Menu Tutup

Pengertian Riba, Dasar Hukum, Jenis-Jenis, Cara Menghindari Riba dan Hikmah diharamkannya Riba

Pengertian Riba

Riba secara bahasa (etimologi) artinya tambahan atau kelebihan (ziyadah) Sedangkan pengertian riba menurut istilah (terminologi) ialah kelebihan atau tambahan pembayaran dalam utang piutang atau jual beli yang disyaratkan sebelumnya bagi salah satu dari dua orang/pihak lain yang membuat perjanjian.

Dasar Hukum Riba

Riba dalam syariat Islam secara tegas dinyatakan haram. Bahkan semua agama samawi melarang praktik riba karena dapat menimbulkan dampak negatif bagi pemberi dan penerima hutang. Di samping berpotensi menghilangkan sikap tolong menolong, riba juga dapat menimbulkan permusuhan antara kedua belah pihak yang melakukan transaksi. Hukum haram dari riba berdasarkan al-Qur’an, hadis dan ijmak ulama sebagai berikut:

  • Al-Qur’an

Artinya: “Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS. Al-Baqarah [2]: 275).

  • Hadis Rasulullah

Artinya: “Dari Jabir Ra. ia berkata: “Rasulullah Saw. telah melaknat orang- orang yang memakan riba, orang yang menjadi wakilnya (orang yang memberi makan hasil riba), orang yang menuliskan, orang yang menyaksikannya, (dan selanjutnya), Nabi bersabda, mereka itu semua sama saja.” (HR. Muttafaq Alaih).

  • Ijmak ulama

Para ulama sepakat bahwa seluruh umat Islam mengutuk dan mengharamkan riba. Riba adalah salah satu usaha mencari rezeki dengan cara yang tidak benar dan dibenci oleh Allah Swt. Praktik riba lebih mengutamakan keuntungan pribadi dan mengorbankan orang lain. Riba akan menyebabkan kesulitan hidup bagi manusia, terutama mereka yang memerlukan pertolongan. Riba juga dapat menimbulkan kesenjangan sosial yang semakin besar antara “yang kaya dan yang miskin”, serta dapat menghilangkan rasa kemanusiaan untuk saling membantu. Oleh karena itu, agama Islam mengharamkan riba.

Jenis-Jenis Riba

Dalam fikih muamalah, jenis riba dibagi menjadi empat yaitu:

Riba Fadli

Riba fadli yaitu tukar menukar dua buah barang yang sama jenisnya, namun tidak sama ukurannya yang disyaratkan oleh orang yang menukarnya. Perkara yang dilarang adalah kelebihan (perbedaan) dalam ukuran/takaran. Contohnya tukar menukar perak dengan perak, emas dengan emas ataupun beras dengan beras di mana ada kelebihan yang disyaratkan oleh yang menukarkan. Rasulullah Saw. bersabda:

Artinya: “Dari Ubaidah bin As-Samit ra, Nabi saw. telah bersabda: emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, syair dengan syair, kurma dengan kurma, garam dengan garam, hendaknya sama banyaknya, tunai dan timbang terima, maka apabila berlainan jenisnya, maka boleh kamu menjual sekehendakmu, asalkan dengan tunai.” (HR. Muslim).

Riba Qardi

Riba qardi yaitu meminjamkan sesuatu dengan syarat ada keuntungan atau tambahan dari orang yang dihutangi. Misalnya Umar berhutang kepada Budi sebesar Rp. 50.000,00 dan Budi mengharuskan Umar untuk membayar sebesar

Rp. 55.000,00. Larangan riba qardhi berdasarkan Sabda Rasulullah Saw.:

Artinya: “Semua piutang yang menarik keuntungan termasuk riba”. (HR. Al- Baihaqi).

Riba Yad

Riba yad yaitu riba yang terjadi pada jual beli atau pertukaran yang disertai penundaan serah terima kedua barang yang ditukarkan atau penundaan terhadap penerimaan salah satu barang. Riba Yad muncul akibat adanya jual beli atau pertukaran barang ribawi (emas. perak, dan bahan pangan) maupun yang bukan ribawi, di mana terdapat perbedaan nilai transaksi bila penyerahan salah satu atau kedua-duanya diserahkan di kemudian hari. Dengan kata lain, pada riba yad terdapat dua persyaratan dalam transaksi tersebut yaitu satu jenis barang dapat diperdagangkan dengan dua skema yaitu kontan atau kredit.

Riba Nasi’ah

Riba nasi’ah yaitu tukar menukar dua barang yang sejenis maupun tidak sejenis

atau jual beli yang pembayarannya disyaratkan lebih oleh penjual dengan dilambatkan. Riba ini terjadi akibat jual beli tempo. Rasulullah Saw. bersabda:

Artinya: “Dari Samurah bin Jundub Ra. sesungguhnya Nabi Saw. telah melarang jual beli binatang yang pembayarannya diakhirkan” (HR. Lima Ahli Hadis). Terkait dengan hukum bunga bank maka, hal itu dianggap sebagai masalah ijtihadiyah karena tidak ada nash baik al-Qur’an maupun hadis yang menjelaskannya. Hukum bunga bank dibagi menjadi tiga, yakni:

  1. Haram, karena telah menetapkan kelebihan atas hutang
  2. Halal, karena bunga bank cukup rasional sebagai biaya pengelolaan usaha
  3. Syubhat yaitu belum jelas halal atau haramnya bunga bank tersebut. Seseorang yang menyimpan uang di bank akan memperoleh imbalan yang disebut dengan bunga bank, sebaliknya orang yang meminjam uang di bank juga akan dikenakan Bank yang berdasarkan syariat Islam yaitu bank Syariah, menentukan keuntungan dengan cara bagi hasil. Untuk menghindari polemik hukum tersebut, Majelis Ulama Indonesia (MUI) beserta tokoh-tokoh ulama dan tokoh-tokoh cendikiawan muslim Indonesia, telah mendirikan bank yang memberi jasa pelayanan keuangan sesuai dengan aturan syariat Islam.

Cara Menghindari Riba

Dalam jual beli

Berikut ini beberapa syarat jual beli agar tidak menjadi riba:

  • Menjual sesuatu yang sejenis ada tiga syarat, yaitu:
    1. Serupa timbangan dan jenis barangnya
    2. Terima dalam akad (ijab kabul) sebelum meninggalkan majelis akad.
  • Menjual sesuatu yang berlainan jenis ada dua syarat, yaitu:
    1. Serah terima dalam akad sebelum meninggalkan majelis

Dalam kehidupan sosial

Beberapa cara untuk menghindari riba dalam kehidupan bermasyarakat, yakni:

  • Membiasakan hidup hemat
  • Menghindari kebiasaan berhutang, jika terpaksa hutang jangan berhutang kepada rentenir
  • Bekerjalah dengan sungguh-sungguh untuk mencukupi kebutuhan hidup walaupun dengan bersusah payah.
  • Bila ingin berbisnis dan membutuhkan modal, maka bisa bekerja sama dengan bank yang dikelola berdasarkan syariat Islam yakni bank yang menentukan keuntungan dengan cara bagi hasil.

Hikmah diharamkannya Riba

Setiap muslim wajib menyakini bahwa semua perintah dan larangan Allah Swt. pasti mengandung kemaslahatan untuk manusia, termasuk diharamkannya riba. Diantara hikmah diharamkannya riba selain hikmah-hikmah umum di seluruh perintah-perintah syariat yaitu menguji keimanan seorang hamba dengan taat mengerjakan perintah atau meninggalkannya adalah sebagai berikut:

  • Menjauhi dari sikap serakah atau tamak terhadap harta yang bukan haknya
  • Menimbulkan permusuhan antar pribadi dan mengikis semangat kerja sama atau saling tolong menolong antara sesama manusia. Padahal, semua agama, terutama Islam menyeru kepada manusia untuk saling tolong menolong, menghindari sikap egois dan mengeksploitasi orang lain
  • Menumbuhkan mental pemboros, tidak mau bekerja keras dan menimbun harta di tangan satu pihak. Islam menghargai kerja keras dan menghormati orang yang suka bekerja keras sebagai jalan mencari nafkah.
  • Menghindari dari perbuatan aniaya dengan memeras kaum yang lemah, karena riba merupakan salah satu bentuk penjajahan atau perbudakan dimana satu pihak mengeksploitasi pihak yang lemah
  • Mengarahkan kaum muslimin mengembangkan hartanya dalam mata pencarian yang bebas dari unsur haram
  • Menjauhkan orang muslim dari sesuatu yang menyebabkan kebinasaannya, karena orang yang memakan riba adalah zalim, dan kelak akan binasa.

Baca Juga: