  hal yang mudah, tetapi perlu kesungguhan dan kehati-hatian. Dalam hal ini, jika tidak hati-hati dalam mendistribusikan zakat, mustahik zakat akan semakin bertambah dan pendistribusian zakat akan menciptakan generasi yang pemalas. Padahal, harapan dari konsep zakat adalah terciptanya kesejahteraan masyarakat dan perubahan nasib muzaki-muzaki baru yang berasal dari mustahik. Maksutnya, nasib mustahik tidak tidak selamanya ketergantungan pada zakat. karna itu, untuk keperluan pendistribusian zakat  diperlukan kata mustahik, baik yang konsumtif maupun produktif.

Pemberdayaan para mustahik produktif dilakukan dengan melihat latar belakang aktifitasnya. Minsalnya seorang fakir miskin diberdayakan dengan memberikan keterampilan, modal dan pembinaan, serta supervise terhadap modal dan pekerjaan yang dilakukan.

Pemberdayaan zakat terhadap para mustahik produktif hendaknya dilakuikan dengan syarat-syarat dan prosedur yang jelas. Hertanto Widodo dan Teten Kustiawan mengajukan syarat-syarat pemberdayaan /pendayagunaan zakat sebagai berikut:

  1. Usaha-usaha nyata yang berpeluang menguntungkan.
  2. Mendapat persetujuan tertulis dari dewan pertimbangan.
  3. Usaha mustahik di wilayah masing-masing.

Sedangkan, prosedur pendayagunaan zakat produktif menurut Hartanto Widodo dan Teten Kustiawan adalah:

  1. Melakukan study kelayakan.
  2. Menetapkan jenis usaha produktif.
  3. Menerima (mustahik) usaha produktif diberikan bimbingan dan penyuluhan.

Manfaat dana zakat baik kepada mustahik konsumtif maupun kepada mustahik produktif perlu menimbangkan factor-faktor pemerataan dan penyamaan. Disamping factor tersebut, juga perlu memperhatikan tingkat kebutuhan yang nyata dari kelompok mustahik zakat, kemampuan menggunakan dana zakat, dan kondisi mustahik, sehingga mengarah kepada peningkatan kesejahteraan. Khusunya kepada mustahik produktif manfaat dana zakat diarahkan agar pada giliaranya yang bersanguktan tidak lagi menjadi penerima zakat, tetapi akan menjadi pembayar zakat.

Strategi Pendistribusian dan Pendayagunaan Zakat

Agar pendistribusian dan pendayagunaan zakat dapat bener-bener sampai kepada orang-orang yang berhak menerimanya, proses pendiatribusian atau pendayagunaan perlu melibatkan manajemen. Artinya proses penyaluran zakat kepada orang yang berhak menerimanya tidak boleh dilakukan secara dadakan, tanpa di manaj dengan baik. Oleh karna itu proses manajemen pendistribusian dan pendayagunaan zakat aspek- aspek yang harus diperhatikan diantarnya adalah perncanaan pendistribusian / pendayagunaan zakat, pengorganisasian pendistribusian / pendayagunaan zakat, pelaksanaan pendistribusian / pendayagunaan zakat, dan evaluasi keberhasilan.

Untuk dapat menyalurkan zakat secara selektif dan tidak tumpang tindih, perlu dilakukan langkah-langkah sebagi berikut:

  1. Membagi areal penyaluran (pendistribusian dan pendayagunaan) pada BAZ/LAS yang ada di suatu wilayah tertentu.
  2. Membuat persamaan persepsi antara BAZ dan LAS mengenai kreteria zakat.
  3. Membuat persamaan persepsi  mengenai mustahik produktif dan konsumtif.
  4. Mengimpentarisir mustahik zakat sesuai dengan kriteria dan wilayag yang telah disepakati.
  5. Mengumumkan hasil inventarisasi kepada masyarakat di wilayah tersebut, melaui RT, masjid atau UPS.
  6. Memberikan kesempatan kepada masyarakat umum, untuk memeberikan tnggapan terhadap hasil inventarisir yang telah diumumkan.
  7. Memperbaiki mustahik zakat yang akan meneriama zakat.
  8. Membagikan zakat kepada mustahik zakat produktif.
  9. Membagikan zakat kepada mustahik zakat konsumtif.

Transparansi dalam Pendistribusian dan Pendayagunaan Zakat

Transparan diartikan penyampaian laporan secara terbuka kepada semua pihak. Transparan merupakan sifat terbuka daam suatu pengelolaan melalui penyertaan semua unsure dalam pengambilan keputusan dan peruses pelaksanaan kegiatan. Transparansi suatu pengeolaan dengan sendirinya sudah mencakup akuntabilitas suatu embaga pengeola zakat, karena kesiapan lembaga zakat untuk transparan merupakan salah satu indicator dari pertanggungjawabannya, dan mendayagunakan dana zakat.Transparandibutuhkan karena dana zakat merupakan dana umatyang diamanatkan kepada lembagaa pengelola zakat untuk disampaikan kepada yang berhak menerimanya (mustahik).

Keberadaan lembaga zakat hanya sebagai mediator antara muzaki dan mustahik, karena itu lembaga mediator harus percaya agar masyarakat mau bermitra kepada lembaga zakat. Dalam konteks pendistribusian dan pendayagunaan zakat, transparansi diperlukan karena tanpa kepercayaan masyarakat, pengelolaan zakat akan sulit berkembang.Dengan transparansi, dalam pendistribusian dan pendayagunaan zakat dapat diciptakan suatu system kontol yang baik, karena tidak hanya melibatkan pihak intern organisasi saja, tetapi melibatkan pihak ekstern seperti para muzki maupun masyarakat secara luas. Dari segi pelaporan keuangan, lembaga zakat yang professional harus dilakukan secara transparan, jujur dan bertanggung jawab, sehingga pihak yang mengatur seluruh aliran uang (bagian keuangan) siap untuk diaudit oleh pihak manapun dan kapan pun juga.

Urgensi Transparan.

Lemahnuya kemampuan zakat dalam pengelolaan dana zakat, setidaknya ada dua penyebab pertama, karena kurangnya transparansi para pengelola zakat terkait publikasi hasil penghimpunan zakat, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. kedua, karena tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga zakat sebagai lembaga pengelola zakat masih begitu lemah. Untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap embaga pengelola zakat, langkah-langkah yang perlu dijalani tentunya harus meningkatkan ytransparansi pengelolaan zakat.

Pengelolaan lembaga zakat yang tidak transparan/tidak terbuka seperti sekarang ini dapat menjadikan lembaga ini kondusif bagi peruses pencucian uang. ketika public tidak adapat mengakses informasi penghimpunan dana yang dilakukan lembaga zakat, uang dapat mengalir dari setiap orang  tanpa adanya kejelasan sumber dana, yang kemudian diatasnamakan sebagai zakat, infak, atau sedekah. begitu juga sebailiknya, penyalahgunaan dana dan tindakan koprupsi dapat saja terjadi dalam lembaga zakat. disaat tidaka adnya transparansi terkait penggunaan dan penyaluran dana yang telah dihimpun, penggunaan dana menjadi celah yang terbuka lebar bagi lembaga zakat itu sendiri. Dua kondisi tersebut sangat mungkin terjadi, ketika lembaga zakat tidak transparan dan tidak membuka informasi atas pengelolaan zakat dan dana yang telah berhasil dihimpun.

Dalam konteks Undang-Undang No 14 tahun 2008 tentang Keterbukiaan Informasi Publik, lembaga zakat merupakan subjek badan public yang diharuskan membuka akses informasi kegiatan organisasinya, karena itu maua atau tidak mau lembaga zakat harus transparan. Hal ini dikarenakan aktifitas lembaga zakat, baik badan amil zakat (BAZ) maupun lembaga amil zakat (LAZ), berkaitan erat dengan pengelolaan dana zakat, infak, sedekah dan wakaf. keempat kategori dana tersebut merupakan dana public yang sudah semestinya memiliki laporan pertanggungjawaban secara transparan.

Bentuk Transparansi Pendistribusian dan Pendayaan Zakat.

Transparansi dalam pendistribusian dan pendayagunaan zakat dapat dilakukan dalam dua bentuk. Pertama, dalam bentuk trnasparansi terhadap personal dan Kedua,dalam bentuk transparansi terhadap pablik. Bentuk pertama dilakukan terhadap person-person yang menjadi mitra kita (muzaki kita). Transparansi seperti ini perlu dilakukan, untuk meningkatkan kepercayaan muzaki terhadap lembaga zakat yang kita kelola. karna dengan memberikan laporan secara trnsparansi terhadap muzaki, maka muzaki akan merasa memiliki lembaga zakat yang menjadi mitra. Demikian juga, dia merasa harta zakatnya bener-bener telah sampai kepada para mustahik.

Pada sisi pendayagunaan, transparansi laporan perlu disampikan kepada muzaki secara mendetil juga. Hal seperti ini dianggap sangat penting dalam rangka meningkatkan kepercayaan muzaki terhadap pendayagunaan zakat oleh lembaga zakat. Proses pendayagunaan perlu diketahi secara transparansi oleh muzaki, karna keberhasilan amil dalam mendayagunakan zakat tidak terlepas dari muzaki. Artinya, keberhasialn zakat bukan bukan semata-mata factor interen lembaga zakat, tetapi karna adanya hubungan yang relatif baik antara muzaki dan lembaga zakat.

transparansi dalam pendistribusian dan pendayagunaan zakat bukan hanya dalam bentuk informasi saja, tetapi harus didukung oleh transparansi dalam bentuk aktifitas riil. Tranparansi dalam bentuk aktifitas riil maksudnya kegiatan-kegiatan amil zakat yang terkait dengan pendistribusian dan pendayagunaan zakat perlu dilakukan secara terbuka. Transparansi ini lebih menekankan pada kuaktitas dan kualitas pendistribusian dan pendayagunaan zakat yang dapat dinikmati masyarakat secara lansung

Daftar Pustaka

Mohammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Zakat dan Wakaf, (Jakarta:UI-Press, 1998)

Drs. Hasanuddin Ibnu Hibban, MA, Manajemen Pendayagunaan Zakat dan Wakaf, (UINPress. 2006)

Baca Juga: