Menu Tutup

Maksud Kafaah (Kesetaraan) dalam Pekawinan

Kafaah adalah istilah yang berasal dari bahasa Arab yang berarti setara atau sama. Dalam konteks perkawinan, kafaah mengandung arti bahwa perempuan dan laki-laki yang akan menikah harus memiliki kesetaraan dalam beberapa aspek tertentu. Meskipun dalam Islam, kedudukan laki-laki dan perempuan tidak identik, prinsip kafaah ini tetap menjadi bagian penting dalam menentukan apakah suatu perkawinan dapat dilaksanakan atau tidak.

Artikel ini akan membahas tentang kafaah dalam perkawinan Islam, termasuk definisi, dasar hukum, dan pandangan para ulama terkait konsep kesetaraan dalam perkawinan.

Pengertian Kafaah dalam Perkawinan

Dalam bahasa Arab, kafaah berarti setara atau seimbang. Dalam perkawinan, kafaah berarti kesetaraan antara calon suami dan istri. Hal ini melibatkan berbagai aspek seperti nasab (keturunan), agama, profesi, dan status sosial yang dianggap penting dalam menentukan kecocokan pasangan. Sifat kafaah ini menekankan bahwa tidak ada pihak yang lebih rendah atau lebih tinggi derajatnya dalam perkawinan, baik itu laki-laki maupun perempuan.

Para ulama sepakat bahwa kafaah penting dalam menentukan kelayakan sebuah pernikahan, terutama bagi perempuan yang berhak untuk menentukan apakah dia setuju atau tidak dengan pasangan yang dianggap tidak setara dengannya. Namun, ada perbedaan pendapat mengenai kriteria apa saja yang harus dipenuhi dalam menentukan kesetaraan ini.

Dasar Hukum Kafaah dalam Islam

Prinsip kafaah ini diatur dalam Al-Qur’an dan Hadis, meskipun tidak ada ayat yang secara eksplisit menjelaskan tentang konsep kafaah dalam perkawinan. Namun, terdapat ayat dalam Al-Qur’an yang dapat dijadikan dasar untuk memahami pentingnya kesetaraan dalam memilih pasangan, yaitu dalam Surat An-Nur ayat 26:

“Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia (surga).” (QS. An-Nur: 26)

Ayat ini menegaskan bahwa wanita yang baik akan berpasangan dengan laki-laki yang baik, dan begitu juga sebaliknya. Ini menunjukkan bahwa prinsip kesetaraan dalam perkawinan adalah penting untuk menjaga keharmonisan dan kesesuaian antara pasangan.

Kafaah sebagai Hak Perempuan

Dalam perspektif Islam, kafaah bukan hanya kewajiban laki-laki, tetapi juga hak bagi perempuan. Ketika seorang perempuan akan menikah, ia berhak untuk memilih pasangan yang dianggap setara dengannya. Jika seorang wali menginginkan menikahkan perempuan dengan pria yang tidak setara, maka perkawinan ini dapat ditentukan dengan persetujuan dari perempuan tersebut.

Ini menunjukkan bahwa perempuan memiliki kontrol penuh terhadap keputusan pernikahan, terutama dalam hal kesetaraan (kafaah) dengan pasangan. Sebagai contoh, jika seorang perempuan merasa bahwa calon suaminya tidak memiliki kualitas yang setara dengannya, ia berhak untuk menolak pernikahan tersebut, meskipun walinya telah memberikan izin.

Kriteria Kafaah dalam Perkawinan Menurut Para Ulama

Para ulama berbeda pendapat mengenai kriteria yang harus dipenuhi dalam menentukan kafaah. Meskipun ada kesepakatan mengenai pentingnya kesetaraan, namun setiap mazhab memberikan penekanan yang berbeda dalam hal-hal yang harus dipertimbangkan.

  1. Mazhab Hanafiyah Menurut ulama Hanafiyah, kriteria kafaah dalam perkawinan mencakup:
    • Nasab (keturunan atau kebangsaan): Pasangan harus memiliki status keturunan atau kebangsaan yang setara.
    • Islam: Kedua pasangan harus memiliki status agama yang sama, yaitu Islam.
    • Hirfah (profesi): Profesi atau pekerjaan juga menjadi faktor penentu dalam kesetaraan.
  2. Mazhab Malikiyah Dalam pandangan ulama Malikiyah, kafaah lebih menekankan pada:
    • Diyanah (keagamaan): Kualitas keagamaan pasangan sangat penting. Dalam pandangan ini, hanya kualitas agama yang menjadi faktor utama dalam menentukan kesetaraan.
    • Bebas dari cacat fisik: Pasangan yang sehat fisiknya lebih dipertimbangkan dalam pernikahan.
  3. Mazhab Syafi’iyah Mazhab Syafi’iyah menilai beberapa kriteria untuk menentukan kafaah, yaitu:
    • Nasab: Keturunan dan status sosial pasangan.
    • Kualitas keagamaan: Tingkat ketaatan beragama menjadi faktor utama.
    • Kemerdekaan diri: Pasangan yang merdeka, yaitu bukan budak atau orang yang terikat status tertentu.
    • Usaha atau profesi: Profesi pasangan juga mempengaruhi kesetaraan.
  4. Mazhab Hanbaliyah Mazhab Hanbaliyah memiliki pandangan yang lebih lengkap mengenai kriteria kafaah yang meliputi:
    • Kualitas keberagamaan: Tingkat keimanan menjadi hal yang utama.
    • Usaha atau profesi: Pekerjaan atau profesi dianggap sebagai penentu kesetaraan.
    • Kekayaan: Kemampuan finansial juga dipertimbangkan.
    • Kemerdekaan: Pasangan yang bebas dari status yang membatasi.
    • Kebangsawanan: Keturunan dan status sosial.

Kafaah dan Perkawinan yang Sukses

Kesetaraan dalam perkawinan bukan hanya berkaitan dengan aspek fisik atau materi, tetapi juga dengan kesamaan visi, misi, dan tujuan hidup. Meskipun kriteria-kriteria di atas dapat membantu menentukan apakah suatu perkawinan layak dilaksanakan, kesuksesan pernikahan lebih ditentukan oleh faktor keharmonisan dan rasa saling pengertian antara pasangan.

Banyak ulama yang menekankan pentingnya agama sebagai dasar utama dalam menentukan kesetaraan, karena kualitas keimanan dapat mempengaruhi keputusan-keputusan penting dalam kehidupan berkeluarga. Selain itu, kesetaraan juga dapat menciptakan rasa saling menghormati dan menjaga keharmonisan rumah tangga.

Kesimpulan

Prinsip kafaah dalam perkawinan Islam mengajarkan bahwa kesetaraan antara laki-laki dan perempuan sangat penting dalam menentukan pasangan hidup. Berbagai pandangan ulama mengenai kriteria kafaah menunjukkan bahwa agama, nasab, profesi, dan status sosial menjadi faktor yang dipertimbangkan dalam menentukan kecocokan pasangan. Meskipun demikian, yang terpenting adalah kesetaraan dalam hal nilai-nilai yang lebih mendalam, seperti keimanan dan visi hidup, yang akan membawa pasangan menuju kehidupan yang bahagia dan berkah.

[1] Mughniyah, Muhammad Jawaz, Fiqh Lima Mazhab cet. 11,, h. 351

[2] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemah, h.353

[3] Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adilatuhu jilid 9 cet.10, ….h.219

Lainnya