1. Pengertian Harta Warisan
Kata mawaris adalah bentuk jamak dari miras yang dimaknai dengan maurus yang berarti harta pusaka peninggalan orang yang meninggal yang diwariskan kepada para keluarga yang menjadi ahli warisnya. Orang yang meninggalkan harta pusaka teresebut disebut muwaris, sedangkan orang yang menerima warisan disebut waris. Sementara ilmu yang membahas tentang tata cara pembagian harta warisan disebut dengan ilmu faraid atau ilmu waris. Kata faraid, jamak dari kata faridah artinya “bagian tertentu.” Jadi ilmu faraid adalah ilmu yang membahas bagian-bagian tertentu dalam pembagian harta warisan. Istilah-istilah yang ada dalam ilmu waris dan sering digunakan adalah:
- Muwaris ialah orang yang meninggal dunia atau orang yang meninggalkan harta waris.
- Waris adalah orang yang berhak menerima harta peninggalan.
- Miras adalah harta yang ditinggalkan oleh muwaris yang akan dibagikan kepada ahli waris, disebut juga maurus
2. Dasar Hukum Waris
Al Qur’an dalam surat an Nisa’ ayat 11
Artinya: “Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, Maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. An-Nisa’ [4]: 11).
Hadis Rasullah Saw
Artinya: “Bagikan harta diantara pemilik faraidh (bagian harta waris) berdasarkan Kitab Allah. Maka bagian harta yang tersisa setelah pembagian tersebut, lebih utama diberikan kepada (ahli waris) laki-laki.” (HR. Abu Dawud).
3. Rukun Waris
Harta warisan (maurus/ tirkah)
Harta warisan adalah harta bawaan ditambah dengan bagian dari harta bersama sesudah digunakan keperluan pewaris selama sakit sampai meninggal, pembayaran hutang, pengurusan jenazah serta wasiat pewaris.
Pewaris
Pewaris adalah orang yang saat meninggalnya beragama Islam, meninggalkan harta warisan dan ahli waris yang masih hidup. Bagi pewaris mempunyai ketentuan barang yang ditinggalkan di mana barang itu merupakan milik sempurna dan pewaris benar-benar telah meninggal dunia.
Ahli Waris
Ahli waris adalah orang-orang yang berhak mewarisi karena hubungan kekerabatan (nasab), hubungan pernikahan dengan pewaris dan beragama Islam.
4. Hal-hal yang harus diselesaikan sebelum pembagian waris
- Biaya perawatan jenazah, meliputi biaya menggali kubur, pembelian kain kafan, pengangkutan dan juga termasuk sewa kuburan bagi yang tinggal di kota besar.
- Melunasi hutang piutangnya, seorang muslim yang masih mempunyai tanggungan hutang sampai ia meninggal, maka ahli waris memiliki kewajiban untuk menyelesaikan hutangnya dengan harta peninggalan. Jika tidak memiliki harta, maka hal itu tetap menjadi kewajiban ahli waris.
- Membagi harta waris kepada yang berhak, setelah semua urusan di atas diselesaikan, jika masih tersisa harta waris, maka pembagian harta waris tersebut harus di atur menurut faraid (hukum waris) dengan penuh persaudaraan dan bijaksana. Jika ahli waris sudah dewasa hendaknya diselesaikan pembagaiannya sampai tuntas. Namun, jika ada yang masih kecil, maka harta tersebut dikuasakan kepada orang yang sudah dewasa dan amanah.
5. Hikmah Pembagian Warisan
Setiap aturan yang ditetapkan oleh Allah Swt. pasti mempunyai hikmah dan hal itu merupakan kemaslahatan bagi manusia sendiri. Syariat waris diturunkan untuk memberikan pengaturan bagi manusia dan memberikan rasa adil. Diantara hikmah waris adalah:
- Kewajiban dan hak keluarga mayit dapat teratur dan dihormati. Kewajiban untuk mengurus haq al-adami mayit yang meliputi mengurus jenazah, melaksanakan wasiat dan menyelesaikan hutang piutang dapat terlaksana, demikian pula dengan hak keluarga mayit yakni menerima harta warisan.
- Menghindari perselisihan antar ahli waris atau keluarga mayit yang ditinggalkan. Menjaga silaturahmi keluarga dari ancaman perpecahan yang disebabkan harta warisan serta memberikan rasa aman dan adil.
- Terjaganya harta warisan hingga sampai kepada individu yang berhak menerima harta warisan. Memberikan legalitas atas kepemilikan harta warisan. Adapun mengenai perbedaan bagian waris untuk laki-laki dan perempuan, maka itu adalah sebuah konsekuensi logis di mana seorang laki-laki di tuntut untuk menafkahi isteri dan keluarganya sementara perempuan tidak memiliki kewajiban untuk menafkahi. Maka, suatu hal yang wajar jika seorang laki-laki mendapat bagian dua kali lebih besar dari bagian seorang perempuan. Berikut ini perbandingan kebutuhan antara laki-laki dan perempuan:
- Kaum wanita tidak diwajibkan memberi nafkah kepada siapa pun di dunia ini. Sebaliknya, kaum laki-laki yang mempunyai kewajiban untuk memberi nafkah kepada keluarga dan kerabatnya, serta siapa saja yang diwajibkan atasnya untuk memberi nafkah dari kerabatnya.
- Nafkah (pengeluaran) kaum laki-laki jauh lebih besar dibandingkan kaum wanita. Dengan demikian, kebutuhan kaum laki-laki untuk mendapatkan dan memiliki harta jauh lebih besar dan lebih banyak dibandingkan kaum wanita.
- Kaum laki-laki diwajibkan untuk membayar mahar kepada istrinya, menyediakan tempat tinggal baginya, memberinya makan, minum, dan sandang. Ketika telah dikaruniai anak, ia juga berkewajiban untuk menafkahi anaknya.
- Kebutuhan pendidikan anak, pengobatan jika anak sakit (termasuk istri) dan lainnya, seluruhnya dibebankan hanya pada pundak kaum laki-laki, sementara kaum wanita tidaklah demikian.