Menu Tutup

Tingkatan iman kepada takdir Allah

Syaikh Muhammad bin Shaleh al-‘Utsaimin rahimahullah berkata: “Iman kepada takdir Allah tidak akan sempurna kecuali dengan mengimani empat perkara (sebagai berikut):

  1. Mengimani bahwa Allah Ta’ala mengetahui segala sesuatu yang terjadi secara garis besar maupun terperinci, dengan ilmu-Nya yang terdahulu, sebagaimana dalam firman-Nya:

{أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاءِ وَالأرْضِ إِنَّ ذَلِكَ فِي كِتَابٍ إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ}

“Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi? Sesungguhnya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab (al-Lauhul Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah” (QS al-Hajj:70).

  1. Mengimani bahwa Allah Ta’ala menulis dalam al-Lauhul Mahfuzh semua ketetapan takdir bagi segala sesuatu, sebagaimana dalam firman-Nya:

{مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ}

“Tiada sesuatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (al-Lauhul mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah” (QS al-Hadiid:22).

Dan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Allah telah menuliskan/menetapkan ketentuan takdir semua makhluk sebelum Dia menciptakan langit dan bumi (selama) lima puluh ribu tahun”.[1]

  1. Mengimani bahwa tidak ada sesuatupun yang terjadi di langit dan di bumi kecuali dengan keinginan dan kehendak Allah yang berkisar antara kasih sayang dan hikmah-Nya (yang maha sempurna). Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya dengan kasih sayang-Nya dan menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dengan hikmah-Nya. Dia tidak ditanyakan tentang apa yang diperbuat-Nya, karena sempurnanya hikmah dan kekuasaan-Nya, sedang mereka (manusia) ditanyakan (tentang perbuatan mereka). Segala sesuatu yang terjadi (di alam semesta) adalah sesuai dengan ilmu-Nya yang terdahulu dan dengan ketetapan yang ditulis-Nya dalam al-Lauhul mahfuzh. Sebagaimana dalam firman-Nya:

{إِنَّا كُلَّ شَيْءٍ خَلَقْنَاهُ بِقَدَرٍ}

“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu dengan al-qadar (takdir)” (QS al-Qamar:49).

Juga firman-Nya:

{فَمَنْ يُرِدِ اللَّهُ أَنْ يَهدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلإسْلامِ وَمَنْ يُرِدْ أَنْ يُضِلَّهُ يَجْعَلْ صَدْرَهُ ضَيِّقًا حَرَجًا كَأَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِي السَّمَاءِ}

“Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (menerima agama) Islam. Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki kelangit” (QS al-An’aam:125).

(Dalam ayat ini) Allah menetapkan terjadinya hidayah dan kesesatan (pada diri manusia) dengan kehendak-Nya.

  1. Mengimani bahwa segala sesuatu (yang ada) di langit dan di bumi adalah makhluk Allah Ta’ala, tidak ada pencipta, penguasa dan pengatur alam semesta selain-Nya, sebagaimana dalam firman-Nya:

{وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ فَقَدَّرَهُ تَقْدِيرًا}

“Dia menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ketentuan takdirnya” (QS al-Furqaan:2).

Juga dalam firman-Nya tentang ucapan Nabi Ibrahim ‘alaihis salam:

{وَاللَّهُ خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلُونَ}

“Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu” (QS ash-Shaaffaat:96)”.[2]

[1] HSR Muslim (no. 2653).

[2] Kitab “Syarhu lum’atil i’tiqaad” (hal. 92-93).

 

Baca Juga: