1. Bahasa
Secara bahasa, kata riba (ربا) berarti ziyadah (زيادة) yaitu tambahan. Dikatakan dalam ungkapan Arab :
رَبَا ال يشَّْءُ إِذَا زَا دَ
Sesuatu mengalami riba, maksudnya mengalami pertambahan.
Aku takutkan dari kalian adalah rama’ (maksudnya adalah riba)Kadang kata riba juga disebutkan dengan lafadz yang berbeda, seperti rama’ (رماء), sebagaimana perkataan Umar bin Al-Khattab : إِنِّ أَخَافُ عَليْكُمُ الرمَا
Kadang juga digunakan istilah rubbiyah (ربية), sebagaimana sabda Rasulullah SAW
Tidak ada lagi tuntutan atas riba ataupun darah.
2. Istilah
Adapun definisi riba menurut istilah dalam ilmu fiqih, kita temukan beberapa ungkapan yang berbeda-beda dari masing-masing mazhab utama.
a. Al-Hanafiyah
Kelebihan yang bukan termasuk penggantian dengan ketentuan syar’i yang disyaratkan atas salah satu pihak dalam masalah mu’awadhah. [1]
b. Al-Malikiyah
Dalam pandangan mazhab Al-Malikiyah, riba itu didefinisikan sebagai
Semua jenis dari jenis-jenis riba[2]
c. Asy-Syafi’iyah
Dalam pandangan mazhab Asy-syafi’iyah, riba didefinisikan sebagai :
Akad atas penggantian yang dikhususkan yang tidak diketahui kesetaraan dalam pandangan syariah pada saat akad atau dengan penundaan salah satu atau kedua harta yang dipertukarkan.[3]
d. Al-Hanabilah
Dan mazhab Al-Hanabilah mendefinisikan riba sebagai :
Kelebihan pada harta yang dipertukarkan atau penangguhan pembayaran yang dikhusuuskan, dimana syariat mengharamkan kelebihannya baik secara nash atau secara qiyas. [4]
Dan secara istilah berarti tambahan pada harta yang disyaratkan dalam transaksi dari dua pelaku akad dalam tukar menukar antara harta dengan harta.
Sebagian ulama ada yang menyandarkan definisi’ riba’ pada hadits yang diriwayatkan al-Harits bin Usamah
Dari Ali bin Abi Thalib, yaitu bahwa Rasulullah SAW bersabda:” Setiap hutang yang menimbulkan manfaat adalah riba”.
Pendapat ini tidak tepat, karena, hadits itu sendiri sanadnya lemah, sehingga tidak bisa dijadikan dalil.
Jumhur ulama tidak menjadikan hadits ini sebagai definisi riba’, karena tidak menyeluruh dan lengkap, disamping itu ada manfaat yang bukan riba’ yaitu jika pemberian tambahan atas hutang tersebut tidak disyaratkan.
[1] Hasyiyatu Ibnu Abdin, jilid 4 hal. 176
[2] Kifayatu At-Thalib Ar-Rabbani, jilid 2 hal. 99
[3] Mughni Al-Muhtaj, jilid 2 hal. 21
[4] Khasysyaf AL-Qina’ , jilid 2 hal. 351f
Sumber: Ahmad Sarwat, Kiat-kiat Menghindari Riba, Jakarta Selatan: Rumah Fiqih Publishing, 2019