Menu Tutup

Pengertian Baik dan Buruk Menurut Berbagai Paham

Dari segi bahasa baik adalah terjemahan dari kata khair dalam bahasa Arab, atau good dalam bahasa Inggris. Louis Ma’luf dalam kitabnya AlMunjid, mengatakan bahwa yang disebut baik adalah sesuatu yang telah mencapai kesempurnaan. Sementara itu dalam Webster’s New Twentieth Century Dictionary, dikatakan bahwa yang disebut baik adalah sesuatu yang menimbulkan rasa keharuan dalam kepuasan, kesenangan, persesuaian dan seterusnya. Selanjutnya yang baik itu juga adalah sesuatu yang mempunyai nilai kebenaran atau nilai yang diharapkan, yang memberikan kepuasan. Yang baik itu dapat juga berarti sesuatu yang sesuai dengan keinginan. Dan yang disebut baik dapat pula berarti sesuatu yang mendatangkan rahmat, memberikan perasaan senang atau bahagia. Dan ada pula pendapat yang mengatakan bahwa secara umum bahwa yang disebut baik atau kebaikan adalah sesuatu yang diinginkan, yang diusahakan dan menjadi tujuan manusia. Tingkah laku manusia adalah baik, jika tingkah laku tersebut menuju kesempurnaan manusia. Kebaikan disebut nilai (value), apabila kebaikan itu bagi seseorang menjadi kebaikan yang kongkret.

Dalam bahasa Arab, yang buruk itu dikenal dengan istilah syarr, dan diartikan sebagai sesuatu yang tidak baik, yang tidak seperti yang seharusnya, tak sempurna dalam kualitas, di bawah standar, kurang dalam nilai, tak mencukupi, keji, jahat, tidak bernilai, tidak menyenangkan, tidak dapat disetujui, tidak dapat diterima, sesuatu yang tercela, lawan dari baik, dan perbuatan yang bertentangan dengan norma-norma masyarakat yang berlaku. Dengan demikian, yang dikatakan buruk itu adalah sesuatu yang dinilai sebaliknya dari yang baik, dan tidak disukai kehadirannya oleh manusia.

Dari beberapa definisi tersebut memberi kesan bahwa sesuatu yang disebut baik atau buruk itu relatif sekali, karena bergantung pada pandangan dan penilaian masing-masing yang merumuskannya. Dengan demikian nilai baik atau buruk menurut pengertian tersebut bersifat subyektif, karena bergantung kepada individu yang menilainya.

Baik Buruk Menurut Aliran Adat-istiadat (Sosialisme)

Menurut aliran ini baik atau buruk ditentukan berdasarkan idat-istiadat yang berlaku dan ditentukan berdasarkan adat-istiadat yang berlaku dan dipegang teguh oleh masyarakat. Orang yang mengikuti dan berpegang teguh pada adat dipandang baik, dan orang yang menentang dan tidak mengikuti adat-istiadat dipandang buruk, dan kalau perlu dihukum secara adat.

Adat-istiadat selanjutnya disebut pula sebagai pendapat Umum. Ahmad Amin mengatakan bahwa tiap-tiap bangsa memuipunyai adat-istiadat yang tertentu dan menganggap baik bila mengikutinya, mendidik anak-anaknya sesuai dengan adat-istiadat itu, dan menanamkan perasaan kepada mereka bahwa istiadat itu akan membawa kepada kesucian, sehingga apabila seseorang menyalahi adat-istiadat itu sangat dicela dan dan dianggap keluar dari golongan bangsanya.

Baik Buruk Menurut Aliran hedonisme

Aliran hedonisme adalah aliran filsafat yang terhitung tua, karena berakar pada pemikiran filsafat Yunani, khususnya pemikiran filsafat Epicurus (341-270 SM), yang selanjutnya dikembangkan oleh Cyrenics sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, dan belakangan ditumbuh-kembangkan oleh Freud.

 Menurut paham ini banyak yang disebut perbuatan yang baik adalah perbuatan yang banyak mendatangkan kelezatan, kenikmatan dan kepuasan nafsu biologis. Aliran ini tidak mengatakan bahwa semua perbuatan mengandung kelezatan, melainkan ada pula yang mendatangkan kepedihan, dan apabila ia disuruh memilih manakah perbuatan yang harus dilakukan, maka yang dilakukan adalah yang mendatangkan kelezatan. Epicurus sebagai peletak dasar paham ini mengatakan bahwa kebahagiaan atau kelezatan itu adalah tujuan manusia. Tidak ada kebaikan dalam hidup selain kelezatan dan tidak ada keburukan kecuali penderitaan. Dan akhlak itu tak lain dan tak bukan adalah berbuat untuk menghasilkan kelezatan dan kebahagiaan serta keutamaan. Keutamaan itu tidak mempunyai nilai tersendiri, tetapi nilainya terletak pada kelezatan yang menyertainya.

Baik dan Buruk Menurut Paham Intuisisme (Humanisme)

Intuisi adalah merupakan kekuatan batin yang dapat menentukan sesuatu sebagai baik atau buruk dengan sekilas tanpa melihat buah atau akibatnya. Kekuatan batin atau disebut juga  sebagai kata hati adalah merupakan potensi rohaniah yang secara fitrah telah ada pada diri setiap orang. Paham ini berpendapat bahwa pada setiap manusia mempunyai kekuatan insting batin yang dapat membedakan baik dan buruk dengan sekilas pandang. Kekuatan batin ini terkadang berbeda refleksinya, karena pengaruh masa dan lingkungan, akan tetapi dasarnya ia tetap sama dan berakar pada tubuh manusia. Apabila ia melihat sesuatu perbuatan, ia mendapat semacam ilham yang dapat memberi tahu nilai perbuatan itu, lalu menetapkan hukum baik dan buruknya. Oleh karena itu kebanyakan manusia sepakat mengenai keutamaan seperti benar, dermawan, berani, dan mereka juga sepakat menilai buruk terhadap perbuatan yang salah, kikir dan pengecut. Kekuatan batin ini adalah kekuatan yang telah ada dalam jiwa manusia, tidak terambil dari keadaan di luarnya. Kita diberi kemampuan untuk membedakan antara baik dan buruk, bagaimana kita diberi mata untuk melihat dan diberi telinga untuk mendengar.

Menurut paham ini perbuatan yang baik adalah perbuatan yang sesuai dengan penilaian yang diberikan oleh hati nurani atau kekuatan batin yang ada dalam dirinya. Dan sebaliknya perbuatan buruk adalah perbuatan yang menurut hati nurani atau kekuatan batin dipandang buruk.

Baik Buruk Menurut Paham Utilitarianisme

Secara harfiah utilis berarti berguna. Menurut paham ini bahwa yang baik adalah yang berguna. Jika ukuran ini berlaku bagi perorangan, disebut individual, dan jika berlaku bagi masyarakat dan negara disebut sosial.

 Paham penentuan baik-buruk berdasarkan nilai guna ini mendapatkan perhatian di masa sekarang. Dalam abad sekarang ini kemajuan di bidang teknik cukup meningkat, dan kegunaanlah yang menentukan segala-galanya. Namun demikian paham ini terkadang cenderung ekstrem dan melihat kegunaan hanya dari sudut pandang materialistik. Orang tua yang sudah jompo misalnya semakin kurang dihargai, karena secara materil tidak ada lagi kegunaannya. Padahal kedua orang tua tetap berguna untuk dimintakan nasihat dan do’anya serta kerelaannya. Selain itu, paham ini juga dapat menggunakan apa saja yang dianggap ada gunanya. Untuk memperjuangkan kepentingan politik misalnya tidak segan-segan menggunakan fitnah, khianat, bohong, tipu muslihat, kekerasan, paksaan dan lain sebagainya, sepanjang semua yang disebutkan itu ada gunanya.

Namun demikian kegunaan dalam arti bermanfaat yang tidak hanya berhubungan dengan materi melainkan juga dengan yang bersifat rohani bisa diterima. Dan kegunaan bisa juga diterima jika yang digunakan itu hal-hal yang tidak menimbulkan kerugian bagi orang lain. Nabi misalnya menilai bahwa orang yang baik adalah orang yang memberi manfaat pada yang lainnya (H.R. Bukhari).

Baik Buruk Menurut Paham Vitalisme

Menurut paham ini yang baik ialah yang mencerminkan kekuatan dalam hidup manusia. Kekuatan dan kekuasaan yang menaklukkan orang lain yang lemah dianggap sebagai yang baik. Paham ini lebih lanjut cenderung pada sikap binatang, dan berlaku hukum siapa yang kuat dan menang itulah yang baik (yang disebut juga hukum rimba).

Paham vitalisme ini pernah dipraktekkan para penguasa di zaman feodalisme terhadap kaum yang lemah dan bodoh. Dengan kekuatan dan kekuasaan yang dimiliki ia mengembangkan pola hidup feodalisme, kolonialisme, diktator dan tiranik. Kekuatan dan kekuasaan menjadi lambang dan status sosial untuk dihormati. Ucapan, perbuatan dan ketetapan yang dikeluarkannya menjadi pegangan bagi masyarakat. Hal ini bisa berlaku, mengingat orang-orang yang lemah dan bodoh selalu mengharapkan pertolongan dan bantuannya.

Namun dalam masyarakat yang sudah maju, di mana ilmu pengetahuan dan keterampilan sudah mulai banyak dimiliki oleh masyarakat, paham vitalisme tidak akan mendapat tempat lagi, dan digeser dengan pandangan yang bersifat demokratis.

Baik Buruk Menurut Paham Religiosisme

Menurut paham ini yang dianggap baik adalah perbuatan yang sesuai dengan kehendak Tuhan, sedangkan perbuatan buruk adalah perbuatan yang tidak sesuai dengan kehendak Tuhan. Dalam paham ini keyakinan teologis, yakni keimanan kepada Tuhan sangat memegang peranan penting, karena tidak mungkin orang mau berbuat sesuai dengan kehendak Tuhan, jika yang bersangkutan tidak beriman kepada-Nya. Menurut Poedjawijatna aliran ini dianggap yang paling baik dalam praktek. Namun terdapat pula keberatan terhadap aliran ini, yaitu karena ketidak umuman dari ukuran baik dan buruk yang digunakannya.

Baik Buruk Menurut Paham Evolusi (Evolution)

Mereka yang mengikuti paham ini mengatakan bahwa segala sesuatu yang ada di alam ini mengalami evolusi, yaitu berkembang dari apa adanya menuju kepada kesempurnaannya. Pendapat seperti ini bukan hanya berlaku pada benda-benda yang tampak, seperti binatang, manusia, dan tumbuh-tumbuhan, tetapi juga berlaku pada benda yang tak dapat dilihat atau diraba oleh indera, seperti akhlak dan moral.

Herbert Spencer (1820-1903) salah seorang ahli filsafat inggris yang berpendapat evolusi ini mengatakan bahwa perbuatan akhlak itu tumbuh secara sederhana, kemudian berangsur meningkat sedikit demi sedikit berjalan ke arah cita-cita yang dianggap sebagai tujuan. Perbuatan itu baik bila dekat dengan cita-cita itu dan buruk bila jauh daripadanya. Sedang tujuan manusia dalam hidup ini

Baca Juga: