Menu Tutup

Filsafat Pancasila sebagai Genetivus Objectivus dan Genetivus Subjectivus

Filsafat adalah ilmu yang mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan mendasar tentang hakikat, asal-usul, tujuan, dan nilai-nilai kehidupan manusia. Filsafat juga merupakan cara berpikir yang kritis, sistematis, rasional, dan reflektif untuk mencari kebenaran dan kebijaksanaan. Filsafat memiliki berbagai cabang, seperti metafisika, epistemologi, etika, estetika, logika, dll1.

Pancasila adalah dasar negara dan ideologi bangsa Indonesia yang terdiri dari lima sila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan Yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, dan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Pancasila merupakan hasil perumusan dari nilai-nilai luhur yang hidup dalam masyarakat Indonesia sejak zaman pra-kolonial hingga zaman kemerdekaan2.

Pengertian Filsafat Pancasila sebagai Genetivus Objectivus dan Genetivus Subjectivus

Filsafat Pancasila merupakan istilah yang mengemuka dalam dunia akademis. Ada dua pendekatan yang berkembang dalam pengertian filsafat Pancasila, yaitu Pancasila sebagai genetivus objectivus dan Pancasila sebagai genetivus subjectivus3.

Pancasila sebagai genetivus objectivus artinya nilai-nilai Pancasila dijadikan sebagai objek yang dicari landasan filosofisnya berdasarkan sistem-sistem dan cabang-cabang filsafat yang berkembang di Barat. Pendekatan ini bertujuan untuk menemukan kesesuaian antara nilai-nilai Pancasila dengan nilai-nilai universal yang dianut oleh berbagai aliran filsafat4.

Pancasila sebagai genetivus subjectivus artinya nilai-nilai Pancasila dipergunakan untuk mengkritisi berbagai aliran filsafat yang berkembang, baik untuk menemukan hal-hal yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila maupun untuk melihat nilai-nilai yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Pendekatan ini bertujuan untuk menegaskan identitas dan kedaulatan bangsa Indonesia dalam menghadapi tantangan globalisasi dan modernisasi.

Contoh-Contoh Pendekatan Filsafat yang Digunakan untuk Menganalisis Nilai-Nilai Pancasila sebagai Genetivus Objectivus

Salah satu contoh pendekatan filsafat yang digunakan untuk menganalisis nilai-nilai Pancasila sebagai genetivus objectivus adalah pendekatan substansialistik. Pendekatan ini berangkat dari pandangan bahwa ada suatu substansi atau kandungan hakiki yang menjadi dasar dari segala sesuatu yang ada. Substansi ini bersifat tetap, abadi, dan tidak tergantung pada kondisi empiris.

Baca Juga:  Luksemburg Unggul, Ini Daftar 7 Negara dengan Gaji Guru Tertinggi di Dunia

Dalam konteks filsafat Pancasila, pendekatan substansialistik menganggap bahwa nilai-nilai Pancasila merupakan substansi atau kandungan hakiki dari bangsa Indonesia. Nilai-nilai Pancasila tidak dapat diubah atau diganti oleh nilai-nilai lain yang berasal dari luar. Nilai-nilai Pancasila juga tidak dapat disesuaikan dengan perkembangan zaman atau kepentingan pragmatis.

Kelebihan dari pendekatan substansialistik adalah dapat menjaga keutuhan dan keaslian nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi bangsa. Kelemahan dari pendekatan substansialistik adalah dapat menimbulkan sikap dogmatis, kaku, dan intoleran terhadap perbedaan pandangan atau aspirasi.

Contoh lain dari pendekatan filsafat yang digunakan untuk menganalisis nilai-nilai Pancasila sebagai genetivus objectivus adalah pendekatan eksistensialisme. Pendekatan ini berangkat dari pandangan bahwa manusia adalah makhluk yang memiliki kebebasan dan tanggung jawab untuk menentukan nasib dan makna hidupnya sendiri. Manusia tidak dapat mengandalkan suatu sistem atau otoritas yang mengatur hidupnya.

Dalam konteks filsafat Pancasila, pendekatan eksistensialisme menganggap bahwa nilai-nilai Pancasila merupakan pilihan dan komitmen yang dibuat oleh bangsa Indonesia dalam menghadapi situasi historis yang menentukan. Nilai-nilai Pancasila bukanlah sesuatu yang diberikan atau ditentukan oleh pihak lain, melainkan sesuatu yang dipertahankan dan diwujudkan oleh bangsa Indonesia sendiri.

Kelebihan dari pendekatan eksistensialisme adalah dapat menumbuhkan sikap kreatif, dinamis, dan mandiri dalam mengembangkan nilai-nilai Pancasila sesuai dengan tantangan zaman. Kelemahan dari pendekatan eksistensialisme adalah dapat menimbulkan sikap relativis, subjektif, dan individualis dalam memaknai nilai-nilai Pancasila tanpa memperhatikan konsensus nasional.

Contoh-Contoh Pendekatan Filsafat yang Digunakan untuk Mengkritisi Berbagai Aliran Filsafat yang Berkembang dengan Menggunakan Nilai-Nilai Pancasila sebagai Genetivus Subjectivus

Salah satu contoh pendekatan filsafat yang digunakan untuk mengkritisi berbagai aliran filsafat yang berkembang dengan menggunakan nilai-nilai Pancasila sebagai genetivus subjectivus adalah pendekatan determinisme. Pendekatan ini berangkat dari pandangan bahwa segala sesuatu yang terjadi di dunia ini sudah ditentukan oleh sebab-sebab yang pasti dan tak terelakkan. Manusia tidak memiliki kebebasan atau kemauan yang berpengaruh pada jalannya sejarah.

Baca Juga:  1 Oktober: Hari Kesaktian Pancasila, Bukan Tanggal Merah

Dalam konteks filsafat Pancasila, pendekatan determinisme dikritik karena bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, khususnya sila kedua tentang kemanusiaan yang adil dan beradab. Nilai-nilai Pancasila menegaskan bahwa manusia adalah makhluk yang memiliki martabat, hak, dan kewajiban yang harus dihormati dan dilindungi. Manusia juga memiliki potensi dan kemampuan untuk berkontribusi dalam pembangunan nasional.

Kelemahan dari pendekatan determinisme adalah dapat menimbulkan sikap pasif, fatalis, dan pesimis dalam menghadapi masalah-masalah sosial, politik, ekonomi, budaya, dll. Kelebihan dari pendekatan determinisme adalah dapat memberikan penjelasan rasional dan ilmiah tentang fenomena-fenomena alam atau masyarakat.

Contoh lain dari pendekatan filsafat yang digunakan untuk mengkritisi berbagai aliran filsafat yang berkembang dengan menggunakan nilai-nilai Pancasila sebagai genetivus subjectivus adalah pendekatan pragmatisme. Pendekatan ini berangkat dari pandangan bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini harus dinilai berdasarkan manfaat atau kegunaannya bagi manusia. Kebenaran atau kebaikan suatu hal ditentukan oleh hasil atau dampaknya pada praktik hidup manusia.

Dalam konteks filsafat Pancasila, pendekatan pragmatisme dikritik karena bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, khususnya sila pertama tentang ketuhanan yang maha esa. Nilai-nilai Pancasila menegaskan bahwa manusia adalah makhluk yang memiliki hubungan vertikal dengan Tuhan Yang Maha Esa, serta hubungan horizontal dengan sesama manusia dan alam semesta. Manusia tidak boleh hanya mementingkan kepentingan duniawi tanpa memperhatikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari Tuhan Yang Maha Esa.

Kelemahan dari pendekatan pragmatisme adalah dapat menimbulkan sikap materialis, hedonis, dan oportunis dalam menjalani hidup. Kelebihan dari pendekatan pragmatisme adalah dapat memberikan solusi-solusi konkret dan efektif untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi oleh manusia.

Landasan Ontologis, Epistemologis, dan Aksiologis dari Filsafat Pancasila sebagai Genetivus Subjectivus

Filsafat Pancasila sebagai genetivus subjectivus memiliki landasan ontologis, epistemologis, dan aksiologis yang khas dan berbeda dengan aliran-aliran filsafat lainnya. Landasan ontologis adalah pandangan tentang hakikat atau sifat dasar dari kenyataan yang ada. Landasan epistemologis adalah pandangan tentang sumber, metode, dan kriteria dari pengetahuan yang benar. Landasan aksiologis adalah pandangan tentang nilai-nilai yang harus dijunjung tinggi oleh manusia.

Baca Juga:  Pancasila dan Kesejahteraan Sosial: Menuju Masyarakat Adil dan Makmur

Landasan ontologis dari filsafat Pancasila sebagai genetivus subjectivus adalah pandangan bahwa kenyataan yang ada adalah hasil dari interaksi antara manusia dengan Tuhan, sesama manusia, dan alam semesta. Manusia bukanlah makhluk yang terisolasi atau terlepas dari lingkungannya, melainkan makhluk yang terbuka dan terlibat dalam hubungan-hubungan yang saling mempengaruhi. Manusia juga bukanlah makhluk yang pasif atau ditentukan oleh sebab-sebab luar, melainkan makhluk yang aktif dan berperan dalam menentukan nasibnya sendiri.

Landasan epistemologis dari filsafat Pancasila sebagai genetivus subjectivus adalah pandangan bahwa pengetahuan yang benar adalah pengetahuan yang berasal dari pengalaman empiris, rasionalitas logis, dan intuisi spiritual. Pengetahuan yang benar juga harus memenuhi kriteria kebenaran, keadilan, dan kebermanfaatan bagi manusia. Pengetahuan yang benar tidak bersifat absolut atau final, melainkan bersifat relatif dan dinamis sesuai dengan perkembangan zaman.

Landasan aksiologis dari filsafat Pancasila sebagai genetivus subjectivus adalah pandangan bahwa nilai-nilai yang harus dijunjung tinggi oleh manusia adalah nilai-nilai Pancasila itu sendiri. Nilai-nilai Pancasila mencerminkan nilai-nilai universal yang bersumber dari Tuhan Yang Maha Esa, serta nilai-nilai lokal yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia. Nilai-nilai Pancasila juga mencerminkan nilai-nilai humanis yang menghargai martabat manusia, serta nilai-nilai sosialis yang mengutamakan kepentingan bersama.

Penutup

Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan beberapa poin penting sebagai berikut:

  • Filsafat Pancasila merupakan ilmu yang mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan mendasar tentang hakikat, asal-usul, tujuan, dan nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi bangsa Indonesia.
  • Filsafat Pancasila memiliki dua pendekatan, yaitu Pancasila sebagai genetivus objectivus dan Pancasila sebagai genetivus subjectivus.
  • Pendekatan Pancasila sebagai genetivus objectivus berarti nilai-nilai Pancasila dijadikan sebagai objek yang dicari landasan filosofisnya berdasarkan sistem-sistem dan cabang-cabang filsafat yang berkembang di Barat.
  • Pendekatan Pancasila sebagai genetivus subjectivus berarti nilai-nilai Pancasila dipergunakan untuk mengkritisi berbagai aliran filsafat yang berkembang, baik untuk menemukan hal-hal yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila maupun untuk melihat nilai-nilai yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
  • Filsafat Pancasila sebagai genetivus subjectivus memiliki landasan ontologis, epistemologis, dan aksiologis yang khas dan berbeda dengan aliran-aliran filsafat lainnya.
Posted in Ragam

Artikel Terkait: