Menu Tutup

 Ismail Raji al-Faruqi dan Pemikirannya

Ismail Raji al-Faruqi lahir di Jaffa, sebuah daerah di Palestina pada tanggal 1 Januari 1921. Ayahnya bernama ‘Abd al-Huda al-Faruqi. Riwayat hidup Al-Faruqi tidak bisa dilepaskan dari konteks perkembangan sosio politik dan sejarah panjang bangsa dan negara Palestina sebagai tempat kelahirannya. Sebab di daerah tersebut hampir separuh usia Al- Faruqi di habiskan di Palestina, sebelum akhirnya hijrah ke Amerika.

Ia mendapatkan pendidikan agama dari Ayahnya. Secara formal pendidikan yang dilalui al-Faruqi berlatar belakang Barat. Pendidikan  pertamanya di Colllege des Fres sejak tahun 1926-1936. Selanjutnya ia melanjutkan pendidikan tinggi di The American Univercity. Pada usia 24 ia diangkat menjadi gubernur di provinsi Galelia sampai provinsi ini jatuh ke tangan Israel. Hal ini yang menuntunnya hijrah ke Amerika.

Di negeri paman Syam ini, garis al-Faruqi berubah. Di sini ia tekun bergelut di dunia akademis. Di sinilah ia mendapat gelar master dengan judul tesisnya adalah ”On Justifiying the God Methaphysic an Efistemology of Value (Tentang pembenaran kebaikan: Metafisik dan Epistimologi Ilmu).

Selanjutnya ia hijrah ke Mesir selama empat tahun guna mendalami ilmu-ilmu agama Islam di Universitas al-Azhar. Kecemerlangan karier al-Faruqi tidak terlepas dari istrinya Lois Lamya al-Faruqi. Bersama-sama mereka membentuk kelompok kajian keislaman seperti Moslem Student Association (MSA), Americaan Academy of Relegion (AAR) dan lain-lain.

Demikian gambaran Ismail Raji al-Faruqi sosok ideal, bibit unggul, pemikir dan ulama ternama ”Pejantan Tangguh” dalam dunia pendidikan Islam dan Dakwah Islam. Karya-karya terpentingnya di sini adalah The Trialogue of Abrahamic Faiths (Perbincangan Tiga Pihak Mengenai Agama-Agama Ibrahim, 1986), Essays in Islamic and Comparative Studies (Esai-Esai dalam Kajian Islam dan Perbandingan, 1982), dan Historical Atlas of the Religions of the World (Atlas Historis Agama-Agama Dunia, 1974), juga Tawhid: Its Implications for Thought and Life (Tauhid: Implikasi-Implikasinya bagi Pemikiran dan Kehidupan, 1982), di samping beberapa artikel di jurnal kajian agama.

Al-Faruqi secara bersemangat mensinyalir bahwa penyebab tertinggalnya dunia Islam dibanding dunia barat modern, disebabkan kondisi pendidikan Islam yang mengalami krisis identitas, akibat pengaruh filsafat dan ilmu pengetahuan yang melanda sistem pendidikan Islam, yang berimplikasi pada terbelahnya sistem pendidikan Islam secara dikotomik.

Ismail Raji Al-Faruqi bisa disebut sebagai cendekiawan muslim yang konsens dengan masalah epistimologi pendidikan Islam karena pemikirannya tentang Islamisasi ilmu pengetahuan menjadi pemicu kesadaran sebagian pemikir muslim modern untuk melakukan upaya redefinisi dan reislamisasi terhadap ilmu pengetahuan yang berkembang pada masa modern dengan konsep-konsep ideal ilmu pengetahuan dalam bingkai filsafat Islam.

Pemikiran Islamisasi ilmu pengetahuan Al-Faruqi secara konkrit dan aplikatif berusaha mewujudkan dalam bentuk gerakan sistematik berupa pembuatan buku-buku ilmiah yang telah diislamkan terlebih dahulu, sebelum dijadikan referensi utama bagi proses pembelajaran pada jenjang pendidikan tinggi dalam Islam. Oleh karena itu tampaknya Al-Faruqi berusaha mengembangkan kembali metodologi pengembangan ilmu pengetahuan berbasis ajaran Islam pada masa modern, sebagaimana keberhasilan ulama-ulama klasik dalam mengislamkan ilmu-ilmu yang berasal dari Yunani.

Al-Faruqi sendiri dalam risalahnya yang berjudul Islamization of Knowledge, banyak menampilkan kritiknya terhadap kondisi sistem pendidikan Islam pada masanya. Tidak dapat dipungkiri bahwa implikasi pemikirannya tentang Islamisasi telah banyak mempengaruhi paradigma pemikir muslim lainnya. Seperti munculnya beberapa lembaga studi Islam bahkan Al-Faruqi sendiri mendirikan sebuah lembaga studi yang sangat terkenal yaitu The International Intitute of Islamic Thought yang terkenal dengan singkatan III-T yang bermarkas di Virginia Amerika Serikat.

Lembaga ini tersebar hingga beberapa Negara di kawasan Asia seperti Malaysia, Pakistan dan beberapa negara Eropa, namun belakangan aktivitas organisasi pengkajian Islam tersebut mulai redup, diakibatkan krisis financial. Sebagai ilustrasinya adalah III T yang berada di Malaysia, institute ini sempat berjaya hingga tahun 1998 dan menjalin kerjasama dengan IIUM ( International Islamic University Of Malaysia). Namun sekarang pusat kajian itu kurang terdengar lagi gaungnya, dibandingkan misalnya dengan lembaga kajian sejenis yang didirikan oleh Syed Naquib al-Attas yaitu ISTAC (Iternational Institute of Ilsmic Thougth and Civilization) yang berkedudukan di Kuala Lumpur.

Menurut Azyumardi Azra, Pada awalnya pandangan-pandangan keagamaan yang menjadi visi pemikiran Al-Faruqi terletak pada dua hal yaitu Arabisme dan Islam. Dalam studinya tentang Arab, ia menyusun sebuah tulisan terdiri dari 4 jilid yaitu : “on Arabism: Urubah and Religion” pada perjalanan berikutnya ia lebih memfokuskan kepada studi tentang Islam melalui diskursus ilmiah dan akademis serta gerakan advokasi politik dalam melihat pentingnya Islam.

Pada tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an lebih gencar mempresentasikan Islam sebagai agama nalar dan ilmiah, maju dan par execellent. Ia menjadi seorang aktivis Islam yang menempatkan Islam sebagai acuan utama, yaitu sebagai ideologi yang lengkap dan menyeluruh. Dalam pandangan Al-Faruqi, salah satu kesalahan fatal umat Islam adalah menganggap ilmu itu terbelah dua, yaitu ilmu-ilmu sekuler (profane) dan ilmu-ilmu agama Islam. Ide Islamisasi ilmu pengetahuan yang dicetuskan Al-Faruqi dituangkan dalam risalah berjudul The Islamization of Knowledge yang diterbitkan oleh III-T. Ide tersebut menjadi terkenal ketika seminar pertama mengenai Islamisasi Ilmu pengetahuan dilaksanakan di Islamabad, Pakistan pada Januari 1982. Al-Faruqi berusaha mengingatkan dunia Islam akan suatu konflik antara ilmu pengetahuan dalam pandangan Barat dan Islam, yaitu dengan merencanakan suatu yang dapat menghindari terjadinya konflik tersebut, serta menggalakkan kembali pendidikan Islam sebagaimana yang diharapkan.

Selanjutnya Al-Faruqi menjelaskan tentang langkah-langkah upaya Islamisasi ilmu pengetahuan, yaitu sebagai berikut:

  1. Penguasaan disiplin ilmu modern, pengetahuan kategoris.
  2. Survei disiplin.
  3. Penguasaan khazanah ilmiah Islam.
  4. Penguasaan khazanah Islam: tahap analisa.
  5. Penentuan relevansi Islam yang khas terhadap disiplin ilmu.
  6. Penilaian kritis terhadap disiplin ilmu modern; tingkat perkembangan masa kini.
  7. Penilaian kritis terhadp khazanah Islam; tingkat perkembangan dewasa ini.
  8. Survey permasalahan yang dihadapi oleh umat Islam.
  9. Survey permasalahan yang dihadapi oleh umat manusia.
  10.   Analisa kreatif dan sintesis.
  11. Penuangan kembali disiplin ilmu modern ke dalam kerangka Islam dalam bentuk buku daras (buku teks) tingkat Universitas.
  12. Adalah berbagai langkah terakhir kerja Islamisasi ilmu pengetahuan yaitu penyebaran ilmu yang telah diislamisasi.

Konsep yang ditawarkan al-Faruqi adalah bahwa ilmu pengetahuan tidak semuanya kontradiktif dengan nilai-nilai Islam, sehinga menurutnya, Islamisasi pengetahuan adalah melakukan penyaringan dari ilmu pengetahuan yang telah ada dengan mempertimbangkan nilai-nilai Islam. Metode konsepsi yang demikian dianggap sebagai metode integrasi antara teori dan tradisi keilmuan Islam dan keilmuan Barat yang sekuler.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Faruqi, Ismail Raji. 1984. Islamisasi Pengetahuan, terj. Anas Mahyuddin Bandung: Pustaka Setia.

Iswati. 2017. Upaya Islamisasi Ilmu Pengetahuan Dan Implikasinya Terhadap Pendidikan Islam. At-Tajdid, Volume. 1, No. 1 Januari-Juni.

Kertanegara, Mulyadhi. 2007. Mengislamkan Nalar. Jakarta : Erlangga.

 

Baca Juga: