Menu Tutup

Suntik Membatalkan Puasa?

Suntik yang kita kenal belakangan ini setidaknya sering digunakan dalam tiga hal: mengobati, menguatkan, dan mengenyangkan.

Suntik Pengobatan

Suntik untuk pengobatan biasanya dipakai untuk menurunkan suhu panas yang terlalu tinggi, atau menurunkan detak jantung yang terlalu tinggi, dan seterusnya.

Untuk suntik pengobatan ini para ulama fiqih sekarang sepakat bahwa ia tidak membatalkan puasa.

Suntik Penguatan

suntik yang sifatnya menguatkan misalnya suntik yang mengandung vitamin-vitamin dengan macam jenisnya, yang sifatnya bisa menguatkan atau meambah kekebalan tubuh dari berbagai penyakit.

Untuk suntik yang bersifat menguatkan ini juga para ulama tidak menganggapnya sebagai pembatal puasa. Karena pada dasarnya kedua jenis suntikan ini tidak dimasukkan lewat bagian badan yang terbuka (mulut misalnya)24. Dan suntik jenis ini juga tidak ada unsur mengenyangkan, jadi lapar dan hausnya berpuasa masih terasa oleh mereka yang disuntik ini.

Suntik yang Mengenyangkan

Inilah yang menjadi perbedaan pendapat diantara ulama itu yaitu suntik yang sifatnya mengenyangkan (taghdziyah). Biasanya suntik seperti ini berbentuk infus, yang bermaksud memberikan ganti makanan bagi mereka yang sakit, karena tidak ada nafsu makan sehingga fisiknya lemah.

Batal

Sebagian ulama berpandangan bahwa yang seperti ini membatalkan puasa. Karena suntik seperti ini memberikan makan untuk tubuh, dan tubuh merasakan manfa’atnya. Sehigga aktivitas puasa menahan lapar dan haus itu sudah tidak ada, karena tubuh merasakan manfa’at dari suntikan infus ini.

Mereka mengqiyas bahwa makan lewat mulut membatalkan puasa dengan nash dan ijmak, maka makan dengan suntikan juga batal. Toh tidak ada beda antara keduanya kan? Karena suntik jenis ketiga ini juga maksudnya adalah memberikan tubuh makan.

Tidak Batal

Namun sebagian ulama lainnya berpandangan bahwa suntik jenis ketiga ini juga tidak membatalkan puasa. Karena dalam fiqih jalur makanan masuk juga menjadi penentu apakah membatalkan puasa atau tidak? Jalur yang dimaksud adalah jalur tubuh yang berbuka (mulut, dan hidung misalnya). Dan suntik tidak melalui jalur itu.

Karena itulah, bagi pendapat ini suntik jenis ketiga yang maksudnya adalah memberi makan tubuh juga tidak membatalkan. Dari sisi lainnya juga ternyata infus ini tidak menghilangkan lapar dan haus kan? Karena ia tidak masuk ke lambung, dan karena ia juga tidak melewati tenggorokan, sehingga tidak juga membuat pasien merasa hilang rasa hausnya.

Memang benar ada efek sedikit segar yang dirasa oleh tubuh, namun efek segarnya ini tidak serta merta membuat puasa kita batal. Karena efek segar bisa didapat dari yang lainnya juga: mandi misalnya.

Ketika badan lemah disiang hari karena cuaca sangat panas, lalu kemudian kita mandi dengan air dingin, sudah bisa dipastiakn bahwa tubuh akan lebih seger ketimbang sebelumnya. Dan efek seger yang didapat dari mandi ini tidak membatalkan puasa.

Pun begitu dengan efek segar yang didapat setelah tidur siang. Setelah tubuh ini kecapean dari akvitas siang, lalu dengan sengaja tubuh ini kita ajak istirahat, maka biasanya efek seger itu akan didapat setelah kita bangun dari tidur, dan itu juga tidak membatalkan puasa.

Belakangan pendapat yang kedua ini dimasyhurkan oleh Syaikh Yusuf Al-Qaradhawy, walaupun akan lebih baik menurut beliau aktivitas ini tidak dilakukan di siang hari.

Sebenarnya permasalahan infus ini sedikit longgar. Biasanya biasanya orang tidak akan diinfus kecuali sakitnya sudah lumayan berat. Kondisi sakit seperti itu sudah masuk dalam katagori sakit yang boleh berbuka.

Berbuka sajalah jika memang tubuh ini butuh makanan karena sakit, karena dikhawatirkan justru puasa malah bisa memperburuk keadaan. Untuk hal ini Allah sudah memberikan keringannya untuk berbuka saja:

“Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.” (QS. Al Baqarah: 185)

Referensi:
Saiyid Mahadhir, Lc, MA., Bekal Ramadhan dan Idul Fithri (4): Batalkah Puasa Saya?, Rumah Fiqih Indonesia, 2019.

Baca Juga: