Menu Tutup

Wahyu dan Akal : Pengertian, Fungsi dan Kekuatannya

Wahyu

1. Pengertian Wahyu

Kata wahyu berasal dari kata arab الوحي, dan al-wahy adalah kata asli Arab dan bukan pinjaman dari bahasa asing, yang berarti suara, api, dan kecepatan. Dan ketika Al-Wahyu berbentuk masdar memiliki dua arti yaitu tersembunyi dan cepat. oleh sebab itu wahyu sering disebut sebuah pemberitahuan tersembunyi dan cepat kepada seseorang yang terpilih tanpa seorangpun yang mengetahuinya. Sedangkan ketika berbentuk maf’ul wahyu Allah terhada Nabi-Nabi-Nya ini sering disebut Kalam Allah yang diberikan kepada Nabi.[1]

Menurut Muhammad Abduh dalam Risalatut Tauhid berpendapat bahwa wahyu adalah pengetahuan yang di dapatkan oleh seseorang dalam dirinya sendiri disertai keyakinan bahwa semua itu datang dari Allah SWT, baik melalui pelantara maupun tanpa pelantara. Baik menjelma seperti suara yang masuk dalam telinga ataupun lainya.

2. Fungsi wahyu

Wahyu berfungsi memberi informasi bagi manusia. Yang dimaksud memberi informasi disini yaitu wahyu memberi tahu manusia, bagaimana cara berterima kasih kepada tuhan, menyempurnakan akal tentang mana yang baik dan yang buruk, serta menjelaskan perincian upah dan hukuman yang akan di terima manusia di akhirat.

Sebenarnya wahyu secara tidak langsung adalah senjata yang diberikan allah kepada nabi-nabiNYA untuk melindungi diri dan pengikutnya dari ancaman orang-orang yang tak menyukai keberadaanya. Dan sebagai bukti bahwa beliau adalah utusan sang pencipta yaitu Allah SWT.

3. Kekuatan wahyu

Memang sulit saat ini membuktikan jika wahyu memiliki kekuatan, tetapi kita tidak mampu mengelak sejarah wahyu ada, oleh karna itu wahyu diyakini memiliki kekuatan karena beberapa faktor antara lain:

  1. Wahyu ada karena ijin dari Allah, atau wahyu ada karena pemberian Allah.
  2. Wahyu lebih condong melalui dua mukjizat yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah.
  3. Membuat suatu keyakinan pada diri manusia.
  4. Untuk memberi keyakinan yang penuh pada hati tentang adanya alam ghaib.
  5. Wahyu turun melalui para ucapan nabi-nabi.[2]

Akal

1. Pengertian Akal

Kata akal sudah menjadi kata Indonesia, berasal dari kata Arab al-‘Aql (العـقـل), yang dalam bentuk kata benda. Al-Qur’an hanya membawa bentuk kata kerjanya ‘aqaluuh (عـقـلوه) dalam 1 ayat, ta’qiluun (تعـقـلون) 24 ayat, na’qil (نعـقـل) 1 ayat, ya’qiluha (يعـقـلها) 1 ayat dan ya’qiluun (يعـقـلون) 22 ayat, kata-kata itu datang dalam arti faham dan mengerti. Maka dapat diambil arti bahwa akal adalah peralatan manusia yang memiliki fungsi untuk membedakan yang salah dan yang benar serta menganalisis sesuatu yang kemampuanya sangat luas.

Dalam pemahaman Prof. Izutzu, kata ‘aql di zaman jahiliyyah dipakai dalam arti kecerdasan praktis (practical intelligence) yang dalam istilah psikologi modern disebut kecakapan memecahkan masalah (problem-solving capacity). Orang berakal, menurut pendapatnya adalah orang yang mempunyai kecakapan untuk menyelesaikan masalah. Bagaimana pun kata ‘aqala mengandung arti mengerti, memahami dan berfikir. Sedangkan Muhammad Abduh berpendapat bahwa akal adalah: sutu daya yang hanya dimiliki manusia dan oleh karena itu dialah yang memperbedakan manusia dari mahluk lain.[3]

2. Fungsi Akal

Akal banyak memiliki fungsi dalam kehidupan, antara lain:

  1. Sebagai tolak ukur akan kebenaran dan kebatilan.
  2. Sebagai alat untuk menemukan solusi ketika permasalahan datang.
  3. Sebagai alat untuk mencerna berbagai hal dan cara tingkah laku yang benar.

Dan masih banyak lagi fungsi akal, karena hakikat dari akal adalah sebagai mesin penggerak dalam tubuh yang mengatur dalam berbagai hal yang akan dilakukan setiap manusia yang akan meninjau baik, buruk dan akibatnya dari hal yang akan dikerjakan tersebut. Dan  Akal adalah jalan untuk memperoleh iman sejati, iman tidaklah sempurna kalau tidak didasarkan akal iman harus berdasar pada keyakinan, bukan pada pendapat dan akalah yang menjadi sumber keyakinan pada tuhan.

3. Kekuatan Akal

Tak seperti wahyu, kekuatan akal lebih terlihat jelas dan mudah dimengerti, seperti contoh:

  1. Mengetahui tuhan dan sifat-sifatnya.
  2. Mengetahui adanya hidup akhirat.
  3. Mengetahui bahwa kebahagian jiwa di akhirat bergantung pada mengenal tuhan dan berbuat baik, sedang kesngsaran tergantung pada tidak mengenal tuhan dan pada perbuatan jahat.
  4. Mengetahui wajibnya manusia mengenal tuhan.
  5. Mengetahui wajibnya manusia berbuat baik dan wajibnya ia mnjauhi perbuatan jahat untuk kebahagiannya di akhirat.
  6. Membuat hukum-hukum mengenai kewajiban-kewajiban itu.

[1]Nasution, Harun Teologi Islam (Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan), (Jakarta: UI Press,1986), h. 34

[2] ibid

[3] www.google.com

Baca Juga: