Doktrin Jabariyah dan Tokoh-tokohnya

Jabariyah

Jabariyah adalah sebuah paham dan kelompok menyimpang (bid’ah) di dalam akidah yang muncul pada abad akhir ke-2 Hijriah di Khurasan, Iran. Atau pada masa generasi sahabat dan tabi’in.

Kata Jabariyah berasal dari kata jabara yang berarti memaksa dan mengharuskan melakukan sesuatu. Dalam bahasa Inggris, Jabariyah disebut fatalism atau predestination yaitu paham yang menyebutkan bahwa perbuatan manusia telah ditentukan dari semula oleh Tuhan.

Latar Belakang Kemunculan         

Awal kemunculan paham ini tidak ada literatur yang kuat yang dapat menjadi pijakan sejarah. Misalnya ada pendapat menuturkan bahwa paham ini muncul sejak zaman sahabat dan masa Bani Umayyah. Ketika itu para ulama membicarakan tentang masalah Qadar dan kekuasaan manusia ketika berhadapan dengan kekuasaan mutlak Tuhan.

Ada juga pendapat yang menuturkan bahwa paham ini diduga telah muncul sebelum Islam datang ke masyarakat Arab. Dengan kiasan kehidupan bangsa Arab yang diliputi oleh gurun pasir sahara telah memberikan pengaruh besar dalam cara hidup mereka.

Dalam situasi demikian masyarakat arab tidak melihat jalan untuk mengubah keadaan disekeliling mereka sesuai dengan kehidupan yang diinginkan. Sehingga menyebabkan mereka jatuh kepada paham fatalisme.

Ada pendapat bahwa paham Jabariyah yang muncul pada generasi Sahabat karena ada benih-benih itu terlihat dalam 2 peristiwa sejarah berikut ini:

  1. Khalifah Umar bin Khattab pernah menangkap seseorang yang ketahuan mencuri. Ketika diintrogasi, Pencuri itu berkata, “Tuhan telah menentukan aku mencuri.” Kalimat inilah yang menjadi persoalan.
  2. Pada pemerintahan Bani Umayyah, pandangan tentang Jabariyah semakin mencuat ke permukaan. Abdullah bin Abbas r.a, melalui suratnya memberikan reaksi kertas kepada penduduk Syria yang diduga berpaham Jabariyah.

Berkaitan dengan kemunculan paham Jabariyah, ada yang mengatakan bahwa kemunculannya oleh pengaruh pemikiran asing yaitu pengaruh agama Yahudi bermazhab Qurra dan agama Nasrani bermazhab Yacobit. Jadi, intinya masih ada perbedaan pendapat dari beberapa tokoh sejarah.

Paham ini disebarkan oleh Jahm bin Shafwan (124 H/745 M), sehingga juga dikenal dengan nama Jahmiyah. Ia berkata bahwa manusia itu tidak memiliki kekuasaan untuk memilih. Manusia melakukan apapun sesuai dengan apa yang telah ditetapkan oleh Allah SWT.

Dalam hal ini manusia itu dianggap tidak lain melainkan bulu di udara dibawa angin menurut arah yang diinginkanNya atau bagaikan kayu ditengah-tengah gelombang yang terobang ambing yang ditentukan oleh lautan yang membawanya.