Iman dan pekerjaan merupakan dua shabat, yang hubungannya sama dengan hubungan rug dengan jasad. [1]Dalam Al- Qur’an, kata iman dengan pekerjaan yang baik disebutkan secara bersamaan dalam dua ratus ayat lebih.Menurut Imam Hasan al- Bashri ra., “ Iman adalah pengakuan dalam hati yang dibuktikan dengan tindakan. Iman merupakan faktor penting dan sangat perlu untuk menggerakkan seluruh kehidupan. Dari sini, maka dapat kita pahami bahwa pentingnya dikumpulkannya antara iman dengan pekerjaan yang baik bagi para pebisnis, di tengah-tengah kejayaannya terhadap hal-hal berikut :
Pertama : Harta adalah Milik Allah yang Diserahkan kepada Manusia
Alam ini berupa elemen-elemen, dengan pengaturan kalnya, ilmunya, dan mengumpulkan asa dan keinginannya, untuk memanfaatkan elemen-elemen tersebut kemudianmengambil aspek-aspek hasilnya yang baik.
Kedua : Menanamkan Niat Saat Bekerja
Islam menjadikan pekerjaan sebagai bagian dari ibadah, jika orang yang melakukannya menanamkankan niat ketika berkecimpung di dunia ekonomi. Pebisnis yang memakmurkan bumi, menambah kekayaan, dan memetik buah, menggerakkan alat, menegeluarkan harta kekayaaan bumi, dan berdagang, jika dia bisa mendapatkan apa yang ada di sisi Allah, maka dia akan mendapatkan pahala di dunia dan di akhirat kelak.
Ketiga : Percaya terhadap Qadha’ dan Qadar Allah dan Senantiasa Bersyukur kepada Allah, baik dalam Keadaan Suka maupun Duka.
Jika seorang pebisnis muslim berdagang mendapatkan laba, maka hendaknya segera bersyukur kepada Allah atas nikmat yang telah dianugerahkan kepadanya, dan jangan sekali-kali bangga seperti cara bangganya orang-orang yang sombong.
Dan jika dia mempunyai nasib lain, rugi maka hendaknya dia rela menerimanya dengan lapang dada, tenteram dan menenangkan dirinya dengan mengingat bahwa Allah tidak pernah berbuat kecuali untuk kebaikan dirinya.
Keempat : Mencari Rezeki Melalui Sebab-sebab dan Bekerja serta Tawakkal kepada Allah
Dalam mencari rezeki dan mengembangkan hartanya, pebisnis muslim dituntut untuk menggunakan sebab-sebab di samping tawakkal kepada Allah. Allah yang memberi rezeki kepada burung setiap pagi dan sore, Allah mampu untuk memberikan rezeki kepada burung, Allah adalah Dzat yang mengatur, melapangkan, dan menjadikan sebab.
Kelima : Percaya bahwa Istighfar dan Takwa kepada Allah Merupakan Bagian dari Penyebab Datangnya Rezeki
Islam adalah spirit dan materi yang perhatian terhadap jasmani manusia. Pada waktu yang sama, ia menghargai spiritnya dengan takwa dan istighfar kepada Allah, karena ia mampu memperbaiki hati dan mewujudkan konsistensi terhadap hidayah Allah. Dari sini, timbullah kelapangan rezeki dan kemakmuran, seperti yang diinginkan manusia, yang bukan hanya angan belaka.
Atas landasan ini, seorang pebisnis dituntut untuk bertakwa kepada Tuhannya dalam mengelola harta yang dititipkan kepadanya, di samping harus banyak beristighfar dan menjauhi seluruh larangan-Nya, karena tindakan itu akan mendatangkan pertolongan, berkah, dan kesejahteraan.
Keenam : Yakin bahwa Allah Menambahkan Rezeki kepada Sebagian Manusia atas Sebagian yang lain
Keterpautan rezeki antara hamba-hamba Allah merupakan bagian dari sunnatullah. Manusi mempunyai rezeki yang berbeda-beda sesuai dengan kekhususan yang diberikan oleh Allah kepada mereka, baik secara fitrah ( bakat bawaan) ataupun manfaat yang bertumpu pada bakat tersebut.
Ketujuh : Memelihara Tujuan-tujuan syariat dalam Ibadah
Seorang pebisnis tidak boleh melupakan tempat kembalinya karena terlalu konsentrasi dalam mengurusi kehidupannya, sehingga usianya berlalau dengan sia-sia dan transaksi penjualannyapun menjadi merugi .
Laba akhirat akhirat yang tidak didapatkannya tidak bisa ditutupi dengan laba yang dia dapatkan didunia. Dengan demikian, berarti dia telah membeli kehidupan dunia dengan akhirat, bahkan orang yang mempunyai akal normal harus mengasihi dirinya sendiri. Bentuk mengasihi dirinya sendiri yaitu dengan cara memelihara modalnya. Modalnya adalah agama dan cara memanfaatkannya.[2]
[1] Asyaraf Muhammad Dawwabah, Meneladani Bisnis Rasulullah, ( Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2008),hlm 19
[2] Nurul Huda & Mustafa Edwin Nasution, Investasi Pada Pasar Modal Syariah, (Jakarta: Media Group, 2007), hlm 51-53