Menu Tutup

Teori-Teori tentang Kebenaran Ilmu

Dalam perkembangan pemikiran filsafat perbincangan tentang kebenaran sudah dimulai sejak Plato yang kemudian diteruskan oleh Aristoteles. Melalui metode dialog Plato yang membangun teori pengetahuan yang cukup lengkap sebagai teori pengetahuan yang paling awal. Sejak itulah teori pengetahuan berkembang terus untuk mendapatkan berbagai penyempurnaan sampai kini.

Pendekatan silogisme adalah satu-satunya metode yang efektif dalam cara berfikir pada zaman Yunani Romawi hingga zaman renaissance. Pada abad pertengahan banyak pemikiran secara silogisme, sehingga banyak pemikir yang tanpa memperhatikan kenyataan atau data empiris yang ada. Mereka tidak mengindahkan pemikiran yang nyata, yang dapat diobservasi melalui penelitian. Aristoteles pun sepertinya melakukan kesalahan yang sama. Sampai pada zaman renaissance, ajaran Aristoteles dianggap benar dan relevan. Hal ini mengakibatkan derajat ilmu kembali pada lubang kesalahan yang nisbi.

Pada abad ke-17, Francis Bacon melakukan pemberontakan dari cara berfikir tersebut. Ia berpendapat bahwa para ilmuan akan setuju pada suatu kesimpulan setelah melakukan tendensi satu dengan yang lain. Yang dimaksud tendensi disini, ketika para ilmuan menyampaikan argumennya dan melalui perdebatan maka kesimpulan itu akan diambil dari hal-hal yang utama, tidak dipungkiri lagi hal-hal yang sebenarnya benar akan terabaikan. Sehingga logika saja tidak cukup untuk mengambil sebuah kesimpulan ilmu. Hal ini karena logika merupakan teori ataupun anggapan yang sudah jadi, sehingga terkadang tidak sesuai dengan realitas.

Untuk mengetahui apakah pengetahuan kita mempunnyai nilai kebenaran atau tidak. Hal ini berhubungan erat dengan sikap, bagaimana cara memperoleh pengetahuan?. Apakah hanya kegiatan dan kemampuan akal pikir ataukah melalui kegiatan indra?. Yang jelas bagi seorang skeptis pengetahuan tidaklah mempunyai nilai kebenaran, karena semua diragukan atau keraguan itulah yang merupakan kebenaran.

Definisi kebenaran secara terminology berkembang dalam sejarah filsafat. Dalam aliran filsafat masing-masing aliran mempunyai pandangan yang berbeda tentang kebenaran, hal ini tergantung dari sudut mana mereka memandang. Secara garis besarnya paham-paham tersebut antara lain:

  1. Paham idealisme, memberikan pengertian bahwa ‘kebenaran’ adalah merupakan soal yang hanya mengenai seseorang yang bersangutan. Kebenaran itu hanya ide, materi itu hanya ide, hanya dalam tanggapan. Demikian dikatakan Goerge Berkeley (1685-1757).
  2. Paham realisme, berpendapat bahwa ‘kebenaran’ adalah kesesuaiaan antara pengetahuan dan kentaan. Karena pengetahuan adalah gambaran yang sebenarnya dari apa yang ada dalam alam nyata, gambaran yang ada dalam akal adalah salinan dari yang asli yang terdapat di luar akal. Aliran ini dipelopori oleh Herbert Spencer (1820-1903).
  3. Kaum pragmatis, memberikan definisi ‘kebenaran’ sebagai sesuatu proporsi itu berlaku atau memuaskan. Peletak dasar paham ini adalah C.S.Peiree (1839-1914) William James menambahkannya behwa kebenaran harus merupakan nilai dari suatu ide.
  4. Faham penomenologi, berpendapat bahwa ‘kebenaran’ itu adalah kesesuaian antara pengetahuan dengan wujud atau akibat yang menggejala sebagai sifat nyata yang merupakan norma kebenaran. Mereka menganggap bahwa fenomena itu adalah data dalam kesadaran dan inilah yang harus diselidiki, supaya hakikatnya ditemukan dan tertangkap oleh kita.

Dari defenisi-defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa yang mereka maksudkan dengan kebenaran adalah segala yang bersumber dari akal (rasio), pengalaman serta kegunaan yang dapat dibuktikan dengan realita yang ada. Dengan kata lain sebagai kebenaran ilmiah. Tapi ada kebenaran yang tak perlu dibuktikan  atau dicari pembutiannya, cukup kita terima dan yakin bahwa itu adalah suatu kebenaran.

Syarat-syarat yang menjadi tolak ukur kebenaran:

  1. Pernyataan tersebut dapat dikatakan benar jika kita tahu arti pernyataan, maksudnya dapat dimengerti.
  2. Kita tahu bagaimana menguji kebenarannya.
  3. Mempunyai cukup bukti yang memadai untuk mempercayai dan menerimanya.

Beberapa macam teori kebenaran antara lain:

  1. Teori kebenaran Korespondensi

Teori ini menyatakan bahwa suatu pernyataan itu benar kalau isi pengetahuan yang terkandung dalam teori tersebut berkorespondensi sesuai dengan objek yang dirujuk oleh pernyataan tersebut atau dengan kata lain sesuatu dianggap benar apabila sesuai dengan materi yang dikandung oleh suatu pernyataan dengan objek yang dikenai pernyataan tersebut.

  1. Teori Kebenaran Koherensi

Teori ini mendasarkan diri pada konsistensi suatu argumentasi. Apabila ada konsistensi dalam alur berfikir, maka kesimpulan yang diambil adalah benar. Sebaliknya jika argument yang ada tidak konsisten, maka kesimpulan yang diambil adalah salah. Secara keseluruhan argument yang bersifat konsisten tersebut juga harus bersifat koheren untuk dapat disebut benar.

  1. Teori Kebenaran Pragmatis

Teori ini berpandangan suatu teori dikatakan benar bila teori keilmuan mampu menjelaskan, menggambarkan, mengontrol dan menjawab suatu gejala. Pada intinya suatu dikatakan benar jika bermanfaat memecahkan masalah.

  1. Teori Kebenaran Sintaksis

Menurut teori ini, suatu pernyataan dikatakan benar apabila pernyataan-pernyataan tersebut mengikuti aturan-aturan sintaksis yang berlaku atau syarat yang berlaku.

  1. Teori Kebenaran Semantis

Menurut teori ini, suatu pernyataan memiliki kebenaran bila memiliki arti dan makna. Teori ini menguak kesyahan proporsi dalam referensi. Arti disini menunjukan dengan jelas cirri khas dari sesuatu yang ada.

  1. Teori Kebenaran Non-Deskripsi

Teori ini menyatakan bahwa pernyataan dikatakan benar apabila pernyataan ini memiliki fungsi yang amat praktis dalam kehidupan sehari-hari.

  1. Teori Kebenaran Logik yang Berlebihan

Menurut teori ini problema kebenaran hanyamerupakan kekacauan bahasa saja dan dapat mengakibatkan pemborosan, karena pernyataan yang hendak dibuktikan kebenarannya memiliki derajat logic yang sama.

Kebenaran ilmiah ada dari hasil dari penelitian ilmiah. Suatu kebenaran tidak akan muncul tanpa adanya prosedur-prosedur yang dilalui. Prosedur itu melalui tahap-tahap metode ilmiah yang berbentuk teori. Kebenaran dalam ilmu bukanlah subjekif, melainkan objektif yang berarti bahwa kebenaran teori ataupun sebuah paradigma harus didukung fakta-fakta dan kenyataan yang objektif.  Kebenaran ilmiah memiliki struktur yang diskurisif atau rasional, empiris, dan sekuler.

Referensi:

Bakhtiar, Amsal, Filsafat Ilmu, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007.

Bernadien, Win Usuludin, Membuka Gerbang Filsafat, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011.

Ermi, Suhasti, Pengantar Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Prajna Media, 2003.

Gazalba, Sidi, Sistematika Filsafat II, Jakarta: Bulan Bintang, 1991.

Ghazali, Bachri, dkk., Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Pokja Akademik UIN, 2005.

Gie, The Liang, Pengantar Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Liberty, 1999.

Hamersma, Harry, Pintu Masuk ke DUnia Filsafat, Yogyakarta: Kanisius, 2008.

Hasan, Erliana, Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian Ilmu Pemerintahan, Bogor: Ghalia Indonesia, 2011.