Menu Tutup

Evolusi Tumbuhan Akuatik ke Terrestrial : Sejarah dan Dampak

Tumbuhan merupakan salah satu kelompok makhluk hidup yang memiliki peran penting dalam kehidupan di bumi. Tumbuhan tidak hanya menghasilkan oksigen yang dibutuhkan oleh hewan dan manusia, tetapi juga menjadi sumber makanan, obat-obatan, bahan bakar, dan bahan industri. Tumbuhan juga berkontribusi dalam menjaga keseimbangan lingkungan, seperti mengikat karbon dioksida, mencegah erosi tanah, dan menyediakan habitat bagi berbagai organisme lain.

Namun, tumbuhan yang kita lihat sekarang tidak selalu berbentuk seperti itu. Tumbuhan mengalami proses evolusi yang panjang dan kompleks sejak munculnya kehidupan di bumi sekitar 3,5 miliar tahun yang lalu. Evolusi tumbuhan melibatkan perubahan-perubahan struktural, fisiologis, kimiawi, dan reproduktif yang memungkinkan tumbuhan untuk beradaptasi dengan berbagai kondisi lingkungan.

Salah satu peristiwa evolusi tumbuhan yang paling penting adalah transisi dari tumbuhan akuatik ke terrestrial, yaitu dari tumbuhan yang hidup di air ke tumbuhan yang hidup di darat. Transisi ini terjadi sekitar 475 juta tahun yang lalu pada periode Ordovisium1. Transisi ini membawa dampak besar bagi perkembangan keanekaragaman hayati dan ekosistem di darat.

Berikut ini adalah beberapa sub judul yang dapat digunakan untuk membahas evolusi tumbuhan akuatik ke terrestrial:

  • Asal Mula Tumbuhan Akuatik
  • Faktor-faktor yang Mendorong Transisi dari Akuatik ke Terrestrial
  • Adaptasi-adaptasi Tumbuhan Terrestrial
  • Kelompok-kelompok Tumbuhan Terrestrial
  • Dampak Transisi dari Akuatik ke Terrestrial bagi Kehidupan di Bumi

Asal Mula Tumbuhan Akuatik

Tumbuhan akuatik adalah tumbuhan yang hidup di dalam atau di permukaan air, baik air tawar maupun air laut. Tumbuhan akuatik merupakan kelompok tumbuhan tertua yang ada di bumi. Menurut teori endosimbiotik, tumbuhan berasal dari sel-sel prokariotik yang bersimbiosis dengan bakteri fotosintetik2. Bakteri fotosintetik ini kemudian berkembang menjadi kloroplas, yaitu organel yang bertanggung jawab untuk melakukan fotosintesis pada sel-sel tumbuhan.

Tumbuhan akuatik pertama kali muncul sekitar 1,2 miliar tahun yang lalu pada periode Proterozoikum3. Tumbuhan akuatik ini termasuk dalam kelompok alga, yaitu organisme bersel satu atau banyak yang memiliki klorofil dan dapat melakukan fotosintesis. Alga terdiri dari berbagai macam jenis, seperti alga hijau, alga merah, alga coklat, alga biru-hijau, dan lain-lain. Alga hijau (Chlorophyta) diyakini sebagai nenek moyang dari semua tumbuhan darat.

Faktor-faktor yang Mendorong Transisi dari Akuatik ke Terrestrial

Transisi dari tumbuhan akuatik ke terrestrial tidak terjadi secara spontan, tetapi dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik internal maupun eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berkaitan dengan sifat-sifat genetik dan fisiologis dari tumbuhan itu sendiri. Faktor eksternal adalah faktor yang berkaitan dengan kondisi lingkungan tempat tumbuhan hidup.

Beberapa faktor internal yang mendorong transisi dari akuatik ke terrestrial adalah:

  • Variasi genetik: Variasi genetik adalah perbedaan-perbedaan sifat antara individu-individu dalam suatu populasi. Variasi genetik dapat terjadi karena mutasi, rekombinasi, atau migrasi gen. Variasi genetik menyediakan bahan dasar untuk seleksi alam, yaitu proses dimana individu-individu dengan sifat-sifat yang lebih sesuai dengan lingkungan akan memiliki peluang lebih besar untuk bertahan hidup dan bereproduksi. Variasi genetik memungkinkan tumbuhan untuk menghasilkan sifat-sifat baru yang dapat membantu mereka beradaptasi dengan lingkungan darat.
  • Diferensiasi sel: Diferensiasi sel adalah proses dimana sel-sel yang awalnya sama menjadi berbeda-beda dalam bentuk dan fungsi. Diferensiasi sel terjadi karena ekspresi gen yang berbeda-beda pada setiap sel. Diferensiasi sel memungkinkan tumbuhan untuk membentuk jaringan-jaringan dan organ-organ yang spesifik, seperti akar, batang, daun, bunga, dan biji. Jaringan-jaringan dan organ-organ ini memiliki fungsi-fungsi tertentu yang dapat meningkatkan kemampuan tumbuhan untuk hidup di darat, seperti penyerapan air dan mineral, transportasi zat-zat, fotosintesis, reproduksi, dan dispersi.
  • Poliploidi: Poliploidi adalah kondisi dimana sel-sel memiliki lebih dari dua set kromosom. Poliploidi dapat terjadi karena kesalahan pada pembelahan sel atau hibridisasi antara spesies yang berbeda. Poliploidi dapat meningkatkan variasi genetik dan ukuran sel-sel tumbuhan. Poliploidi juga dapat meningkatkan toleransi tumbuhan terhadap stres lingkungan, seperti suhu, kekeringan, salinitas, dan patogen.
Baca Juga:  Transformasi Indonesia: Dari Kemerdekaan hingga Reformasi

Beberapa faktor eksternal yang mendorong transisi dari akuatik ke terrestrial adalah:

  • Perubahan iklim: Perubahan iklim adalah perubahan-perubahan pada kondisi cuaca rata-rata di suatu wilayah atau di seluruh bumi dalam jangka waktu yang lama. Perubahan iklim dapat disebabkan oleh faktor-faktor alami, seperti variasi orbit bumi, aktivitas gunung berapi, dan variasi matahari, atau oleh faktor-faktor antropogenik, seperti emisi gas rumah kaca, penggundulan hutan, dan polusi. Perubahan iklim dapat mempengaruhi ketersediaan air, suhu udara, intensitas cahaya matahari, dan komposisi atmosfer di suatu wilayah. Perubahan iklim dapat mendorong tumbuhan untuk mencari lingkungan yang lebih sesuai dengan kebutuhan mereka, termasuk lingkungan darat.
  • Persaingan: Persaingan adalah interaksi antara individu-individu atau spesies-spesies yang memperebutkan sumber daya yang terbatas. Sumber daya yang dapat menjadi objek persaingan antara lain adalah ruang hidup, air, nutrisi, cahaya matahari, dan pasangan seksual. Persaingan dapat mengurangi kemampuan individu atau spesies untuk bertahan hidup dan bereproduksi. Persaingan dapat mendorong tumbuhan untuk mencari lingkungan yang kurang bersaing atau memiliki sumber daya yang lebih melimpah, termasuk lingkungan darat.
  • Kolonisasi: Kolonisasi adalah proses dimana individu-individu atau spesies-spesies menyebar ke wilayah-wilayah baru yang sebelumnya tidak dihuni atau jarang dihuni oleh mereka. Kolonisasi dapat terjadi karena faktor-faktor biotik, seperti dispersi biji oleh angin, air, hewan, atau manusia, atau karena faktor-faktor abiotik, seperti pergerakan lempeng bumi, perubahan permukaan laut, atau perubahan iklim. Kolonisasi dapat memberikan peluang bagi tumbuhan untuk mengeksplorasi lingkungan baru yang memiliki sumber daya yang berbeda atau lebih banyak dari lingkungan asal mereka, termasuk lingkungan darat.

Adaptasi-adaptasi Tumbuhan Terrestrial

Tumbuhan terrestrial adalah tumbuhan yang hidup di darat atau di permukaan tanah. Tumbuhan terrestrial menghadapi tantangan-tantangan yang berbeda dari tumbuhan akuatik, seperti kekurangan air, perbedaan tekanan osmotik, perubahan suhu udara, radiasi ultraviolet (UV), gravitasi, dan herbivori. Untuk mengatasi tantangan-tantangan ini, tumbuhan terrestrial mengembangkan adaptasi-adaptasi yang dapat membantu mereka bertahan hidup dan bereproduksi di lingkungan darat.

Beberapa adaptasi tumbuhan terrestrial adalah:

  • Kutikula: Kutikula adalah lapisan lilin yang menutupi permukaan epidermis tumbuhan. Kutikula berfungsi untuk mengurangi penguapan air dari permukaan tumbuhan, sehingga mencegah dehidrasi. Kutikula juga berfungsi sebagai pelindung dari infeksi mikroba, serangan herbivora, dan radiasi UV.
  • Stomata: Stomata adalah lubang-lubang kecil yang terdapat pada permukaan daun atau batang tumbuhan. Stomata berfungsi untuk memungkinkan pertukaran gas antara tumbuhan dan udara, yaitu masuknya karbon dioksida dan keluarnya oksigen. Stomata juga berfungsi untuk mengatur transpirasi, yaitu penguapan air dari permukaan tumbuhan. Stomata dapat membuka dan menutup sesuai dengan kondisi lingkungan, seperti kelembaban, suhu, dan intensitas cahaya.
  • Xilem dan Floem: Xilem dan floem adalah jaringan-jaringan pengangkut yang terdapat pada batang tumbuhan. Xilem berfungsi untuk mengangkut air dan mineral dari akar ke bagian-bagian lain tumbuhan. Floem berfungsi untuk mengangkut hasil fotosintesis, yaitu gula dan senyawa organik lainnya, dari daun ke bagian-bagian lain tumbuhan. Xilem dan floem memungkinkan tumbuhan untuk mendistribusikan zat-zat yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan metabolisme.
  • Lignin: Lignin adalah senyawa organik kompleks yang memberikan kekuatan dan kekakuan pada dinding sel tumbuhan. Lignin berfungsi untuk menopang struktur tubuh tumbuhan, terutama pada tumbuhan yang tinggi dan berkayu. Lignin juga berfungsi sebagai pelindung dari serangan mikroba dan herbivora, serta sebagai antioksidan yang melindungi sel-sel tumbuhan dari kerusakan akibat radikal bebas.
  • Spora dan Biji: Spora dan biji adalah struktur-struktur reproduktif yang dihasilkan oleh tumbuhan. Spora adalah sel-sel haploid yang dapat berkembang menjadi individu baru tanpa fertilisasi. Biji adalah struktur yang terdiri dari embrio (calon individu baru), endosperm (cadangan makanan), dan kulit biji (pelindung). Spora dan biji berfungsi untuk memungkinkan tumbuhan untuk berkembang biak secara aseksual atau seksual, serta untuk menyebar ke wilayah-wilayah baru dengan bantuan angin, air, hewan, atau manusia.
Baca Juga:  Pondasi Batu Kali: Jenis, Pembuatan, Perawatan, Studi Kasus, dan Pertimbangan Penggunaan untuk Konstruksi Modern

Kelompok-kelompok Tumbuhan Terrestrial

Tumbuhan terrestrial dapat dibagi menjadi beberapa kelompok berdasarkan karakteristik morfologi, anatomi, fisiologi, reproduksi, dan evolusi mereka. Beberapa kelompok tumbuhan terrestrial adalah:

  • Briofita: Briofita adalah kelompok tumbuhan yang tidak memiliki jaringan pengangkut (xilem dan floem), akar sejati, batang sejati, atau daun sejati. Briofita memiliki struktur yang disebut rizoid yang berfungsi untuk menempel pada substrat dan menyerap air dan mineral. Briofita juga memiliki struktur yang disebut kapsul yang berisi spora sebagai alat reproduksi. Contoh briofita adalah lumut (Bryophyta), hati-hati (Hepaticophyta), dan tanduk (Anthocerotophyta).
  • Pteridofita: Pteridofita adalah kelompok tumbuhan yang memiliki jaringan pengangkut (xilem dan floem), akar sejati, batang sejati, dan daun sejati. Pteridofita memiliki struktur yang disebut sporangium yang berisi spora sebagai alat reproduksi. Pteridofita juga memiliki siklus hidup yang disebut metagenesis, yaitu bergantian antara fase sporofit (tumbuhan berumah dua) dan fase gametofit (tumbuhan berumah satu). Contoh pteridofita adalah paku-pakuan (Pteridophyta), lumut pohon (Lycophyta), dan ekor kuda (Sphenophyta).
  • Spermatofita: Spermatofita adalah kelompok tumbuhan yang menghasilkan biji sebagai alat reproduksi. Spermatofita memiliki struktur yang disebut bunga yang berfungsi untuk menghasilkan serbuk sari (mikrospora) dan ovul (makrospora). Spermatofita juga memiliki siklus hidup yang disebut metagenesis, tetapi fase gametofit sangat tereduksi dan tergantung pada fase sporofit. Spermatofita dapat dibagi menjadi dua subkelompok, yaitu Gymnospermae (tumbuhan berbiji terbuka) dan Angiospermae (tumbuhan berbiji tertutup).
    • Gymnospermae: Gymnospermae adalah subkelompok spermatofita yang bijinya tidak terbungkus oleh ovarium. Gymnospermae memiliki struktur yang disebut strobilus yang berfungsi untuk menghasilkan serbuk sari dan ovul. Gymnospermae juga memiliki daun yang biasanya berbentuk jarum atau sisik. Contoh gymnospermae adalah pinus (Pinophyta), cemara (Cupressophyta), ginkgo (Ginkgophyta), dan cycas (Cycadophyta).
    • Angiospermae: Angiospermae adalah subkelompok spermatofita yang bijinya terbungkus oleh ovarium. Angiospermae memiliki struktur yang disebut bunga yang berfungsi untuk menghasilkan serbuk sari dan ovul. Angiospermae juga memiliki daun yang biasanya berbentuk datar atau lebar. Contoh angiospermae adalah rumput-rumputan (Poaceae), kacang-kacangan (Fabaceae), bunga matahari (Asteraceae), dan mawar (Rosaceae).
Baca Juga:  Manfaat Sejarah dari Segi Edukatif: Meningkatkan Kemampuan Berpikir, Pengetahuan, Rasa Nasionalisme, Inspirasi, dan Toleransi

Dampak Transisi dari Akuatik ke Terrestrial bagi Kehidupan di Bumi

Transisi dari tumbuhan akuatik ke terrestrial membawa dampak besar bagi perkembangan keanekaragaman hayati dan ekosistem di darat. Beberapa dampak transisi dari akuatik ke terrestrial adalah:

  • Meningkatkan ketersediaan oksigen: Tumbuhan terrestrial dapat melakukan fotosintesis dengan lebih efisien daripada tumbuhan akuatik, karena mereka tidak terbatas oleh ketersediaan cahaya matahari, karbon dioksida, dan nutrisi di air. Tumbuhan terrestrial dapat menghasilkan oksigen dengan lebih banyak dan melepaskannya ke udara. Oksigen ini dapat digunakan oleh hewan dan manusia untuk bernapas, serta oleh bakteri aerob untuk mendegradasi bahan organik.
  • Mengurangi konsentrasi karbon dioksida: Tumbuhan terrestrial dapat menyerap karbon dioksida dari udara dengan lebih banyak daripada tumbuhan akuatik, karena mereka tidak terbatas oleh ketersediaan karbon dioksida di air. Tumbuhan terrestrial dapat menyimpan karbon dioksida dalam bentuk gula dan senyawa organik lainnya, atau dalam bentuk biomassa seperti kayu. Karbon dioksida ini dapat mengurangi efek rumah kaca, yaitu fenomena dimana gas-gas tertentu menyerap panas dari matahari dan mencegahnya keluar dari atmosfer.
  • Membentuk tanah: Tumbuhan terrestrial dapat membentuk tanah dengan cara-cara berikut:
    • Mengikat partikel-partikel tanah dengan akar mereka, sehingga mencegah erosi oleh angin atau air.
    • Menyediakan bahan organik bagi tanah, seperti daun, ranting, akar, dan tubuh tumbuhan yang mati dan membusuk. Bahan organik ini dapat meningkatkan kesuburan, porositas, dan kapasitas menahan air tanah.
    • Menyediakan habitat bagi mikroorganisme, seperti bakteri, jamur, protozoa, dan nematoda, yang berperan dalam siklus nutrisi dan dekomposisi bahan organik di tanah.
    • Menyediakan habitat bagi hewan-hewan tanah, seperti cacing tanah, serangga, siput, dan tikus, yang berperan dalam menggemburkan, mengaduk, dan mengaerasi tanah.
  • Membentuk ekosistem: Tumbuhan terrestrial dapat membentuk ekosistem dengan cara-cara berikut:
    • Menjadi produsen primer, yaitu organisme yang dapat mengubah energi matahari menjadi energi kimia melalui fotosintesis. Produsen primer menyediakan makanan bagi konsumen primer (herbivora), konsumen sekunder (karnivora), dan konsumen tersier (pemangsa puncak) dalam rantai makanan.
    • Menjadi komponen biotik, yaitu organisme yang hidup dan berinteraksi satu sama lain dalam suatu ekosistem. Komponen biotik dapat dibagi menjadi beberapa tingkatan trofik, yaitu produsen, konsumen, dan pengurai. Komponen biotik dapat mempengaruhi struktur dan fungsi ekosistem melalui interaksi seperti simbiosis, kompetisi, predasi, herbivori, dan polinasi.
    • Menjadi komponen abiotik, yaitu faktor-faktor fisik dan kimia yang mempengaruhi kehidupan organisme dalam suatu ekosistem. Komponen abiotik meliputi cahaya matahari, suhu udara, kelembaban udara, curah hujan, ketinggian tempat, jenis tanah, dan kualitas air. Komponen abiotik dapat mempengaruhi distribusi dan adaptasi tumbuhan di berbagai wilayah.
Posted in Ragam

Artikel Terkait: