Dalam artikel ini, kita akan membahas mengenai sistem perpajakan di Indonesia, yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yang telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Pajak di Indonesia adalah instrumen penting yang mendukung pembangunan dan kemakmuran negara, sehingga sangat penting bagi masyarakat untuk memahami aturan yang mendasari kewajiban perpajakan mereka.
1. Definisi Pajak dan Subjek Pajak
Pajak adalah kontribusi wajib dari orang pribadi atau badan kepada negara yang sifatnya memaksa, tanpa imbalan langsung, yang digunakan untuk keperluan negara demi kemakmuran rakyat. Pajak dibebankan berdasarkan undang-undang dan tidak memberikan imbalan yang spesifik kepada pembayar, tetapi digunakan untuk membiayai berbagai program pembangunan dan pelayanan publik.
Wajib Pajak mencakup orang pribadi atau badan yang memiliki kewajiban untuk membayar pajak. Badan di sini termasuk segala bentuk organisasi seperti perusahaan, BUMN, koperasi, yayasan, dan lain-lain. Pajak yang terutang oleh Wajib Pajak dihitung berdasarkan kegiatan ekonomi atau pendapatan yang diperoleh selama periode tertentu.
2. Pengusaha Kena Pajak dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
Pengusaha yang melakukan kegiatan usaha, baik barang maupun jasa, diwajibkan untuk membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Mereka yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) dikenal sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), dan mereka harus mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP, yang berfungsi sebagai tanda pengenal dalam administrasi perpajakan.
3. Masa dan Tahun Pajak
Masa Pajak adalah periode tertentu yang digunakan untuk menghitung dan melaporkan pajak yang terutang. Ini bisa berupa periode bulanan, triwulan, atau tahunan, tergantung jenis pajaknya. Tahun Pajak merujuk pada satu tahun kalender atau satu tahun buku, sedangkan Bagian Tahun Pajak adalah bagian dari tahun tersebut, jika kegiatan usaha dimulai di tengah-tengah tahun pajak.
4. Surat Pemberitahuan (SPT) dan Surat Ketetapan Pajak
Wajib Pajak wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) kepada Direktorat Jenderal Pajak untuk melaporkan perhitungan pajak yang terutang. Ada dua jenis SPT, yakni SPT Masa dan SPT Tahunan. Selain itu, Direktorat Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak untuk menetapkan pajak yang harus dibayar jika terdapat kekurangan pembayaran atau pelanggaran tertentu.
5. Hak dan Kewajiban Wajib Pajak
Setiap Wajib Pajak wajib untuk:
- Mendaftarkan diri pada Direktorat Jenderal Pajak dan memperoleh NPWP.
- Mengisi dan menyampaikan SPT secara lengkap dan benar.
- Membayar pajak yang terutang sesuai dengan perhitungan dalam SPT atau berdasarkan ketetapan dari Direktorat Jenderal Pajak.
Apabila Wajib Pajak tidak memenuhi kewajiban ini, mereka bisa dikenakan sanksi berupa denda administrasi atau bunga atas pajak yang tidak dibayar tepat waktu.
6. Proses Pembetulan dan Penghapusan Pajak
Jika Wajib Pajak merasa ada kesalahan dalam pengisian SPT, mereka dapat membetulkan SPT tersebut sebelum dilakukan pemeriksaan oleh otoritas pajak. Selain itu, Direktorat Jenderal Pajak memiliki kewenangan untuk menghapus atau mengurangi sanksi pajak jika kesalahan terjadi akibat kekhilafan atau bukan karena kesalahan Wajib Pajak.
7. Penagihan Pajak
Untuk pajak yang belum dibayar setelah jatuh tempo, Direktorat Jenderal Pajak akan menerbitkan Surat Tagihan Pajak atau Surat Paksa yang memiliki kekuatan hukum. Surat Paksa ini menginstruksikan Wajib Pajak untuk segera melunasi kewajiban pajaknya, dan jika tidak dipenuhi, tindakan hukum lebih lanjut dapat diambil, termasuk penyitaan aset.
8. Keberatan dan Banding
Wajib Pajak yang tidak setuju dengan jumlah pajak yang ditetapkan oleh otoritas pajak dapat mengajukan keberatan secara tertulis dalam jangka waktu tertentu. Jika keberatan ditolak, Wajib Pajak masih memiliki hak untuk mengajukan banding ke pengadilan pajak.
9. Penyidikan dan Tindak Pidana Perpajakan
Direktorat Jenderal Pajak memiliki wewenang untuk melakukan penyidikan terhadap tindak pidana perpajakan, seperti penggelapan atau penyampaian laporan palsu. Pelanggaran serius ini dapat dikenakan sanksi pidana berupa kurungan atau denda yang besar.
Kesimpulan
Sistem perpajakan di Indonesia menuntut kepatuhan penuh dari setiap Wajib Pajak, baik perorangan maupun badan usaha. Dengan adanya berbagai instrumen seperti NPWP, SPT, dan surat ketetapan pajak, Direktorat Jenderal Pajak memastikan bahwa semua proses perpajakan berjalan transparan dan efisien. Sanksi tegas juga diberlakukan untuk memastikan tidak ada penyalahgunaan atau kelalaian dalam pemenuhan kewajiban perpajakan.
Referensi:
- Undang-Undang. (n.d.). Ortax Data Center. Diakses dari https://datacenter.ortax.org/ortax/uu/show/449
- Peraturan. (n.d.). Ortax Data Center. Diakses dari https://datacenter.ortax.org/ortax/aturan/show/9
- BAB VI Kapita Selekta. (n.d.). Abdulkadir Blog Universitas Medan Area. Diakses dari http://abdulkadir.blog.uma.ac.id/