Jual Beli Salam dan Istishna Serta Perbedaanya

Jual Beli Salam

Definisi akad salam para fuqaha adalah jual beli barang tidak tunai dengan pembayaran tunai.

Syeikh Wahbah Az-Zuhaili menjelaskan maksud dari salam adalah jual beli suatu barang secara tangguh, hanya sifat-sifatnya saja yang disebutkan ketika akad.  Penyerahan barangnya diwaktu yang akan datang, namun pembayarannya wajib dilakukan dipendahuluan akad secara keseluruhan dan tunai.[1]

Dari definisi di atas dapat disimpulkan, Jual beli salam adalah hanya jual beli sifat suatu benda, bukan ain nya. Sehigga ketika barang yang datang tidak sesuai dengan sifat yang disebutkan ketika akad, maka transaksi salamnya bisa dibatalkan.

Karena tidak terpenuhi tujuan dari melaksanakan akan salam tersebut.

Sebagai contoh transaksi antara penjual dengan pembeli untuk baju gamis ukuran L, ternyata barang yang datang kepada pembeli berukuran S, maka dalam hal ini sifat dari barang yaitu ukuran L yang diinginkan tidak terpenuhi, sehingga seketika itu akad bisa dibatalkan.

Contoh lain jual beli dengan akad salam adalah jual beli mangga 100kg.  Kita memesan buah kepada penjual untuk acara seminggu ke depan.  Maka dalam hal ini, saat pembeli dan penjual deal untuk jual beli buah mangga 100kg. Pada saat itu pembeli harus menyerahkan uangnya langsung/tunai kepada penjual. Baik secara cash atau transfer. Dan penjual wajib menyerahkan barang pada waktu yang disepakati. Yaitu minggu depan. Baik buah dari kebonnya sendiri atau dia harus membeli dulu buahnya dari pedagang buah yang lain.

Jual Beli Istishna’

Definisi istishna’ menurut jumhur ulama seperti Malikiyah dan Syafi’iyah sama dengan salam, hanya saja Hanafiyah lebih spesisifik dan membedakannya dari salam.

Menurut Hanafiyah akad istishna’ merupakan suatu akad terhadap seorang pembuat atau pengrajin untuk mengerjakan atau membuat suatu barang tertentu yang ditangguhkan.[2]

Sekretaris komisi fatwa DSN MUI Hasanuddin menyebutkan, “Dalam akad salam, barangnya mitsli (mesti sudah ada sebelumnya atau ada contoh sebelumnya. Sedangkan dalam akad istishna’ barang bersifat qiimi (barang masih berbentuk gambaran, belum ada wujudnya) sehingga perlu dibuat terlebih dahulu sebelum diserahkan ke pemesan atau pembeli.”

Sebagai contoh, barang yang sering disebutkan untuk akad istishna’ ini adalah pembuatan baju. Seseorang datang kepada desainer atau perancang busana atau tukang jahit minta dibuatkan baju. Maka akad yang cocok untuk transaksi ini adalah akad istishna’.

Contoh akad istishna adalah saat kita memesan lemari kepada penjaul lemari dengan spesifikasi dan desain yang kita inginkan. Maka dalam hal ini kenapa lebih pas diterapkan akad istishna’, karena lemarinya perlu dibuatkan terlebih dahulu.