Allah SWT mensyariatkan perkawinan dan dijadikan dasar yang kuat bagi kehidupan manusia karena ada beberapa nilai yang tinggi dan ada beberapa tujuan utama yang baik bagi manusia, makhluk yang dimuliakan oleh Allah SWT. Untuk mencapai kehidupan yang bahagia dan menjauhi dari ketimpangan dan penyimpangan, Allah SWT telah nenberkati syari’at dan hukum-hukum Islam agar dilaksanakan manusia dengan baik.
Demikian Allah SWT juga menciptakan makhluk-Nya berpasangpasangan, menjadikan manusia laki-laki dan perempuan, menjadikan hewan jantan dan betina begitu juga tumbuhan dan lai sebagainya. Hikmahnya adalah supaya manusia itu hidup berpasang-pasangan, dua sejoli, hidup sami isteri, dan membangun rumahtanga yang damai dan teratur. Untuk itu haruslah ada ikatan yang kokoh yang tak mungkin putus dan diputuskanya ikatan akad nikah atau ijab Kabul.[1]
Dalam Al-Qur’an ada beberapa ayat yang relevan sebagai dasar dari tujuan perkawinan diantaranya dalam suart Ar-Ruum ayat 21 yang mengandung arti tujuan dari perkawinan adalah membentuk keluarga Sakinah.
Artinya: ”Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”.(QS. Ar-Ruum: 21)[2]
Dalam ayat lain diterangkan pula tujuan dari perkawinan adalah untuk regenerasi atau memiliki keturunan yang terdapat dalam surat An-Nisa ayat 1
Artinya: ”Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (QS An-Nisa: 1)[3]
Tujuan lain dari perkawinan berdasarkan Hadist Rasulullah adalah untuk mengikuti Sunnah nya sesuai dengan hadist dari Anas bin Malik yang berbunyi:
“Dari Anas bin Malik bahwasanya Nabi memuji dan menyanjung Allah lalu beliau bersabda, akan tetapi akupun melakukan Sholat dan tidur, berpuasa dan berbuka, serta menikahi wanita. Maka siapa yang membenci sunnahku dia bukan termasuk golonganku” (Muttafaqun ‘Alaih)
Tujuan perkawinan adalah untuk memenuhi petunjuk agama dalam rangka mendirikan keluarga yang harmonis, sejahtera dan bahagia. Seperti dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 3 : “perkawinan bertujan untuk mewujudkan keidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, warahmah”.[5]
Sedangkan dalam Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 tahun 1974 pasal 1 bahwa, “perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Sebenarnya masih ada banyak tujuan perkawinan lainya juga menjadikan harapan setiap pasangan suami istri, diantaranya[6]:
- Menyempurnakan Akhlak
- Menyempurnakan pelaksanaan agama
- Melahirkan keturunan yang mulia
- Menciptakan kesehatan dalam diri secara fisik maupun non fisik
- Menjadi keinginan setiap pasangan pengantin adalah mendidik generasi baru.
Menurut pendapat Imam Al-Ghazali tujuan dan faedah perkawinan itu ada 4 hal, yaitu[7]:
- Memeperoleh keturunan yang sah yang akan melangsungkan keturunan serta memperkembangkan susku-suku bangsa
- Memenuhi tuntutan naluriah hidup manusia
- Membentuk dan mengatur rumah tangga yang menjadi basis pertama darimasyarakat yang besar di atas kecintaan dan kasih sayang
- Menumbuhkan kesunguhan berusaha mencari rezeki pengidupan yang halal, dan memperbesar rasa tanggung jawab
Menurut Ali Hasan tujuan perkawinan ialah
- Menentramkan Jiwa
Bila sudah terjadi akad nikah, wanita merasa jiwanya tentram, karena merasa ada yang melindungi dan bertanggung jawab dalam rumah tangga. Begitu pula suami merasa tentram karena ada pendampingya untuk mengurus rumahtangga, tempat menumpahkan perasaan suka dan duka, dan teman bermusyawarah dalam berbagai peroaalan hidup.
- Mewujudkan (Melestarikan) Keturunan
Biasanya sepasang suami istri tidak ada yang tidsk mendambakan anak untuk menerusskan keturunan. Semua manusia merasa gelisah apabila perkawinanya tidak menghasilkan keturunan. Rumahtangga terasa sepi karena pada umumnya orang rela bekerja keras untuk kepentingan keluar anak dan cucunya.
- Latihan Memikul Tanggung Jawab
Apabila perkawinan dilakukan untuk mengatur fitrah manusia, maka latihan memikul tanggung jawab sangat penting. Hal ini berarti bahwa perkawinan berarti pelajaran dan latihan preaktis bagi pemikul tanggung jawab itu dan pelaksanaan segala kewajiban yang timbul dari pertanggung jawaban tersebut.
Berdasarkan penjabaran tujuan perkawinan diatas, maka semuanya sangatlah penting. Tujuan perkawinan perlu mendapat perhatian dan direnungkan matang-matang agar keberlangsungan hidup rumahtangga dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan.
Hikmah perkawinan pada semua makhluk hidup adalah sebagai penjelasan bahwa Allah SWT itu benar (Haq) dan sesungguhnya tiada Tuhan selain Allah, itulah hikmah palig agung.[8] Adapun hikmah langsung yang dirasakan oleh orang yang menikah dan dibuktikan secara ilmiah:
- Sehat
Nikah itu sehat, terutama dari sudut pandang kejiwaan. Sebab menikah merupakan jalan tengah antara gaya hidup yang bebas dalam menyalurkan hasrat dan gaya hidup yang menutup diri dan menganggap seks suatu yang kotor.
- Motivator Kerja Keras
Tidak sedkit pemuda yang dulunya hidup santai dn malas-malasan serta berlaku boros karena merasa tidak punya beban tanggung jawab, ketika akan dan sudah menikah menjadi terpacu untuk bekerja keras karena dituntut oleh rasa tanggung jawab sebagai calon suami dan akan menjadi kepala keluarga serta keinginan untk mebahagiakan seluruh anggota keluarga.
- Bebas Fitnah
Hikamah nikah yang tidak kalah penting dalam aspek kehidupan bermasyarakat ialah terbebasnya seorang yang telah menikah dari fitnah, fitnah disni berarti sebagai fitnah sebagai ujian diri sendiri dari gejolak nafsu yang mebara attau fitnah yang mempunyai makna tuduhan jelek yang datang dari oranglain.[9]
[1] Abdul Aziz Muhammad Azzam, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Amzah, 2009), h. 39
[2] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemah,h.407
[3] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahh.78
[4] Ibn Hajar Al-Asqolani, Bulughul Maram, ….h.400
[5] Departemen Agama RI, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, h.2.
[6] Happy Susanto, Nikah Siri Apa Untungnya (Jakarta: Visimedia, 2007), h.9
[7] Moh. Idris Ramulyo,Hukum Perkawinan Suatu Analisis dari Undang-Undang N0.1 Tahun1974 dan Kompilasi Hukum Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), h. 27
[8] Mahmud Al-Shabbagh, Tuntunan Keluarga Bahagia Menurut Islam, (Bandung :
RemajaRosdakarya, 1991), h.6
[9] Ending Mintarja, Menikah denganku Atas Nama Cinta, (Jakarta: Qultum Media, 2005), h. 82