Pengertian qishash
Qishash (قصاص) adalah istilah dalam hukum Islam yang berarti pembalasan yang seimbang atau setimpal atas suatu kejahatan, terutama pembunuhan atau perusakan anggota tubuh.
Kata qishash berasal dari bahasa Arab yang mengandung makna “memotong” atau “mengikuti” (اقتص) dalam arti mengikuti perbuatan pelaku kejahatan sebagai bentuk balasan atas perbuatannya.
Secara syariat, qishash mengacu pada hukuman yang diterapkan kepada pelaku pembunuhan atau penghilangan fungsi anggota tubuh orang lain yang dilakukan dengan sengaja.
Hukuman ini bertujuan untuk memberikan keadilan bagi korban dengan memberikan pembalasan yang setimpal, seperti pembunuhan dibalas dengan pembunuhan, atau kehilangan anggota tubuh dibalas dengan penghilangan anggota tubuh yang sama.
Menurut Al-Qur’an, qishash diterapkan dalam konteks keadilan yang mengutamakan kesetaraan antara korban dan pelaku. Sebagai contoh, Allah berfirman dalam Surah Al-Baqarah ayat 178:
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh: orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan perempuan dengan perempuan. Tetapi barangsiapa memperoleh maaf dari saudaranya, hendaklah ia mengikutinya dengan baik dan membayar diat (tebusan) kepada yang bersangkutan dengan baik. Yang demikian itu adalah keringanan dan rahmat dari Tuhanmu.” (QS. Al-Baqarah: 178)
Macam-macam qishash
Qishash dalam Islam merujuk pada hukuman yang diberikan sebagai balasan setimpal terhadap pelanggaran yang dilakukan, terutama yang berkaitan dengan pembunuhan atau penganiayaan. Istilah ini berasal dari bahasa Arab yang berarti “mengikuti” atau “membalas perbuatan”. Sebagai salah satu bentuk hukuman yang diatur dalam syariat Islam, qishash diterapkan untuk menegakkan keadilan dan menjaga ketertiban dalam masyarakat. Berikut adalah penjelasan lebih lanjut mengenai macam-macam qishash yang terdapat dalam hukum Islam.
1. Qishash dalam Kasus Pembunuhan
Qishash paling sering diterapkan dalam kasus pembunuhan. Dalam hal ini, hukum qishash mengharuskan pelaku pembunuhan dihukum dengan cara yang setimpal, yaitu dengan cara membalas pembunuhan tersebut. Pembalasan ini dapat dilakukan dengan pembunuhan yang setara, sebagaimana dijelaskan dalam Surah Al-Baqarah ayat 178:
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh: orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita…” (QS. Al-Baqarah: 178)
Ayat ini mengatur prinsip dasar qishash, yang mana hukuman berlaku setimpal antara pelaku dan korban, misalnya orang merdeka dibalas dengan hukuman terhadap orang merdeka juga.
2. Qishash dalam Kasus Penganiayaan (Tindak Kekerasan)
Selain pembunuhan, qishash juga berlaku dalam kasus penganiayaan yang menyebabkan cacat atau luka berat pada korban. Dalam hal ini, qishash diterapkan dengan membalas penganiayaan tersebut dengan cara yang sama, misalnya:
- Mata dengan mata: Jika seseorang menyebabkan kebutaan pada orang lain, maka sebagai qishash, matanya bisa dibalas dengan tindakan yang setimpal.
- Telinga dengan telinga: Jika seseorang merusak telinga orang lain, maka perusakan yang sama bisa diterapkan sebagai qishash.
- Gigi dengan gigi: Jika seorang individu mematahkan gigi orang lain, maka gigi yang sama bisa dipatahkan sebagai balasan.
Surah Al-Maidah ayat 45 menjelaskan:
“Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At-Taurat) bahwasannya jiwa (dibalas) jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi dan luka-lukapun ada qishashnya.” (QS. Al-Maidah: 45)
Ayat ini menegaskan bahwa hukum qishash tidak hanya berlaku pada pembunuhan, tetapi juga pada tindakan kekerasan yang merusak tubuh.
3. Qishash dalam Kasus Kehilangan Fungsi Anggota Tubuh
Dalam hukum Islam, qishash juga dapat diterapkan dalam kasus penghilangan atau kerusakan fungsi anggota tubuh. Misalnya, jika seseorang dengan sengaja merusak tangan atau kaki orang lain sehingga tidak bisa digunakan, hukuman yang diterima pelaku bisa setimpal, berupa penghilangan fungsi anggota tubuhnya.
Hukum Qishash
Hukuman mengenai qishash ini, baik qishash pembunuhan maupun qishah anggota badan, dijelaskan dalam al -Qur’an surat Al Maidah: 45:
Artinya: “Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka didalamnya (At-Taurat) bahwasannya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi dan luka-lukapun ada qishashnya. Barang siapa melepaskan ( hak qishashnya ) akan melepaskan hak itu ( menjadi ) penebus dosa baginya. Barang siapa yang tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang dzalim.” (QS. Al- Maidah : 45 )
Syarat-syarat Qishash
Hukuman qishash wajib dilakukan apabila memenuhi syarat-syarat sebagaimana berikut:
Orang yang terbunuh terpelihara darahnya
Orang yang terbunuh terpelihara darahnya (orang yang benar-benar baik). Jika seorang mukmin membunuh orang kafir, orang murtad, pezina yang sudah menikah, ataupun seorang pembunuh, maka dalam hal ini hukuman qishash tidak Rasulullah SAW bersabda:
Artinya: “Tidak dibunuh seorang muslim yang membunuh orang kafir.” ( HR. Al- Bukhari)
Hadis di atas menjelaskan bahwa seorang muslim yang membunuh orang kafir tidak di hukum qishash. Pun demikian, harus dipahami bahwa orang kafir terbagi menjadi dua; pertama; kafir harbi, dan kedua; kafir dzimmi.
- Kafir harby adalah kafir yang melakukan tindak kedzaliman kepada kalangan muslimin hingga sampai pada tahapan “memerangi”. Seorang muslim yang membunuh kafir ini tidak diqishash dan tidak dikenai hukuman
- Kafir dzimmi adalah kafir yang berada di bawah kekuasaan penguasa muslim dan berinteraksi secara damai dengan kalangan muslimin. Penguasa muslim berhak menghukum seorang muslim yang membunuh kafir dzimmi. Semakin jelas disini, bahwa pada prinsipnya seorang muslim harus menghargai siapapun, termasuk juga kalangan non muslim, selama mereka tidak berniat menghancurkan dinul Islam
b. Pembunuh sudah baligh dan berakal
Pembunuh sudah baligh dan berakal, sebagaimana sabda Rasulullah saw:
Artinya: “Dari Aisyah ra bahwa Nabi saw bersabda: terangkat hukum (tidak kena hukum) dari tiga orang yaitu; orang tidur hingga ia bangun, anak-anak hingga ia dewaasa, dan orang gila hingga ia sembuh dari gilanya.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
c. Pembunuh bukan bapak (orang tua) dari terbunuh
Jika seorang bapak (orang tua) membunuh anaknya maka ia tidak di-qishash. Rasulullah Saw. bersabda:
Artinya: “Tidak dibunuh seorang bapak (orang tua) yang membunuh anaknya.” (H.R. Ahmad dan al-Tirmidzi)
Umar bin Khattab dalam satu kesempatan juga berkata:
Artinya: “Aku pernah mendengar Rasulullah saw bersabda : Tidak boleh bapak (orang tua) diqishash karena sebab ( membunuh ) anaknya.” (HR. Tirmidzi)
Dalam hal ini hakim berhak menjatuhkan hukuman ta’zir kepada orang tua tersebut, semisal mengasingkannya dalam rentang waktu tertentu atau hukuman lain yang dapat membuatnya jera.
Adapun jika seorang anak membunuh orang tuanya maka ia wajib dihukum qishash.
d. Orang yang dibunuh sama derajatnya dengan orang yang membunuh
Orang yang dibunuh sama derajatnya dengan orang yang membunuh, seperti muslim dengan muslim, merdeka dengan merdeka dan hamba dengan Allah berfirman:
Artinya: “ Hai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh, orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita.’ (QS. Al-Baqarah : 178 )
e. Qishash dilakukan dalam hal yang sama
Qishash dilakukan dalam hal yang sama, jiwa dengan jiwa, mata dengan mata, dan lain Sebagaimana firman Allah Swt. dalam surat al-Maidah ayat 45 yang telah kita bahas kandungan umumnya pada halaman sebelumnya:
Artinya: “Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka didalamnya (At-Taurat) bahwasannya jiwa (dibalas) jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi dan luka-lukiapun ada qishashnya.” (QS. Al-Maidah: 45 )
Hikmah Qishash
Hukum qishash merupakan salah satu bagian dari syariat Islam yang mengandung banyak hikmah yang mendalam. Dalam perspektif Islam, penerapan qishash (balasan setimpal) terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan atau penganiayaan tidak hanya bertujuan untuk menegakkan keadilan, tetapi juga untuk menjaga keselamatan dan kehormatan jiwa manusia. Melalui sistem hukum ini, Islam menunjukkan pentingnya penghargaan terhadap kehidupan manusia dan memberikan pelajaran moral yang berharga.
1. Menegakkan Keadilan dan Menghargai Kehormatan Jiwa
Qishash, baik dalam bentuk al-jinayat ‘alan nafsi (tindak pidana pembunuhan) maupun al-jinayah ‘ala ma dunan nafsi (tindak pidana penganiayaan atau perusakan anggota badan), menegaskan prinsip keadilan dalam Islam. Allah SWT menetapkan bahwa “jiwa dibalas dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, dan sebagainya” sebagaimana yang tercantum dalam ayat Al-Qur’an:
“Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At-Taurat) bahwasannya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka pun ada qishasnya” (QS. Al-Maidah: 45).
Ayat ini menunjukkan bahwa keadilan tidak mengenal pandang bulu, baik itu untuk orang merdeka maupun budak, wanita maupun pria. Dalam hal ini, qishash mengingatkan umat untuk menjaga nilai dan kehormatan jiwa manusia yang sangat tinggi.
2. Memelihara Keamanan dan Ketertiban Sosial
Penerapan qishash juga bertujuan untuk memelihara keamanan dan ketertiban dalam masyarakat. Ketika orang tahu bahwa ada hukuman yang setimpal bagi tindakan kriminal, mereka akan berpikir dua kali untuk melakukan tindak pidana. Hal ini memberikan efek jera bagi mereka yang memiliki niat buruk untuk membunuh atau menyakiti orang lain. Dengan demikian, qishash membantu menciptakan atmosfer kehidupan yang lebih aman, damai, dan tertib. Sebagaimana firman Allah:
“Dan dalam qishash itu ada jaminan (kelangsungan hidup bagimu), hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 179).
3. Mencegah Permusuhan dan Pertumpahan Darah
Qishash berperan penting dalam mencegah eskalasi permusuhan yang dapat berujung pada pertumpahan darah lebih lanjut. Tanpa qishash, pembunuhan atau penganiayaan yang tidak mendapatkan balasan yang setimpal bisa memicu perasaan dendam dan konflik yang tak berujung. Hal ini dapat memperburuk keadaan dan mengganggu kestabilan masyarakat. Sebaliknya, dengan adanya qishash, pihak yang merasa dirugikan dapat mendapatkan keadilan, dan dengan demikian, potensi konflik bisa diminimalisir. Ini juga diungkapkan dalam tafsir bahwa qishash dapat mengurangi fitnah dan kerusuhan, menjaga kedamaian antara individu dalam komunitas.
4. Memberikan Pilihan untuk Memilih Pengampunan atau Diyat
Islam memberikan fleksibilitas dalam penegakan hukum qishash dengan menawarkan pilihan antara pelaksanaan qishash, pembayaran diyat (tebusan), atau bahkan pengampunan dari pihak yang dirugikan. Ini adalah salah satu bentuk keringanan dan rahmat dari Allah yang memungkinkan perdamaian tercapai melalui dialog dan sikap saling memaafkan. Pemaafan yang dilakukan dengan baik bahkan bisa menjadi penebus dosa bagi pihak yang memaafkan, sebagaimana disebutkan dalam ayat Al-Baqarah:
“Barang siapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diyat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik pula.” (QS. Al-Baqarah: 178).
5. Kehidupan yang Terjamin bagi Umat Manusia
Salah satu hikmah utama yang terkandung dalam syariat qishash adalah tercapainya kehidupan yang lebih baik dan aman bagi umat manusia. Sebagaimana dijelaskan dalam tafsir, ketika seseorang mengetahui bahwa ia bisa dihukum sesuai dengan perbuatannya, hal itu akan menahan niat jahatnya. Pada akhirnya, penerapan hukum ini tidak hanya menyelamatkan kehidupan satu individu, tetapi juga menjaga kelangsungan hidup banyak orang dalam masyarakat. Ini adalah gambaran betapa pentingnya qishash dalam menciptakan masyarakat yang harmonis dan penuh keadilan