Pengertian Mazhab
Kata Mazhab merupakan sighat Islam dari Fi’il Madhi Zahaba. Zahaba artinya pergi, oleh karena itu mazhab artinya, tempat pergi atau jalan. Kata-kata yang semakna ialah: Maslak, thariqah dan sabiil yang kesemuanya berarti jalan atau cara. Sesuatu yang menjadi tujuan seseorang baik konkrit maupun abstrak.
Sesuatu dikatakan Mazhab bagi seseorang jika cara atau jalan tersebut menjadi ciri khas. Menurut para ulama dan ahli agama islam, yang dnamakan mazhab adalah metode (manhaj) yang dibentuk setelah melalui pemikiran dan penelitian, kemudian orang yang menjalaninya menjadikan sebagai pedoman yang jelas batasan-batasannya, dibangun diatas prinsip-prinsipdan kaidah-kaidah.
Terminologi Mazhab
Menurut terminologyada beberapa ulama yang memberikan pengertian mazhab menurut ada beberapa rumusan pendapat lain: Menurut Said Ramadhany al-Buthy mazhab adalah jalan pikiran (paham/pendapat) yang ditempuh oleh seorang mujtahid dalam menetapkan suatu hukum islam dari Alquran dan Hadist.
Sedangkan Abdurrahman menyatakan, mazhab dalam istilah islam berati pendapat , paham aliran seorang alim besar dalam islam yang digelari imam seperti mazhab imam Abu Hanifah, mazhab Imam Ahmad Ibn Hanbal, mazhab Imam Syafi,i, mazhab Imam Malik, dan lain sebagainya
Berbeda deangan A.Hasan, mazhab yaitu sejumlah fatwa atau pendapat-pendapat seorang alim ulama besar dalam urusan agama baik dalam masalah ibadah maupun masalah lainnya.
Jadi, mazhab ialah pokok pikiran atau dasar yang digunakan oleh imam mujtahid dalam memecahkan masalah, atau mengistimbatkan hukum islam.
Kemudian imam mzhab dan mzhab itu itu berkembang pengertiannya menjadi kelompok umat islam yang mengikuti cara istimbath hukum semakin kokoh dan meluas, sesudah masa iyu muncul mazhab-mazhab dalam bidang hukum islam.
Latar Belakang Munculnya Mazhab
Karena banyaknya para sahabat nabi yang pindah tempat dan terpencar ke negara yang baru, dengan demikian kesempatan untuk bertukar pikiran atau bermusyawarah meemecahkan suatu masalah sulit dilaksanakan, maka terjadilah banyak perbedaan pendapat antara para sahabat.
Qasim Abdul Azis Khosim menjelaskan bahwa faktor faktor yang menyebabkan ikhtilaf di kalangan sahabat ada tiga yakni:
- Perbedaan sahabat dalam memahami nash nash Qur’an.
- Perbedaan para sahabat disebabkan perbedaan riwayat 3) Perbedaan para sahabat disebabkan karena ra’yu.
Jalaludin juga menyatakan penyebab ikhtilaf ( perbedaan pendapat ) di antara para sahabat adalah prosesdur perbedaan hukum untuk masalah masalah baru yang tidak terjadi pada zaman
Rasulullah SWA, kemudian dilanjutkan oleh Tabi’in Tabi’in. Ijtihad para sahabat dan Tabi’in
Tabi’in dijadikan suri tauladan oleh generasi penerusnya yang tersebar di berbagaidaerah wilayah dan kekuasaan islam pada wktu itu.
Mazhab Mazhab Yang Sudah Punah
Selain yang kita kenal dengan empat mazhab ada beberapa mazhab yang pernah terkenal pada zamannya, namun karena mereka kalah oleh pengaruh dari mazhab mazhab lain yang datang kemudian sehingga pengikutnya menjadi surut.
Imam imam yang pernah terkenal dari mazhab mazhab tersebut yang kurang atau tidak berkembang lagi adalah :
- Mazhab Al-Auza’iy pendirinya ialah Abd.Rahman bin Muhammad Al-Auza’iy.
Beliau dilahirkan di Ba’labak tahun 88H.Beliau termasuk tokoh hadits yang tidak menyukai qiyas, orang orang Syam bahkan Hakim Syam mengikuti mazhab Beliau.
- Mazhab Daud Al-Zhahiry. Pendirinya adalah Abu Sulaiman Daud bin Ali bin Khalaf Al-Ashbahani yang terkenal dengan Al-Zhahiry, di lahirkan di Kuffah pada tahun 202 H.
- Mazhab AL-Thabary. Pendiri mazhab inin adalah Abu Ja’far bin Jarir Al-Thabary dilahirkan tahun 224 H Belaiu terkenal sebagai seoarang Mujtahid, ahli sejarah dan tafsir.
- Mazhab Al-laits. Pendiri mazhab ini adalah abu Al-harits bin Sa’ad Al-fahmy, wafat pada 1784 H. Beliau terkenalsebagai ahli fiqkih di Mesir. ImamSyafi’i mengakui bahwa Al-laitsini lebihpandaidalam soal fiqih dari pada Imam Maliki.
Mazhab-mazhab Fiqih yang Masih Eksis dalam Islam
Mazhab fiqih dalam Islam adalah aliran atau pendekatan yang mengacu pada cara-cara tertentu dalam memahami hukum Islam (syariah). Meskipun Islam merupakan agama yang universal, ada perbedaan dalam cara memahami dan mengaplikasikan hukum-hukum Islam yang dikenal dengan istilah mazhab. Saat ini, ada empat mazhab utama yang masih eksis dan banyak diikuti umat Islam di berbagai belahan dunia. Keempat mazhab ini adalah Mazhab Hanafi, Mazhab Maliki, Mazhab Syafi’i, dan Mazhab Hanbali. Masing-masing mazhab memiliki ciri khasnya sendiri dalam memahami hukum-hukum Islam, yang dipengaruhi oleh latar belakang dan pendekatan metodologis dari pendirinya.
1. Mazhab Hanafi (80-150 H / 696-767 M)
Mazhab Hanafi didirikan oleh Imam Abu Hanifah yang memiliki nama lengkap An-Nu’man bin Tsabit bin Zutha bin Mahmuli Taymillah bin Tsalabah. Beliau lahir pada tahun 80 H di kota Kuffah, yang kini terletak di Irak. Imam Abu Hanifah merupakan seorang Tabi’ut Tabi’in, yaitu generasi yang mengikuti para sahabat Nabi Muhammad SAW. Salah satu ciri khas mazhab Hanafi adalah rasionalitas dalam berijtihad, serta penekanan pada maslahat atau kemaslahatan umat.
Beberapa prinsip penting dalam mazhab Hanafi antara lain:
- Rasionalitas: Imam Abu Hanifah dikenal sangat rasional dalam memahami hukum Islam, dan banyak mengandalkan logika dalam berijtihad.
- Lebih mudah dipahami: Pendekatan mazhab Hanafi dianggap lebih mudah dipahami oleh umat Islam, terutama dalam masalah-masalah fiqih praktis.
- Pendekatan liberal terhadap non-Muslim: Imam Abu Hanifah memiliki sikap yang lebih terbuka terhadap dzimmi (warga negara non-Muslim) yang tinggal di wilayah Islam.
Imam Abu Hanifah juga dikenal dengan sikapnya yang sangat humble dan tidak merasa memonopoli kebenaran. Salah satu ungkapan terkenal dari beliau adalah:
“Saya mengambil pendapat ini karena pendapat ini benar, tetapi kemungkinan salah. Dan saya tidak mengambil pendapat itu, karena pendapat itu salah tetapi kemungkinan mengandung kebenaran.”
2. Mazhab Maliki (93-173 H / 711-795 M)
Mazhab Maliki didirikan oleh Imam Malik bin Anas, yang lahir di kota Madinah. Nama lengkap beliau adalah Abu Abdullah Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amr bin Haris Al-Asbahi. Imam Malik adalah seorang ahli hadis yang terpercaya dan dikenal sebagai salah satu periwayat hadis yang sangat dihormati. Selain itu, beliau juga seorang ahli fiqih dan dikenal memiliki pengaruh besar dalam dunia Islam, terutama di kawasan Afrika Utara.
Ciri khas mazhab Maliki adalah penekanan pada Amal Ahl al-Madinah (perbuatan penduduk Madinah) sebagai salah satu sumber hukum yang penting. Imam Malik menganggap bahwa apa yang dilakukan oleh penduduk Madinah pada masa itu, yang merupakan tempat tinggal Rasulullah SAW, merupakan petunjuk yang sahih dalam menjalankan syariah Islam.
Selain itu, Imam Malik juga mengutamakan Al-Qur’an dan Hadis sebagai sumber utama hukum, serta memberikan perhatian khusus kepada Ijma’ (kesepakatan ulama) sebagai salah satu sumber hukum yang penting. Mazhab Maliki sangat dihormati di wilayah Maghrib (Maroko, Aljazair, Tunisia) dan beberapa negara di Afrika.
3. Mazhab Syafi’i (150-204 H / 767-822 M)
Mazhab Syafi’i didirikan oleh Imam Muhammad bin Idris Al-Shafi’i, yang lahir di Ghazza, Palestina, pada tahun 150 H. Nama lengkap beliau adalah Muhammad bin Idris Abbas bin Usman bin Syafi’i bin As-sai’ib bin Ubaid Yaziz bin Hasyim bin Murhalib bin Abdu Manaf. Imam Syafi’i dikenal sebagai salah satu imam yang memiliki metodologi ilmiah yang sangat sistematis dan terkenal dengan konsep Ikhtiyar (kehati-hatian).
Imam Syafi’i menekankan dua sumber utama dalam hukum Islam, yaitu Al-Qur’an dan Sunnah (hadis Nabi), dan beliau juga menetapkan Ijma’ (kesepakatan ulama) dan Qiyas (analogi) sebagai sumber hukum tambahan. Konsep ikhtiyar yang dikembangkan oleh Imam Syafi’i berfokus pada kehati-hatian dalam mengambil keputusan hukum, sehingga menghasilkan banyak fiqih yang detail dan akurat.
Beberapa ciri khas dalam mazhab Syafi’i adalah:
- Kehati-hatian dalam berijtihad: Imam Syafi’i sangat berhati-hati dalam memilih sumber hukum dan memastikan bahwa semua keputusan yang diambil selalu berdasarkan pada dua sumber utama, yaitu Al-Qur’an dan Hadis.
- Pengaruh besar di dunia: Mazhab Syafi’i sangat berpengaruh di kawasan Asia Tenggara (seperti Indonesia dan Malaysia) dan sebagian wilayah Afrika Timur.
4. Mazhab Hanbali (164-241 H)
Mazhab Hanbali didirikan oleh Imam Ahmad bin Hanbal, yang lahir di Baghdad pada tahun 164 H. Imam Ahmad dikenal sebagai seorang ahli hadis yang sangat tekun dan disiplin dalam menulis dan menyebarkan hadis. Beliau belajar di berbagai kota besar seperti Baghdad, Bashrah, Kuffah, Mekkah, Madinah, dan Yaman.
Salah satu ciri khas mazhab Hanbali adalah ketegasan Imam Ahmad dalam menolak Ijma’ setelah masa sahabat, dengan alasan bahwa setelah masa sahabat tidak ada lagi konsensus yang sah. Imam Ahmad berpegang teguh pada Al-Qur’an dan Hadis sebagai sumber utama hukum, serta menolak ijtihad yang didasarkan pada pendapat pribadi tanpa dasar yang kuat.
Ciri-ciri mazhab Hanbali adalah:
- Tidak menerima ijma’ setelah masa sahabat: Imam Ahmad sangat kritis terhadap klaim ijma’ yang datang setelah masa sahabat Nabi Muhammad SAW.
- Fokus pada hadis yang sahih: Mazhab Hanbali sangat ketat dalam menerima hadis, hanya hadis yang sahih dan dapat diterima yang dijadikan dasar hukum.
Mazhab Hanbali memiliki pengaruh yang besar di wilayah Arab Saudi dan beberapa bagian dari Yaman.
Tujuan Bermazhab
Bermazhab sering disebut bertaklid, namun bermazhab buakam tingkah laku orang awam saja, akan tetapi merupakan sikap yang wajar dari seorang yang tahu diri. Ahli hadist paling terkenal, Imam Bukhari masih tergolong orang yang bermazhab Syafi’i, jadi ada tingkatan mazhab atau bertaqlid, makin tinggi kemampuan seseorang makin tinggi pula tingkat bermazhabnya sehingga makin longgar keterikatannya, dan mungkin akhirnya berijtihad sendiri.
Secara kodrati, manusia didunia ini terbagi menjadi dua kelompok besar. Ada yang alim dan ada yang awam (yang kurang mengerti dan memahami suatu permasalahan). Didalam literatur fiqih, hal ini dikenal dengan istilah taqlid atau ittiba. Menurut Muhammad Sa’id al Buthi mendefinisikan taqlid sebagai berikut:
“Taqlid adalah mengikuti pendapat orang lain mengerti dalil yang digunakan atas keshahihan pendapat tersebut, walaupun mengetahui tentang keshahihan hujjah itu sendiri “. Taqlid itu hukumnya haram bagi seorang mujtahid dan wajib bagi oarang yang bukan mujtahid. Berdasarkan Firman Allah SWT (QS. Al-Anbiya : 7) Artinya: Kami tidak mengutus RosulRosul sebelum kamu (Muhammad), melainkan beberapa orang laki-laki yang kami beri wahyu kepada mereka, maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tidak mengetahui.
Perlu digaris bawahi, tidak semua tqlid itu tercela, yang tidak terpuji hanyalah taqlid buta yang menerima suatu pendapat mentah-mentah tanpa mengerti dan berusaha untuk mengetahui dalilnya. Sedangkan tqlidnya orang alim yang belum sampai pada tingkatan mujtahid. Adalah hal yang terpuji bahkan dianjurkan, hal itu tentu lebih baik dari pada memaksakan diri untuk berijtihad padahal tidak memiliki kemampuan untuk melakukannya.
Pentingnya Bermazhab Imam yang Empat dalam Islam
Dalam ajaran Islam, mengikuti mazhab-mazhab yang telah disepakati oleh umat Islam adalah salah satu aspek penting dalam memahami dan mengamalkan syariat Islam dengan benar. Di antara mazhab-mazhab yang ada, empat mazhab utama yang diakui oleh mayoritas umat Islam adalah Mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali. Keempat mazhab ini telah memiliki sanad yang kuat, dengan ajaran yang telah diuji dalam waktu yang sangat panjang. Mengikuti mazhab-mazhab ini membawa banyak kemaslahatan bagi umat Islam, sementara meninggalkan mereka dapat membawa kerusakan yang sangat besar dalam praktik agama. Artikel ini akan membahas pentingnya bermazhab Imam yang empat dalam Islam, dengan merujuk pada sumber-sumber yang sahih dan pendapat para ulama yang terkemuka.
1. Keterikatan dengan Ilmu dan Generasi Salaf
Islam adalah agama yang diturunkan melalui wahyu dari Allah SWT, yang kemudian disampaikan oleh Rasulullah SAW kepada umatnya. Hukum-hukum Islam, baik itu yang bersifat ibadah maupun muamalah, harus dipahami dengan benar, karena setiap kesalahan dalam pemahaman dapat berdampak fatal. Salah satu cara untuk memahami hukum Islam dengan benar adalah melalui naql dan istinbath.
- Naql adalah proses mengambil hukum-hukum Islam dari generasi sebelumnya secara berkesinambungan, melalui ijma’ dan penjelasan para ulama terdahulu. Dengan naql, umat Islam dapat memastikan bahwa ajaran yang mereka anut telah sampai dengan sanad yang sahih, tanpa ada penyelewengan atau penyimpangan dari yang diajarkan oleh Rasulullah SAW.
- Istinbath, di sisi lain, adalah proses ijtihad yang dilakukan oleh ulama untuk mengeluarkan hukum-hukum Islam dari sumber-sumber yang ada, yaitu Al-Qur’an dan Hadits. Namun, ijtihad tidak boleh dilakukan sembarangan. Untuk dapat berijtihad, seorang ulama harus memiliki pengetahuan yang sangat mendalam tentang berbagai aspek ilmu syariat, termasuk mengetahui mazhab-mazhab ulama terdahulu agar tidak terjebak dalam kesalahan atau menyimpang dari konsensus (ijma’) yang telah ditetapkan.
Pada dasarnya, ilmu syariat Islam tidak dapat dipelajari dengan cara instan. Ia membutuhkan proses belajar yang panjang, melalui sanad yang sahih, yang dimulai dari para ulama salaf hingga generasi sekarang. Oleh karena itu, mengikuti mazhab yang empat (Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali) merupakan cara yang paling sahih dan aman dalam memahami dan mengamalkan ajaran Islam secara benar.
2. Mazhab sebagai Pedoman yang Dapat Dipertanggungjawabkan
Islam memerlukan pedoman yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, pendapat-pendapat ulama yang dijadikan pedoman haruslah diriwayatkan dengan sanad yang benar dan dapat dipercaya. Ulama-ulama yang mengembangkan mazhab-mazhab ini telah menulis kitab-kitab besar yang menjelaskan berbagai masalah fiqh, dengan menggunakan metode yang sistematis dan mendalam. Selain itu, para imam ini juga memberikan penjelasan tentang berbagai pendapat yang beragam dalam satu masalah, dan mengulas mana yang lebih unggul dari yang lain.
Keempat mazhab ini memiliki satu kesamaan: mereka tidak sekadar memberi pendapat tanpa dasar, melainkan setiap pendapat mereka dilandasi oleh pemahaman yang mendalam terhadap Al-Qur’an, Hadits, dan ijma’ ulama. Mereka juga menjaga kesinambungan dalam sanad ilmu, memastikan bahwa ajaran mereka tidak terputus atau mengalami distorsi seiring berjalannya waktu.
Sebagai contoh, Imam Abu Hanifah yang mendirikan Mazhab Hanafi, dikenal karena metodologi fiqh yang sangat rasional dan realistis. Imam Malik bin Anas, pendiri Mazhab Maliki, sangat dikenal dengan penekanan pada amal masyarakat Madinah yang dianggap sebagai praktek terbaik dalam memahami Hadits. Imam Asy-Syafi’i merumuskan kaidah-kaidah fiqh yang sangat sistematis dan menjadi dasar bagi pengembangan ilmu fiqh yang lebih luas. Sedangkan Imam Ahmad bin Hanbal dikenal dengan sikap tegasnya dalam menjaga keaslian Hadits, dan membangun mazhab Hambali dengan berlandaskan pada teks-teks yang sahih.
Dengan demikian, para pengikut keempat mazhab ini dapat merasa aman karena pendapat yang mereka anut telah melalui proses yang matang, dengan mempertimbangkan segala aspek yang ada dalam ajaran Islam.
3. Menjaga Kesepakatan Umat Islam (Ijma’)
Ketika pendapat-pendapat ulama yang telah disepakati oleh para ahli fiqh disusun dan dikodifikasikan dalam kitab-kitab mazhab, maka hal ini tidak hanya memberikan arah yang jelas bagi umat Islam, tetapi juga menjaga agar umat tidak terjerumus dalam kesalahan besar. Salah satu hal yang sangat penting dalam ajaran Islam adalah ijma’ (kesepakatan para ulama). Ijma’ menunjukkan bahwa suatu masalah telah disepakati oleh para ulama yang memiliki otoritas dalam ilmu agama.
Rasulullah SAW telah bersabda: “Umatku tidak akan bersatu dalam kesesatan” (HR. Tirmidzi). Ini menunjukkan bahwa kesepakatan para ulama sangat penting untuk menjaga kesatuan umat Islam dalam menjalankan ajaran agama. Dengan mengikuti mazhab yang empat, umat Islam telah bergabung dalam ijma’ yang telah disepakati oleh para ulama besar dari berbagai zaman, yang memiliki keahlian dan kedalaman pemahaman terhadap ajaran Islam.
4. Dilarang Beristinbath Tanpa Keahlian
Islam memandang sangat serius masalah ijtihad. Tidak sembarang orang dapat mengeluarkan hukum dari Al-Qur’an dan Hadits, kecuali mereka yang telah memiliki keahlian yang cukup. Untuk itu, bagi setiap umat Islam yang sudah mukallaf (aqil baligh) dan tidak mampu melakukan ijtihad, diwajibkan untuk mengikuti salah satu dari empat mazhab ini. Hal ini dijelaskan dalam Al-Qur’an:
“Dan seandainya mereka menyerahkan (urusan itu) kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, niscaya orang-orang yang ingin mengetahui kebenaran akan dapat mengetahuinya dari mereka” (An-Nisa’ 4:83).
Ini menunjukkan bahwa umat Islam yang tidak memiliki kemampuan untuk mengistinbath langsung dari Al-Qur’an dan Hadits harus merujuk pada ulama yang memiliki otoritas dalam hal ini, yang dalam hal ini adalah ulama-ulama yang mengikuti mazhab empat.
5. Mengikuti Mazhab Empat adalah Bentuk Taqlid yang Benar
Istilah taqlid sering kali diperdebatkan dalam diskursus fiqh. Namun, taqlid yang dimaksud dalam konteks ini bukanlah taqlid buta, melainkan mengikuti pendapat para ulama yang telah memenuhi syarat sebagai pemimpin dalam ilmu agama. Sebagaimana dijelaskan oleh Imam Syafi’i: “Barangsiapa yang mengikuti ulama, maka dia telah mengikuti jalan yang benar.”
Ulama besar seperti Ibnu Hazm memang pernah berpendapat bahwa taqlid adalah haram bagi mereka yang memiliki kemampuan ijtihad. Namun, hal ini hanya berlaku bagi mereka yang benar-benar mampu melakukan ijtihad. Sebaliknya, bagi mereka yang tidak memiliki keahlian ijtihad, mengikuti salah satu dari empat mazhab ini adalah kewajiban, karena mereka telah melalui proses pengujian yang panjang dan memiliki sanad yang sahih.