Menu Tutup

KDRT melanggar norma apa saja? Berikut Penjelasannya

Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah setiap perbuatan terhadap seseorang, terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga1.

KDRT merupakan pelanggaran terhadap martabat kemanusiaan serta bentuk diskriminasi dan pelanggaran hak-hak asasi manusia2. Oleh karena itu, KDRT melanggar berbagai norma yang berlaku di masyarakat, baik norma hukum, norma agama, norma kesusilaan, maupun norma kesopanan.

Norma Hukum

Norma hukum adalah kaidah yang dibuat oleh negara dan mengikat warga negara dalam pergaulan hidup bersama. Pelanggaran terhadap norma hukum dapat dikenakan sanksi berupa pidana atau denda.

Di Indonesia, KDRT diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT). UU ini mengatur tentang pencegahan, perlindungan korban, penindakan pelaku, serta pemulihan korban dan pelaku KDRT.

UU PKDRT mengatur beberapa bentuk kekerasan dalam rumah tangga, yaitu:

  • Kekerasan fisik: setiap tindakan yang mengakibatkan rasa sakit, luka, penyakit atau kematian.
  • Kekerasan seksual: setiap tindakan yang mengurangi atau menghilangkan kemampuan seseorang untuk mengendalikan hubungan seksual.
  • Kekerasan psikologis: setiap tindakan yang mengakibatkan rasa takut, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, perasaan tidak berdaya atau depresi.
  • Penelantaran rumah tangga: setiap tindakan yang mengakibatkan tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dalam rumah tangga.

UU PKDRT juga mengatur tentang sanksi pidana bagi pelaku KDRT. Berikut adalah tabel yang menunjukkan ancaman pidana bagi pelaku KDRT berdasarkan bentuk dan akibat kekerasannya3:

Bentuk Kekerasan Akibat Kekerasan Ancaman Pidana
Kekerasan fisik Luka ringan Pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp 15 juta
Kekerasan fisik Luka berat atau sakit Pidana penjara paling lama 10 tahun atau denda paling banyak Rp 30 juta
Kekerasan fisik Kematian Pidana penjara paling lama 15 tahun atau denda paling banyak Rp 45 juta
Kekerasan seksual Pidana penjara paling lama 12 tahun atau denda paling banyak Rp 36 juta
Kekerasan psikologis Pidana penjara paling lama 3 tahun atau denda paling banyak Rp 9 juta
Penelantaran rumah tangga Pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp 6 juta

Selain itu, pelaku KDRT juga dapat dijerat dengan pasal-pasal lain dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), seperti pasal tentang penganiayaan (Pasal 351-358), perkosaan (Pasal 285), pencabulan (Pasal 289-294), penghinaan (Pasal 310-321), pemerasan (Pasal 368), dan lain-lain.

Norma Agama

Norma agama adalah kaidah yang bersumber dari ajaran agama yang dianut oleh seseorang atau kelompok. Pelanggaran terhadap norma agama dapat dikenakan sanksi berupa teguran, pengucilan, atau hukuman sesuai dengan ketentuan agama masing-masing.

Di Indonesia, mayoritas penduduk beragama Islam. Dalam Islam, KDRT merupakan perbuatan yang dilarang dan bertentangan dengan ajaran Al-Qur’an dan Hadis. Allah SWT berfirman dalam surat An-Nisa ayat 19:

Wahai orang-orang yang beriman, tidak halal bagimu untuk mewarisi wanita (dengan paksa) dan janganlah kamu menyusahkan mereka dengan maksud hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali jika mereka telah melakukan perbuatan keji. Dan bergaullah dengan mereka secara ma’ruf. Jika kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah), karena boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.

Dalam ayat ini, Allah SWT melarang para suami untuk menyusahkan istri-istri mereka dengan maksud mengambil kembali mahar atau harta yang telah diberikan kepada mereka. Allah SWT juga memerintahkan para suami untuk bergaul dengan istri-istri mereka secara ma’ruf, yaitu dengan cara yang baik, adil, dan sopan. Jika para suami tidak menyukai istri-istri mereka, maka mereka harus bersabar dan tidak melakukan kekerasan, karena mungkin ada kebaikan yang tersembunyi di balik ketidaksesuaian itu.

Dalam Hadis riwayat Muslim, Rasulullah SAW bersabda:

Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istrinya.

Dalam Hadis riwayat Abu Dawud, Rasulullah SAW bersabda:

Janganlah kamu memukul istrimu seperti memukul budak. Kemudian kamu bercumbu dengannya di akhir hari.

Dari dua Hadis ini, dapat dipahami bahwa Rasulullah SAW menekankan pentingnya perlakuan baik terhadap istri dan melarang para suami untuk memukul istri-istri mereka seperti memukul budak. Rasulullah SAW juga menunjukkan bahwa bercumbu dengan istri adalah salah satu bentuk kasih sayang dan bukan sebagai bentuk pemaksaan atau eksploitasi seksual.

Selain Islam, agama-agama lain juga mengajarkan nilai-nilai cinta kasih, kesetaraan, dan keadilan dalam rumah tangga. Dalam Kristen, misalnya, terdapat ajaran tentang kasih suami-istri dalam surat Efesus pasal 5 ayat 22-33:

Hai isteri-isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan; sebab suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat. Dialah yang menyelamatkan tubuh. Karena itu sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus demikian jugalah isteri kepada suami dalam segala sesuatu. Hai suami-suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya untuk menguduskannya, sesudah Ia menyucikannya dengan membasuhnya dengan air oleh firman-Nya; supaya Ia dapat menempatkan jemaat di hadapan diri-Nya dengan megah, tanpa cacat atau kerut atau yang serupa itu, tetapi supaya jemaat kudus dan tak bercela. Demikian juga wajibnya suami mengasihi isterinya seperti tubuhnya sendiri: Siapa yang mengasihi isterinya mengasihi dirinya sendiri. Sebab tidak pernah seorangpun membenci tubuhnya sendiri; tetapi ia memberi makan dan merawatnya sama seperti Kristus terhadap jemaat; sebab kita adalah anggota tubuh-Nya. Karena itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya sehingga keduanya menjadi satu daging. Rahasia ini besar; aku katakan ini mengenai Kristus dan jemaat. Tetapi juga kamu masing-masing harus mengasihi isterinya seperti dirimu sendiri dan isteri harus menghormati suaminya.

Dalam ayat-ayat ini, Paulus mengajarkan bahwa suami-istri harus saling mengasihi dan menghormati seperti Kristus dan jemaat. Suami harus mengasihi isterinya seperti tubuhnya sendiri dan tidak membencinya atau menyakiti. Isteri harus tunduk kepada suami dalam segala sesuatu yang baik dan tidak melawan atau menentang.

Dalam Hindu, salah satu ajaran tentang hubungan suami-istri terdapat dalam kitab Manu Smriti pasal 3 ayat 55-62:

Seorang suami harus melakukan upacara agama bersama dengan istrinya, dengan penuh kasih sayang dan tanpa kemarahan, jika ia ingin memiliki keturunan yang baik. Ia harus selalu memuji istrinya dengan kata-kata yang manis, memberinya pakaian dan perhiasan sesuai dengan kemampuannya, dan tidak pernah menyakiti istrinya dengan ucapan atau perbuatan. Ia harus memperlakukan istrinya seperti ibunya sendiri, seperti saudara perempuannya, atau seperti putrinya sendiri, tergantung pada usia istrinya. Ia harus mempertimbangkan kebahagiaan dan kesedihan istrinya sebagai kebahagiaan dan kesedihan dirinya sendiri. Ia tidak boleh menikahi wanita lain atau berselingkuh dengan wanita lain selama istrinya masih hidup. Ia harus menjaga kesucian diri dan tidak melakukan perbuatan yang tidak pantas. Ia harus menghormati orang tua, guru, dan tamu yang datang ke rumahnya. Ia harus menjalankan kewajiban-kewajibannya sebagai suami dengan baik dan benar.

Dalam ayat-ayat ini, Manu mengajarkan bahwa suami-istri harus saling bekerja sama dalam menjalankan kewajiban agama, saling memuji dan memberi hadiah, saling menyayangi dan tidak menyakiti, saling memperhatikan dan berbagi perasaan, saling setia dan menjaga kesucian, serta saling menghormati orang-orang yang lebih tua atau terhormat.

Dalam Buddha, salah satu ajaran tentang hubungan suami-istri terdapat dalam kitab Sigalovada Sutta pasal 31-33:

“Dan bagaimana seorang istri disayangi oleh suaminya? Ada lima hal yang dilakukan oleh seorang suami yang disayangi oleh istrinya. Apa itu? Dia menghormatinya sesuai dengan martabatnya; dia tidak mengecilkan hatinya; dia setia kepadanya; dia memberikan kekuasaan kepadanya; dia memberikan pakaian dan perhiasan kepadanya. Dengan melakukan lima hal ini seorang istri disayangi oleh suaminya.”

“Dan bagaimana seorang suami disayangi oleh istrinya? Ada lima hal yang dilakukan oleh seorang istri yang disayangi oleh suaminya. Apa itu? Dia mengurus rumah tangga dengan baik; dia ramah kepada para kerabat suaminya; dia setia kepadanya; dia menjaga harta bendanya; dia rajin dalam pekerjaannya. Dengan melakukan lima hal ini seorang suami disayangi oleh istrinya.”

“Dengan demikian, Sigala, dari arah barat datanglah kewajiban-kewajiban seorang suami kepada istrinya.”

Dalam ayat-ayat ini, Sang Buddha mengajarkan bahwa suami-istri harus saling menghormati sesuai dengan martabatnya, saling setia dan tidak berselingkuh, saling memberikan hak-haknya, saling menjaga harta bendanya, serta saling bekerja keras dalam rumah tangga.

Norma Kesusilaan

Norma kesusilaan adalah kaidah yang bersumber dari hati nurani manusia tentang apa yang baik dan buruk. Pelanggaran terhadap norma kesusilaan dapat dikenakan sanksi berupa rasa malu, bersalah, atau menyesal.

KDRT melanggar norma kesusilaan karena bertentangan dengan hati nurani manusia yang seharusnya menghargai dan mencintai sesama manusia, terutama anggota keluarga sendiri. KDRT juga menunjukkan sikap yang tidak bermoral, tidak beretika, dan tidak berperikemanusiaan.

Norma kesusilaan dapat berbeda-beda tergantung pada budaya, adat istiadat, dan tradisi masyarakat. Namun, secara umum, norma kesusilaan mengajarkan tentang nilai-nilai seperti:

  • Hormat-menghormati: menghargai hak-hak dan kewajiban-kewajiban orang lain, tidak merendahkan atau menghina orang lain, tidak memaksa atau memanfaatkan orang lain.
  • Sopan-santun: berbicara dan bertindak dengan cara yang baik, tidak kasar atau vulgar, tidak menyakiti atau menyinggung perasaan orang lain.
  • Jujur: berkata dan berbuat sesuai dengan kebenaran, tidak berbohong atau menipu orang lain, tidak mengkhianati atau melanggar janji.
  • Tanggung jawab: menjalankan kewajiban-kewajiban dengan baik, tidak menyalahkan atau menimpakan kesalahan pada orang lain, tidak lari dari masalah atau konflik.
  • Toleransi: menghormati perbedaan-perbedaan yang ada di antara manusia, tidak memaksakan kehendak atau pandangan pada orang lain, tidak bersikap diskriminatif atau rasis.

Norma Kesopanan

Norma kesopanan adalah kaidah yang bersumber dari adab atau etiket dalam pergaulan hidup bersama. Pelanggaran terhadap norma kesopanan dapat dikenakan sanksi berupa celaan, ejekan, atau pengucilan.

KDRT melanggar norma kesopanan karena bertentangan dengan adab atau etiket yang berlaku di masyarakat. KDRT juga menunjukkan sikap yang tidak sopan, tidak santun, dan tidak beradab.

Norma kesopanan juga dapat berbeda-beda tergantung pada budaya, adat istiadat, dan tradisi masyarakat. Namun, secara umum, norma kesopanan mengajarkan tentang hal-hal seperti:

  • Salam-sapa: memberi salam atau sapaan kepada orang lain ketika bertemu atau berpisah, menggunakan kata-kata yang sopan dan hormat.
  • Permisi-maaf: meminta izin atau maaf kepada orang lain ketika akan melakukan sesuatu yang berhubungan dengan mereka, menggunakan kata-kata yang sopan dan hormat.
  • Terima kasih-puji: mengucapkan terima kasih atau pujian kepada orang lain ketika menerima sesuatu yang baik dari mereka, menggunakan kata-kata yang sopan dan hormat.
  • Bicara-dengar: berbicara dengan cara yang sopan dan jelas kepada orang lain ketika ingin menyampaikan sesuatu, mendengarkan dengan baik dan sabar ketika orang lain sedang berbicara.
  • Senyum-tawa: tersenyum atau tertawa dengan cara yang sopan dan ramah kepada orang lain ketika sedang bergaul atau bercanda, tidak mengejek atau menertawakan orang lain.

Kesimpulan

KDRT melanggar norma apa saja? KDRT melanggar norma hukum, norma agama, norma kesusilaan, dan norma kesopanan. KDRT merupakan perbuatan yang dilarang oleh negara dan agama, serta ditentang oleh hati nurani dan adab manusia. KDRT menimbulkan penderitaan bagi korban dan pelaku, serta merusak keharmonisan rumah tangga dan masyarakat. Oleh karena itu, KDRT harus dicegah, dilindungi, ditindak, dan dipulihkan sesuai dengan ketentuan hukum dan ajaran agama.

Sumber:
(1) 4 Bentuk KDRT, Ancaman Pidana, dan Cara Melaporkannya – Hukumonline. https://www.hukumonline.com/berita/a/kdrt-lt61bcb7f549792.
(2) KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT) – Direktorat Jenderal Hak Asasi Manusia. https://ham.go.id/2014/05/09/kekerasan-dalam-rumah-tangga-kdrt/.
(3) Apa Saja Hukuman yang Bisa Dijatuhkan untuk Pelaku KDRT? – BeritaSatu.com. https://www.beritasatu.com/lifestyle/983307/apa-saja-hukuman-yang-bisa-dijatuhkan-untuk-pelaku-kdrt.

Posted in Ragam

Artikel Lainnya