Menu Tutup

Ibadah yang Menyucikan Jiwa

Namun agar ibadah-ibadah sunnah ini dapat berperan besar dalam proses penyucian jiwa, maka seorang muslim harus melaksanakan dua syarat pokok yaitu:

Meninggalkan Kebiasaan Mengerjakan Kemaksiatan.

Kebiasaan mengerjakan perbuatan maksiat dan tenggelam didalamnnya akan memberi pengaruh buruk pada jiwa dan hati. Tidak mungkin seorang hamba bisa dekat dengan Tuhannya, dan meraih berkah ketaatan serta buah hasil ibadah, bila ia lalai dari Tuhannya, dan memebenamkan dirinya ke dalam hal hal yang terlarang.

Imam Ibnu al-Qayyim mengatakan, “Sungguh, dosa dan maksiat itu berbahaya. Bahayannya bagi hati sama seperti bahayannya racun bagi tubuh. Maka apakah ada keburukan dan penyakit di dunia dan akhirat dengan penyebab selai dosa dan maksiat?[1]

Bahaya maksiat yang paling tampak adalah membuat hati seorang hamba gelap pekat. Bila hati telah hitam gelap, pelakunnya akan terus ketagihan berbuat maksiat dan tidak segera bertaubat. Hati yang sudah seperti itu juga tak lagi bisa terpengaruh oleh zikir, doa dan bermacam ibadah dan tidak lagi mampu untuk mendapat manfaat dari hal hgal tersebut. Nabi saw sudah menjelaskan kondisi ini dalam sebuah haditsnya yang disampaikan oleh Abu Hurairah r.a.

“ Sesuangguhnya, jika satu noda hitam. Jika ia mengehentikannya dan mohon ampn, serta bertaubat, maka hatinya akan bersih kembali. Namun jika ia kembali melakukannya, noda itu akan ditambah, hingga memenuhi hatinnya. Itulh karat yang disebut oleh Allah: “ maka sekali sekali tidak demikian, bahkan karet telah menutup hati mereka karena perbuatan mereka sendiri.”(al- Muthafifin: 14) (HR at-Tirmidzi dan al Hakin)

Dosa jika sudah banyak, ia membutakan hati dan mematikannya, membuat hati kebal dari berbagai nasihat, tidak khusyu’ saat berdoa, zikir, atau membaca al-quran. Ia seperti cangkir atau gelas yang terbalik, tidak ada air yang tersisa. Jika anda ingin menggisi sesuatu, maka ia akan berjatuhan di sampingnya.

Maka siapapun yang ingin mendekatkan diri kepada Allah, ia harus membersihkan dirinnya terlebih dahulu, mengosongkan dirinnya dari perbuatan maksiat, terutama dosa-dosa besar, hingga hatinyahidup dan terbuka untuk ketaatan. Juga supaya mendapat kan taufiqq dan memeperbanyaknya menemukan tekad yang kuat, serta aktif melaksanakannya.

Dalam untaian kata yang indah, Imam Abdullah bin Mubarak menerangkan tentang hati yang berbalut noda maksiat.

Aku melihat dosa-dosa mematikan hatu, kecandan dosa dapat mewariskan kehinaan.

Sedang meninggalkan dosa dan maksiat akan menghidupkan hati.

Menentang dosa merupakann yang terbaik bagi jiwamu.[2]

 Perbuatan maksiat paling menonjol yang mengeraskan hati, dan menglangi seorang hamba  untuk mendapat cahaya Allah adalah: makan harta diharamkan. Rasulullah saw bersabda’

“ Sungguh, Allah Ta’ala itu baik mau menerima selain yang baik…hingga pada kata-kata…kemudian menyenyebut seorang pria yang sedang dalam perjalanan jauh. Rambutnya kusut dan berselubung debu, Ia mengangkat tangannya ke langit dan berkata, ‘Ya Tuhan.’ Padahal makananya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, memberi nutrisi tubuhnya dengan sesuatu yang haram. Bagaimana doannya dapat diterima.?”(HR-Muslim)

Maka siapa saja yang ingin mendekatkan diri kepada Allah dengan zikir dan doa hendaklah dia berada dalam jalan ketaatan, dan menjauhkan diri dari kemaksiatan, Khususnya mencari nafkah dengan cara yang halal agar mendapatkan berbagai macam kebaikan dan rahmat. Said bin Jubair ra berkata, “Zikir adalah ketaatan kepada Allah. Siapa saja yang menaati Allah berarti telah mengingat-Nya (berzikir). Siapa saja yang tidak taat kepadan-Nya, berarti tidak berzikir, meskipun ia memeperbanyak bacaan tasbih dan membeaca al-Quran.[3]           

Menghadirkan Hati

Jika seorang hamba berusaha keras menjauhkan diri dari berbagai kemaksiatan dan segera bertaubat, maka hatinya akan dibersihkan dari segala noda, Hati yang keras akan melunak, dan pelakunya akan segera kembali ke jalan ketaatan dan memeperbanyak ibadah Sunnah arar bisa menjadi obat bagi hatinnya yang telah diracuni oleh maksiat dan dilemahkan oleh dosa.

Makanan terbaik bagi hati yang dapat mengembalikan kehidupannya dan menyeadarkannya adalah menginggat Allah, yang dibarengi dengan perenungan, khusyu’ dan berzikir dan juga dengan membaca al-Quran, tasbiih, tahmiid, tahliil, doa, dan lain sebagainnya. Tanpa menghadirkan hati, seorang hamba tidak akan mendapat hasil yang diharapkan. Firman Allah Ta’ala:

“. Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran.(as-Shaad: 28)

“. Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran ataukah hati mereka terkunci? (Muhammad: 24)

Allah mencela kekerasan hati dan sikap lalai untuk mengingat-Nya. dan Dia menyuruh untuk senantiasa khusyu’ dan perenungan. Demikian juga Allah Ta’ala telah menjelaskan bahwa seandainnya Al-Quran diturunkan ke atas sebuah gunung yang keras, maka gunung itu akan ketakutan dan hancur karena takutnya kepada Allah. Jadi semestinya hati seorang mukmin itu lebih berhak dan pantas untuk khusyu’. Firman Allah Ta’ala,

“ Kalau sekiranya Kami turunkan Al-Quran ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan ketakutannya kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir.”( al-Hasyr: 21)

Maka sudah sepatutnya seorang mukmin berupaya agar bisa khusyu’ dalam berzikir dan disaat membaca al-Quran, serta menghadirkan hati dan menjauhkan sikap lalai agar dapat meraih hasil yang diharapkan. Imam Nawawi mengatakan “ yang dimaksud dengan zikir adalah menghadirkan hati. Maka selayaknya seorang yang berzikir berharap untuk mendapatkannya, dan merenungkan sesuatu yang diingatnya. Serta memikirkan maknyanya.

Zikir dan lalai merupakan dua hal yang tidak pernah bertemu, karena zikir hanya dapat dilakukan dengan kesadaran dan menginggat. Karena itu Imam al-Muhasibi menerangkan. “ Kesadaran merupakan pokok segala kebaikan, seperti juha halnya dengan kelalaian merupakan pokok segala keburukan.[4]

Jadi, ada perbedaan besar antara orang yang mengingat tuhannya dengan menghadirkan hati, dengan orang yang hatinnya lalai dari menginggat Allah. Rasulullah saw sudah menjelaskan hal ini dalam sebuah haditsnya yang disampaikan oleh Abu Musa ra. “ Perumpamaan antara orang yang mengingat tuhannya dan orang yang tidak mengingat tuhannya adalah seperti manusia hidup dan manusia mati (mayat).” (HR.Bukhori dan Muslim)

Zikir akan menghidupkan dan menyinari hati. Orang yang lalai dalam berzikir sama seperti mayat, karena kelalaian itu mematikan hati. Karena itu metode utama untuk menghidupkan hati dan menyucikan jiwa adalah dengan meraih khusyu’ dan menyingkirkan kelalaian, bersungguh sungguh menyempurnakan khusyu’ dan menghadap Allah dengan benar disaat ibadah. Inilah yang dianjurkan oleh Allah Ta’ala kepada kita.

Sebagaimana halnya zikir dan membaca al-Quran yang harus menghadirkan hati, hal yang sama juga berlaku dalam berdoa. Hati harus sadar dan menghadap Allah Ta’ala dengan benar.

[1] Al- jawaab al-Kaafi Liman Sa’ala ad Dawaa’ as-Syafii, Ibn Qayyim al Jauzuyah hal 43

[2]  Al- jawaab al-Kaafi Liman Sa’ala ad Dawaa’ as-Syafii, Ibn Qayyim al Jauzuyah hal  63

[3] Syarh Sunnah Imam al-Baghawi, v/10

[4] Adab Nufus, Imam al-Harits al-Muhasibi hal 62

Baca Juga: