Kesultanan Malaka, yang berdiri pada awal abad ke-15, merupakan salah satu kerajaan Melayu paling berpengaruh di Asia Tenggara. Kesultanan ini tidak hanya menjadi pusat perdagangan internasional, tetapi juga pusat penyebaran agama Islam di wilayah tersebut. Keberhasilan ini tidak terlepas dari struktur pemerintahan yang terorganisir dengan baik dan sistematis.
Struktur Pemerintahan
Puncak hierarki pemerintahan Kesultanan Malaka dipegang oleh Sultan, yang memiliki kekuasaan absolut. Seluruh peraturan dan undang-undang merujuk kepada Sultan, menjadikannya otoritas tertinggi dalam kerajaan.
Untuk membantu dalam administrasi pemerintahan, Sultan dibantu oleh beberapa pejabat tinggi, antara lain:
- Bendahara: Setara dengan perdana menteri, Bendahara bertanggung jawab sebagai penasihat utama Sultan dan mengelola urusan dalam negeri. Tun Perak adalah salah satu Bendahara terkenal yang berhasil memimpin pasukan Malaka dalam menangkis serangan Siam.
- Penghulu Bendahari: Bertugas sebagai bendahara kerajaan, mengelola keuangan dan memastikan stabilitas ekonomi.
- Temenggung: Bertanggung jawab atas keamanan dan ketertiban umum, setara dengan kepala polisi.
- Laksamana: Memimpin angkatan laut dan bertanggung jawab atas pertahanan maritim serta hubungan diplomatik. Hang Tuah adalah Laksamana terkenal yang dikenal karena keberanian dan kesetiaannya.
- Syahbandar: Mengelola pelabuhan dan perdagangan, memastikan kelancaran aktivitas ekonomi di pelabuhan Malaka.
Sistem Hukum
Kesultanan Malaka memiliki sistem hukum yang terstruktur, terdiri dari:
- Hukum Kanun Malaka: Kumpulan undang-undang yang mengatur berbagai aspek kehidupan, termasuk hukum pidana dan perdata. Meskipun dipengaruhi oleh hukum Islam, tidak semua pasal dalam Hukum Kanun Malaka berdasarkan syariat Islam.
- Undang-Undang Laut Malaka: Mengatur aktivitas maritim dan perdagangan di perairan Malaka, memastikan keamanan dan keadilan dalam perdagangan laut.
Kebijakan Ekonomi dan Perdagangan
Sebagai pusat perdagangan internasional, Kesultanan Malaka menerapkan kebijakan ekonomi yang inklusif. Pelabuhan Malaka terbuka bagi pedagang dari berbagai bangsa, termasuk Arab, Persia, India, dan Cina. Untuk memfasilitasi komunikasi, bahasa Melayu dijadikan lingua franca di pelabuhan, memudahkan interaksi antar pedagang.
Hubungan Diplomatik
Kesultanan Malaka menjalin hubungan diplomatik dengan berbagai kerajaan dan kekaisaran. Hubungan dengan Dinasti Ming di Tiongkok sangat erat, ditandai dengan pengiriman utusan dan pembayaran upeti. Selain itu, pernikahan politik dengan kerajaan lain, seperti Majapahit, dilakukan untuk memperkuat aliansi dan stabilitas regional.
Kesimpulan
Struktur pemerintahan yang terorganisir, sistem hukum yang jelas, kebijakan ekonomi yang inklusif, dan hubungan diplomatik yang strategis menjadi kunci keberhasilan Kesultanan Malaka sebagai pusat perdagangan dan penyebaran Islam di Asia Tenggara. Warisan pemerintahan ini memberikan dampak signifikan terhadap perkembangan budaya dan sejarah di wilayah tersebut.
Sumber:
- Museum Nusantara. “Kerajaan Malaka.” Diakses dari https://museumnusantara.com/kerajaan-malaka/
- Wikipedia. “Malacca Sultanate.” Diakses dari https://en.wikipedia.org/wiki/Malacca_Sultanate
- Selasar. “Kerajaan Malaka.” Diakses dari https://www.selasar.com/kerajaan-malaka/
- Wikipedia Bahasa Indonesia. “Kesultanan Melaka.” Diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Melaka