Menu Tutup

Kemunculan Pemalsuan Hadits

Pergolakan politik yang terjadi pada masa sahabat, setelah terjadinya perang jamal dan perang shiffin, yaitu ketika kekuasaan dipegang oleh Ali bin Abi Thalib. Akan tetapi akibatnya cukup panjang dan berlarut-larut dengan terpecahnya umat Islam ke dalam beberapa kelompok yaitu; pertama: golongan Syi’ah, pendukung ‘Ali bin Abi Thalib. Kedua: golongan khawarij, penentang Ali dan Mu’awiyah, ketiga: golongan jama’ah yang tidak mendukung kedua golongan di atas. Terpecahnya umat Islam menjadi beberapa golongan tersebut didorong akan adanya keperluan dan kepentingan golongan masing-masing.

Mereka mendatangkan keterangan dan hujjah untuk mendukungnya dengan beberapa cara, yaitu:

a. Mereka mencari ayat-ayat Alquran dan hadits yang dapat dijadikan hujjah.
b. Apabila mereka tidak menemukannya, mereka menakwilkan ayat Alquran dan menafsiri hadits-hadits sesuai dengan golongannya.
c. Langkah terakhir, apabila mereka tidak mendapatkannya dari kedua sumber tersebut, maka mereka memalsukan hadis-hadis, dan yang pertama mereka palsukan adalah hadits yang mengenai orang-orang yang mereka agung-agungkan.

Yang mula-mula melakukan pekerjaan sesat ini adalah golongan Syi’ah, sebagaimana, diakui Ibn Ali al-Hadid, seorang ulama Syi’ah dengan mengatakan bahwa asal mula timbulnya hadis yang menerangkan keutamaan pribadi-pribadi adalah dari golongan syiah sendiri. Tindakan tersebut ditandingi oleh golongan jamaah memalsukan hadis-hadis yang dibuat oleh golongan syiah.

Dengan memperhatikan keterangan tersebut, dapat diketahui bahwa kota yang mula-mula mengembangkan hadis-hadis palsu adalah baghdad, karena kaum syi’ah berpusat di sana. Bahkan al-Zuhri, seorang tabi’in berkata: “hadis keluar dari sejangkal, lalu kembali kepada kami sehasta”, sehingga tidak aneh jika Imam Malik menamakan Baghdad dengan pabrik hadis palsu.Mulai saat itu, terdapat hadits-hadits yang shahih dan hadis-hadis yang palsu, tetapi di lain pihak terdapat golongan yang menentang orang-orang yang yang suka membuat hadis palsu, dengan membedakan mana hadis yang shahih dari hadis yang palsu.

Mereka melakukan penelitian mengenai segala hal yang berkaiatan dengan hadits Nabi SAW, baik secara riwayat maupun dirayat dan menetapkan aturan-aturan yang tetap agar hadis dapat selamat sampai ke tangan penerusnya. Cara-cara ulama dalam menjaga hadis, yaitu dengan adanya keharusan menyebutkan sanad, mengadakan perlawatan mencari hadis dan berhati-hati dalam menerimanya, mengadakan penelitian terhadap orang-orang yang diduga sering membuat hadis palsu dan memerangi mereka, menjelaskan keadaan perawi dan menetapkan kaidah-kaidah untuk dapat mengetahui hadis-hadis palsu.

Dari pergolakan politik seperti di atas, cukup memberikan pengaruh terhadap perkembangan hadits berikutnya, yaitu;
1. Pengaruh yang langsung dan bersifat negatif, ialah dengan munculnya hadis-hadis palsu (maudhu) untuk mendukung kepentingan politiknya masing-masing kelompok dan untuk menjatuhkan posisi lawannya.
2. Pengaruh positifnya ialah, lahirnya rencana dan usaha yang mendorong diadakannya kodifikasi hadis, sebagai upaya penyelamatan dari pemusnahan dan pemalsuan, sebagai akibat dari pergolakan politik tersebut.

Sumber:

  • Karim, Abdullah, membahas ilmu-ilmu hadis ,(PT.  Comdes Kalimantan)
  • SUPARTA, Munzier, ilmu hadis (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada 1996)

Baca Juga: