Menu Tutup

Zina : Pengertian, Status Hukum, Dasar Penetapan Hukum, Macam-Macam, Had dan Hikmahnya

Pengertian Zina

Secara bahasa zina adalah perbuatan dengan cara memasukkan alat kelamin laki-laki ke dalam alat kelamin perempuan yang mendatangkan syahwat, dalam persetubuhan yang haram, yang tidak terikat oleh hubungan pernikahan yang sah. Maksud dari perempuan yang mendatangkan syahwat adalah seorang yang berjenis kelamin perempuan baik yang dewasa (baligh) ataupun yang masih kecil.

Dari pengertian ini bisa disimpulkan bahwa persetubuhan dengan hewan ataupun mayat tidak bisa dikategorikan zina. Pelaku tindak keji tersebut tidak terkena had. Walaupun demikian, hakim atau penguasa berhak men-ta’zir (menghukumnya dengan pertimbangan maslahat) hingga ia jera dan menyadari bahwa perbuatan menyetubuhi hewan ataupun mayat adalah tindakan haram yang harus dihindari.

Adapun maksud dari persetubuhan yang haram menurut zat perbuatannya adalah hubungan seksual antara laki-laki dan perempuan yang bukan suami istri (hubungan seksual di luar pernikahan atau perkawinan yang sah).

Sedangkan maksud dari “bukan karena syubhat” adalah perzinaan yang terjadi bukan karena seorang laki-laki mengira bahwa wanita yang ia setubuhi adalah pasangan yang sah untuknya, seperti istrinya. Jika seorang laki-laki menyetubuhi seorang wanita yang ia kira adalah istrinya, maka had tidak dikenakan untuknya.

Status Hukum Zina

Para ulama sepakat bahwa zina hukumnya haram dan termasuk salah satu bentuk dosa besar. Allah Swt. berfirman:

Artinya: “Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu perbuatan yang keji, dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra’:32)

Di antara hadis tentang keharaman zina yang diriwayatkan Abdullah bin Mas’ud berikut:

Artinya: “Saya (Abdullah Ibnu Mas’ud) bertanya: “Ya Rasulullah dosa apakah yang paling besar?” Nabi menjawab: “Engkau menyediakan sekutu bagi Allah Swt., padahal dia menciptakan kamu.” Saya bertanya lagi: ”Kemudian (dosa) apalagi?” Nabi menjawab: ”Engkau membunuh anakmu karena khawatir jatuh miskin” Saya bertanya lagi: “Kemudian apalagi?” Beliau menjawab: “Engkau berzina dengan istri tetanggamu.” (HR.Bukhari dan Muslim)

Dasar Penetapan Hukum Zina

Penerapan had bagi yang melakukan perbuatan zina (laki-laki dan perempuan) dapat dilaksanakan jika tertuduh diyakini benar-benar telah melakukan perzinaan. Untuk itu diperlukan penetapan secara syara’. Namun Rasulullah sangat hati-hati dalam melaksanakan had zina ini. Beliau tidak akan melaksanakan had zina sebelum yakin bahwa tertuduh benar-benar berbuat zina.

Berikut dasar-dasar yang dapat digunakan untuk menetapkan bahwa seseorang telah benar-benar berbuat zina:

  1. Adanya empat orang saksi laki-laki yang Kesaksian mereka harus sama

dalam hal tempat, waktu, pelaku dan cara melakukannya. Firman Allah SWT:

Artinya: “Dan (terhadap) wanita yang mengerjakan perbuatan keji (berzina) hendaklah ada empat orang saksi diantara kamu (yang menyaksikannya).”(QS. An- Nisa’:15)

  1. Pengakuan pelaku zina, sebagaimana dijelaskan dalam hadis Jabir bin Abdillah a. berikut ini:

Artinya: “Dari Jabir bin Abdullah al-Anshari ra. Bahwa seorang laki-laki dari Bani Aslam datang kepada Rasulullah dan menceritakan bahwa ia telah berzina. Pengakuan ini diucapkan empat kali. Kemudian Rasul menyuruh supaya orang tersebut dirajam dan orang tersebut adalah muhshan.” (HR. al-Bukhari)

Sebagian ulama berpendapat bahwa kehamilan perempuan tanpa suami dapat dijadikan dasar penetapan perbuatan zina. Akan tetapi Jumhur Ulama’ berpendapat sebaliknya. Kehamilan saja tanpa pengakuan atau kesaksian empat orang yang adil tidak dapat dijadikan dasar penetapan zina.

Had zina dapat dijatuhkan terhadap pelakunya, jika telah terpenuhi syarat- syarat sebagai berikut :

  1. Pelaku zina sudah baligh dan berakal
  2. Perbuatan zina dilakukan tanpa paksaan
  3. Pelaku zina mengetahui bahwa konsekuensi dari perbuatan zina adalah had
  4. Telah diyakini secara syara’ bahwa pelaku tindak zina benar-benar melakukan perbuatan keji

Macam-macam Zina dan Had-nya

Dalam kajian Fikih, zina dapat dibedakan menjadi dua, pertama: zina mukhshan, dan kedua: zina ghairu mukhshan.

  1. Zina Mukhshan yaitu perbuatan zina yang dilakukan oleh seorang yang sudah menikah. Ungkapan “seorang yang sudah menikah” mencakup suami, istri, janda, atau duda. Had (hukuman) yang diberlakukan kepada pezina mukhshan adalah

Teknis penerapan hukuman rajam yaitu, pelaku zina mukhshan dilempari batu yang berukuran sedang hingga benar-benar mati. Batu yang digunakan tidak boleh terlalu kecil sehingga memperlama proses kematian dan hukuman. Sebagaimana juga tidak dibolehkan merajam dengan batu besar hingga menyebabkan kematian seketika yang dengan itu tujuan “memberikan pelajaran” kepada pezina mukhshon tidak tercapai.

  1. Zina Ghairu Mukhshan yaitu zina yang dilakukan oleh seseorang yang belum pernah menikah. Para ahli fikih sepakat bahwa had (hukuman) bagi pezina ghairu mukhshan baik laki-laki ataupun perempuan adalah cambukan sebanyak 100

Adapun hukuman pengasingan (taghrib/nafyun) para ahli fikih berselisih pendapat.

  • Imam Syafi’i dan imam Ahmad berpendapat bahwa had bagi pezina ghairu mukhshan adalah cambu sebanyak 100 kali dan pengasingan selama 1
  • Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa had bagi pezina ghairu mukhshan hanya cambuk sebanyak 100 Pengasingan menurut Abu Hanifah hanyalah hukuman tambahan yang kebijakan sepenuhnya dipasrahkan kepada hakim. Jika hakim memutuskan hukuman tambahan tersebut kepada pezina ghairu mukhshan, maka pengasingan masuk dalam kategori ta’zir bukan had.
  • Imam Malik dan Imam Auza’i berpendapat bahwa had bagi pezina laki- laki merdeka ghairu mukhshan adalah cambukan sebanyak 100 kali dan pengasingan selama 1 tahun. Adapun pezina perempuan merdeka ghairu mukhshan hadnya hanya cambukan 100 Ia tidak diasingkan karena wanita adalah aurat dan kemungkinan ia dilecehkan di luar wilayahnya.
  • Dalil yang menegaskan bahwa pezina ghairu mukhshan dikenai had berupa cambuk 100 kali dan pengasingan adalah;
  • Firman Allah dalam surat an-Nur ayat 2:

Artinya: “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina maka deralah pada tiap-tiap dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada mereka mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari akhir, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman.” (QS. An-Nur : 2)

  • Sabda Rasulullah SAW:

Artinya: “ Dari Zaid bin Khalid Al-Juhaini, dia berkata : “Saya mendengar Nabi menyuruh agar orang yang berzina dan ia bukan muhshan, didera 100 kali dan diasingkan selama satu tahun.”(HR.al-Bukhari)

Hikmah Diharamkannya Zina

Zina merupakan sumber berbagai tindak kemaksiatan. Di antara hikmah terpenting diharamkannya zina adalah:

  1. Memelihara dan menjaga keturunan dengan Karena anak hasil perzinaan pada umumnya kurang terpelihara dan terjaga.
  2. Menjaga harga diri dan kehormatan
  3. Menjaga ketertiban dan keteraturan rumah tangga
  4. Memunculkan rasa kasih sayang terhadap anak yang dilahirkan dari pernikahan

Baca Juga: