Menu Tutup

Globalisasi

Menurut bahasa, global ialah seluruhnya, menyeluruh. Sedangkan globalisasi ialah pengglobalan secara keseluruhan aspek kehidupan, perwujudan (peningkatan/perubahan) secara menyeluruh disegala aspek kehidupan. Kemudian membaca pengertian secara luas globalisasi adalah proses pertumbuhan negara-negara maju  seperti halnya Amerika, Eropa dan Jepang, yang telah  melakukan ekspansi besar-besaran. Kemudian berusaha mendominasi dan merubah  dunia dengan kekuatan teknologi, ilmu pengetahuan, politik, budaya, militer, ekonomi, dan pendidikan itu sendiri, di Indonesia pada khususnya.

Menurut David Held dan Anthony Mc Grew, tidak ada definisi globalisasi yang tepat yang di sepakati bersama. Globalisasi dapat di pahami dalam pemahaman yang beragam sebagai kedekatan jarak, ruangan waktu yang menyempit, pengaruh yang cepat, dan dunia yang menyempit, perbedaanya hanya terletak pada penekanan dari sudut pandang  material, ruangan dan waktu, serta aspek-aspek kognitif dari globalisasi, dari sudut peristilahan kata globalisasi sebenarnya masih mengalami problem karena  realitas serta subyektifitas pemakaian kata tersebut, namun globalisasi secara sederhana dapat di tunjukkan dalam bentuk perluasan skala, pengembangan wilayah, dan percepatan pengaruh dari arus dan pola-pola inter-regional dalam interaksi sosial.

Sementara itu menurut sebagian orang, globalisasi adalah menghilangkan dinding dan jarak antara satu bangsa lain, dan antara satu kebudayaan dengan kebudayaan yang lain. Sehingga semuanya menjadi dekat dengan kebudayaan dunia, pasar dunia dan keluarga dunia. Sebagian lain mengatakan globalisasi ialah mengubah dunia menjadi perkampungan dunia, hal ini sangat dipengaruhi oleh teknologi informasi.

Era globalisasi dewasa ini dan di masa mendatang sedang akan akan mempengaruhi perkembangan sosial budaya masyarakat muslim Indonesia umumnya, atau pendidikan Islam, termasuk pesantren khususnya. Argumen panjang lebar tak perlu dikemukakan lagi, bahwa masyarakat muslim tidak bisa menghindari diri dari proses globalisasi tersebut, apalagi jika ingin survive dan berjaya di tengah perkembangan dunia yang kian kompetetif di masa kini abad 21.

Globalisasi sebenarnya bukanlah fenomena baru sama sekali bagi masyarakat muslim Indonesia. Perbentukan dan perkembangan masyarakat muslim Indonesia bahkan berbarengan dengan datangnya berbagai gelombang global secara konstan dari waktu ke waktu. Sumber globalisasi adalah Timur Tengah, khususnya mula-mula Makkah, Madinah dan juga akhir abad 19 dan awal abad 20 juga Kairo. Karena itu, globalisasi ini bersifat religio-intelektual, meski dalam kurun waktu tertentu juga diwarnai oleh semangat religio-politik.

Tetapi, globalisasi yang berlangsung dan melanda masyarakat muslim Indonesia sekarang ini menampilkan sumber atau watak yang berbeda. Proses globalisasi dewasa ini, tidak lagi bersumber dari Timur Tengah melainkan dari barat, yang terus memegang supremasi dan hegemoni dalam berbagai wilayah kehidupan masyarakat dunia pada umumnya. Globalisasi yang bersumber dari barat tampil dengan watak ekonomi-politik dan sains-teknologi. Dominasi dan hegemoni politik barat dalam segi-segi tertentu mungkin saja telah “merosot” khususnya sejak berakhirnya perang dunia kedua. Tetapi hegemoni ekonomi dan sains-teknologi barat tetap belum tergoyahkan. Meski muncul beberapa beberapa kekuatan ekonomi baru seperti Jepang, dan Korea Selatan, tetapi “kultur” hegemoni ekonomi dan sains-teknologi tetap sarat dengan nilai barat. Dengan demikian hegemoni tadi  menemukan momentum baru yang pada gilirannya mempercepat proses globalisasi.

Hegemoni ekonomi dan sains-teknologi jelas bukan pesoalan sederhana. Hegemoni dalam bidang-bidang ini bukan hanya menghasilkan globalisasi ekonomi, dan sains-teknologi, tetapi juga dalam bidang-bidang lain; intelektual, sosial, nilai-nilai, gaya hidup, dst. Globalisasi CocaCola dan Mc Donald bukan sekedar ekspansi ekonomi, tetapi juga gaya hidup dengan segala implikasinya. Globalisasi Mc Donald misalnya menimbulkan perubahan dari pola jenis makanan yang dikonsumsi masyarakat. Perubahan ini pada gilirannya menimbulkan implikasi-implikasi tertentu bagi kesehatan masyarakat, penyakit-penyakit semacam kolesterol, obesse (kegemukan).

Hal tersebut adalah salah satu contoh dampak dari arus globalisasi dari Barat yang notabenenya masyarakat Indonesia sudah sangat familiar dengan junk food. Hal yang sama juga bisa dilihat pada hegemoni Barat pada sains dan teknologi. Hegemoni barat dalam bidang telekomunikasi, misalnya telah memunculkan globalisasi “kota segi empat” yang bernama televisi. Benda ini sebagai produk sains-teknologi yang “bebas nilai” tetapi muatan yang dibawanya tidak diragukan lagi sarat dengan nilai tertentu. Seperti ucapan ahli telekomunikasi Marshall McLuhan: “Medium is the message” lalu yang terjadi adalah “telenovelisasi” masyarakat muslim, dan masih banyak lagi acara televisi dari Barat. Melalui program-program tersebut terjadi ekspansi dan penetrasi  nilai-nilai semacam “keserbalonggaran” (permissivenes) hubungan antara laki-laki dan perempuan, kehidupan yang serba materialistik, hedonistik, atau kultur-kekerasan yang semua tidak cocok dengan nilai-nilai budaya dan agama masyarakat Indonesia.

Perkembangan masyarakat pada umumnya dan Indonesia pada khususnya mau tidak mau akan menuju pada masyarakat informasi (informatical society), sebagai bentuk dari globalisasi dan kelanjutan atau perkembangan dari masyarakat industri atau modern. Jika masyarakat memiliki ciri-ciri rasional, berorientasi ke depan, bersikap terbuka, menghargai waktu, kreatif, mandir dan inovatif, maka pada masyarakat informasi ciri-ciri tersebut telah cukup. Pada masyarakat informasi, manusia selain memiliki ciri-ciri masyarakat pada umumnya, juga harus memiliki ciri-ciri lain, yaitu mampu menguasai dan mampu mendayagunakan arus informasi, mampu bersaing, terus menerus belajar (serba ingin tahu), mampu menjelaskan, imajinatif, mampu mengubah tantangan menjadi peluang, dan menguasai kemampuan berbagai metode dalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapi.

Kemajuan dalam bidang informasi tersebut pada akhirnya akan berpengaruh pada kejiwaan dan kepribadian masyarakat. Pada era reformasi yang sanggup bertahan hanya mereka yang berorientasi ke depan, yang mampu mengubah pengetahuan menjadi kebijakan dan ciri-ciri lain sebagaimana dimiliki masyarakat modern. Dari keadaan ini semua masyarakat suatu bangsa dengan bangsa yang lain menjadi satu dalam bidang sosial, budaya, ekonomi, dan sebagainya. Itulah gambaran masa depan yang akan terjadi, dan umat manusia mau tidak mau harus menghadapinya. Masa depan yang demikian itu selanjutnya akan mempengaruhi dunia pendidikan baik dari segi kelembagaan, prasarana, dll. Hal ini pada gilirannya menjadi tantangan yang harus dijawab oleh dunia pendidikan.

Dengan ilmu sosial profetik yang dibangun dari ajaran Islam, kita tidak perlu takut atau khawatir terhadap dominasi sains barat dan arus globalisasi yang terjadi saat ini. Islam selalu membuka diri terhadap seluruh warisan peradaban. Islam adalah sebuah paradigma terbuka.

Sejak beberapa abad yang lalu Islam mewarisi tradisi sejarah dari seluruh warisan peradaban manusia, kami tidak membangun dari ruang hampa. Hal itu dapat dipahami dari kandungan surat al-Maidah ayat 3 yang artinya: “Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu dan telah kucukupkan untukmu nikmatKu, dan telah ku ridhai Islam sebagai agama bagimu”kata telah kusempurnakan agamaKu mengandung arti bukan membuat baru atau membangun dari ruang hampa melainkan dari bahan-bahan yang sudah ada. Hal itu dapat dilihat dari kenyataan sejarah. Semua agama dan peradaban mengalami proses, meminjam dan memberi dalam interaksi mereka satu sama lain sepanjang sejarah.

Dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi Islam bukanlah agama yang tertutup. Islam adalah sebuah paradigma yang terbuka, sebagai mata rantai peradaban dunia. Islam mewarisi peradaban Yunani dan Romawi di Barat, dan peradaban Persia, India dan Cina di Timur. Ketika abad 8 sampai 15 peradaban Barat dan Timur tenggelam dan menjalani kemerosotan, Islam bertindak sebagai pewaris utamanya untuk kemudian diambil alih oleh Barat sekarang melalui renaisance. Islam menjadi mata rantai yang penting dalam sejarah peradaban dunia.

Islam mengembangkan matematika India, ilmu kedoktean dari China, sistem pertahanan Sasanidlogika Yunani, dll. Namun dalam proses penerimaanya itu terdapat dialektika internal. Misalnya untuk bidang-bidang pengkajian tertentu Islam menolak bagian logika Yunani yang rasional, diganti dengan cara berpikir intuitif yang menekankan rasa seperti yang dikenal dalam tasawuf.

Bukti sejarah tersebut memperlihatkan dengan jelas bahwa sejak kelahirannya limabelas abad yang lalu Islam telah tampil sebagai agama yang terbuka, akomodatif serta berdampingan dengan agama, kebudayaan dan peradaban lainnya. Akan tetapi dalam waktu bersamaan Islam juga tampil memberikan kritik, perbaikan bahkan penolakan dengan cara-cara yang sangat simpatik dan tidak menimbulkan gejolak sosial. Dengan sifat dan karakteristik ajaran Islam itu melalui ilmu sosial yang berwawasan profetik sebagaimana yang disebutkan di atas, Islam siap untuk memasuki era globalisasi.[20] Era globalisasi yang ditandai dengan adanya perubahan di bidang ekonomi, teknologi, sosial, informasi, dsb akan dapat diambil manfaat sebaik-baiknya dan dapat dibuang hal-hal yang membahayakan.

Referensi:

Azizy, Qodri Azizy, Melawan Globalisasi: Interpresi Agama Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003.

Azra, Azyumardi, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999.

Daulay, Haidar Putra dan Nurgaya Pasa, Pendidikan Islam Dalam Lintasan Sejarah, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013.

Baca Juga: