Menu Tutup

Fatwa Tentang Bunga Bank di Indonesia

Tidak lengkap rasanya kalau kita belum mencantumkan juga dinamika perbedaan pendapat tentang bunga bank di negeri sendiri. Berikut ini ada beberapa pandangan dari tokoh atau institusi berpengaruh di Indonesia terkait perbedaan pandangan atas halal haramnya bunga bank.

Majelis Tarjih Muhammadiyah

Majelis Tarjih Sidoarjo tahun 1968 pada nomor b dan c :

  1. Bank dengan sistem riba hukumnya haram dan bank tanpa riba hukumnya halal
  2. Bank yang diberikan oleh bank-bank milik negara kepada para nasabahnya atau sebaliknya yang selama ini berlaku atau sebaliknya yang selama ini berlaku, termasuk perkara musytabihat.

Dari membaca sekilas apa yang difatwakan, kita menemukan ada sedikit pembedaan perlakuan hukum antara bank swasta dan bank negeri. Bank negeri itu kalau pun memungut bunga, maka tidak dianggap riba. Berbeda dengan bank swasta yang dianggap riba.

Lajnah Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama

Sebagaimana di berbagai belahan dunia para ulama tidak menemukan titik temu dalam

keharaman bunga bank, maka hingga di level ulama lokal nusantara pun terjadi juga perbedaan pendapat.

Di kalangan ulama nahdhiyyin setidaknya ada dua pendapat, antara yang mengharamkan dengan yang menghalalkan. Hal ini tercermin dalam Bahtsul Masail di Lampung tahun 1982.

  1. Pendapat yang pertama mengatakan bahwa bunga Bank adalah riba secara mutlak dan hukumnya haram.
  2. Pendapat kedua berpendapat bunga bank bukan riba sehingga hukumnya boleh. Pendapat yang ketiga, menyatakan bahwa bunga bank hukumnya syubhat.

Majelis Ulama Indonesia

Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga punya dua pendapat tentang bank yang berbeda.

Di masa tahun 80-an, MUI atau khususnya pimpinan Komisi Fatwa saat itu, yaitu Dr. Ibarhim Hosen cenderung membolehkan bunga bank dan tidak diharamkan.

Alasannya sangat ushul fiqih sekali, yaitu bahwa bank adalah sebuah badan hukum dan bukan individu. Karena bukan individu, maka bank tidak mendapat beban (taklif) seperti halal atau haram dari Allah. Bank tidak akil, baligh dan tamyiz, dengan kata lain bank itu bukan mukallaf.

Sehingga praktek bunga bank kalau pun dianggap riba, namun bank sendiri tidak bisa dikatakan berdosa, karena yang dapat berdosa adalah individu.

Ketika ayat riba turun di jazirah arabia, belum ada bank atau lembaga keuangan.

Pendapat seperti ini pernah dikemukakan oleh Dr. Ibrahim Hosen dalam Workshop On Bank And Banking Interest, disponsori oleh Majelis Ulama Indonesia pada tahun 1990.

Lalu di masa yang lebih kekinian, yaitu tahun 2004 muncul fatwa yang cenderung menjadikan bunga bank itu haram. Boleh jadi hal ini terjadi lantaran memang di berbagai belahan dunia para ulama tidak sepaham dalam masalah keharaman bunga bank.

Baca Juga: