Menu Tutup

Alasan Mengapa Beberapa Ulama Menganggap Go-Food Haram

Layanan pemesanan makanan daring seperti Go-Food telah menjadi bagian integral dari kehidupan modern di Indonesia. Namun, muncul pertanyaan mengenai kehalalan transaksi yang terjadi melalui platform ini. Beberapa ulama berpendapat bahwa penggunaan Go-Food dapat dianggap haram berdasarkan beberapa alasan berikut:

1. Penggabungan Dua Akad dalam Satu Transaksi

Dalam Islam, terdapat larangan menggabungkan dua akad (perjanjian) dalam satu transaksi, yang dikenal sebagai “ba’iatain fi ba’iah”. Hadis Nabi Muhammad SAW menyatakan:

“Rasulullah SAW melarang dua jual beli dalam satu transaksi.”

Beberapa ulama menafsirkan bahwa dalam layanan Go-Food, terdapat dua akad:

  1. Akad Utang Piutang: Ketika driver membayar terlebih dahulu makanan yang dipesan oleh konsumen.
  2. Akad Jasa (Ijarah): Ketika driver mengantarkan makanan kepada konsumen.

Penggabungan kedua akad ini dalam satu transaksi dianggap melanggar prinsip syariah oleh sebagian ulama.

2. Unsur Riba dalam Transaksi

Beberapa ulama berpendapat bahwa terdapat unsur riba dalam transaksi Go-Food. Hal ini terjadi ketika driver membayar terlebih dahulu (memberikan pinjaman) untuk makanan yang dipesan, kemudian konsumen membayar kembali dengan tambahan biaya jasa. Tambahan biaya ini dianggap sebagai bunga atas pinjaman, yang dilarang dalam Islam.

3. Ketidakjelasan dalam Akad (Gharar)

Ketidakjelasan atau gharar dalam transaksi juga menjadi perhatian. Dalam konteks Go-Food, ketidakjelasan dapat terjadi terkait:

  • Harga Makanan: Perbedaan harga antara yang tertera di aplikasi dan yang sebenarnya di restoran.
  • Biaya Layanan: Ketidakjelasan mengenai komponen biaya yang dibebankan kepada konsumen.

Ketidakjelasan ini dapat menyebabkan transaksi menjadi tidak sah menurut hukum Islam.

4. Larangan Menggabungkan Jual Beli dan Utang

Hadis lain menyebutkan larangan menggabungkan jual beli dengan utang dalam satu transaksi:

“Rasulullah SAW melarang menggabungkan antara akad jual-beli dan akad utang.”

Dalam layanan Go-Food, driver membeli makanan atas nama konsumen (jual beli) dan pada saat yang sama memberikan pinjaman dengan membayar terlebih dahulu. Penggabungan ini dianggap melanggar prinsip syariah oleh sebagian ulama.

Kesimpulan

Meskipun layanan seperti Go-Food menawarkan kemudahan dalam pemesanan makanan, beberapa ulama menganggap bahwa terdapat aspek-aspek dalam transaksi tersebut yang tidak sesuai dengan prinsip syariah, seperti penggabungan akad, unsur riba, ketidakjelasan, dan penggabungan jual beli dengan utang. Oleh karena itu, penting bagi umat Islam untuk memahami dan mempertimbangkan pandangan ulama serta prinsip syariah dalam menggunakan layanan tersebut.

Untuk penjelasan lebih lanjut, Anda dapat merujuk pada video berikut:

Daftar Pustaka

  1. Chanel Muslim. (n.d.). Hukum Go-Food dalam Islam. Diakses dari https://chanelmuslim.com/syariah/hukum-go-food-dalam-islam
  2. Konsultasi Syariah. (n.d.). Hukum Go-Food dan Riba. Diakses dari https://konsultasisyariah.com/28865-hukum-go-food-dan-riba.html
  3. Universitas An-Nur. (n.d.). Hukum Go-Food: Haram atau Tidak?. Diakses dari https://an-nur.ac.id/hukum-go-food-haram-atau-tidak/
  4. Nahdlatul Ulama (NU) Online. (n.d.). Hukum Transaksi Pemesanan Via Aplikasi Online Ala Go-Food. Diakses dari https://islam.nu.or.id/ekonomi-syariah/hukum-transaksi-pemesanan-via-aplikasi-online-ala-go-food-CKWfv
  5. YouTube. Fatwa AL Irsyad Mengenai Hukum Go FOOD dalam Islam. Diakses dari https://www.youtube.com/watch?v=gGzawuUg7_I

Lainnya