Menu Tutup

Kedudukan Thoriqot dan Maqomat para sufi

Thariqah mempunyai hubungan substansial dan fungsional dengan tasawuf. Thariqah pada mulanya berarti tata cara dalam mendekatkan diri kepada Allah dan digunakan untuk sekelompok yang menjadi pengikut bagi seorang syeikh. Kelompok ini kemudian menjadi lembaga-lembaga yang mengumpul dan mengikat sejumlah pengikut dengan aturan-aturan sebagaimana disebutkan diatas.

Ajaran tasawuf yang harus diamalkan dalam bimbingan seorang guru, itulah yang disebut sebagai thariqah. Dengan kata lain dapat dirumuskan bahwa tasawuf adalah seperangkat ilmu mendekatkan diri kepada Allah, sedangkan thariqah adalah suatu sistem untuk mendekatkan diri kepada Allah yang salah satu unsur pokoknya adalah ilmu tasawuf. Karena ajaran pokok thariqah adalah tasawuf, atau sebagian dari tasawuf, semakin jelas pula terlihat bahwa hubungan thariqah dan tasawuf adalah “hubungan simbiosis” hubungan yang saling mengisi dan memerlukan.[1]

Rasa dekat dengan Tuhan bisa mencapai situasi spiritual bersatu dengan
Tuhan, yang juga harus dipahami dan ditempatkan dalam makna spiritual juga.
Pernyataan Allah dalam al-Quran, “Dialah yang Awal, Dialah yang Akhir,
Dialah yang Zhahir, dan Dialah yang Batin”. Pernyataan bersatu dengan Allah
dalam konsep para sufi adalah timbulnya kesadaran total berada dalam hadirat
dan kekuasaan Allah, faná’ dalam kebesarannya, serta tenggelam dalam baqa. .Bukan dalarn pengertian ketercampuran zat Allah yang immateri dengan zat
manusia yang materi.

Di sini berlaku dasar pernikiran bahwa Allah, Dia Yang Maha Suci, hanya bisa didekati oleh yang suci. Sesuatu yang kotor tidak bisa mendekati Maha Suci.
Maka dasar aktifitas tasawuf diletakkan pada kesucian, kesucian lahir
(al-zhawahir, eksotenis) maupun kesucian batin (al-dlamair, esoteris). Maka dalam mencapai tingkat kesufian, para calon sufi haruslah melalui perjalannan panjang untuk membersihkan dlamairnya.

Berbeda dengan pensucian zhawahir, pensucian dlamair itu lebih sulit dan lebih memakan waktu. Karena pensucian dlamáir itu, seorang ‘ábid (hamba) berusaha sekuat tenaga menundukkan diri dan hawa nafsunya, sehingga hawa nafsu tersebut dijinakkan untuk mencapai jalan yang diridlai Allah s.w.t. Perjalanan panjang dalam proses pensucian dlamair itu dikenal dengan istilah maqámát, yang dalam pemahaman para sufi mengandung makna jenjang-jenjang pencapaian kesadaran kesufian untuk sampai ke tingkat kedekatan dan kebersatuan dengan Tuhan. [2]

[1] Moh.Saifulloh Al aziz Senali, Tashawuf Dan jalan Hidup para Wali. (Gresik: Putra Pelajar,2000),hlm.265.

[2] )http://rahmathariry.blogspot.co.id/2012/02/maqamat-makalah.html.

Baca Juga: