Menu Tutup

Hukum Sistem  Reselling dan Dropshiping dalam Islam

1. Dropshiping

Dropshipping adalah istilah yang digunakan untuk menyebutkan salah satu sistem pemasaran atau penjualan suatu produk, yang melibatkan tiga pihak yaitu pemilik atau produsen barang, pembeli dan dropshipper.

Peran Dropshipper dalam hal ini adalah menawarkan barang yang statusnya 100 persen masih milik pemiliknya kepada calon pembeli dengan harta tertentu dan spesifikasi tertentu.

Kalau calon pembeli berminat, dia membayar harganya kepada dropshipper, kemudian dropshipper membeli dari pemilik barang dengan harga yang lebih murah, dan meminta pemilik barang untuk mengirimkan barang itu langsung kepada pembeli.

2. Reselling

Reselling adalah istilah yang juga digunakan untuk menyebutkan salah satu sistem pemasaran atau penjualan suatu produk, yang melibatkan tiga pihak, yaitu pemilik barang, pembeli dan reseller.

Peran reseller adalah menawarkan barang yang sudah dibeli dari pemilik barang, baik dengan pembayaran tunai atau cicilan. Kemudian barangbarang itu ditawarkan kepada para calon pembeli dengan harga dan spesifikasi tertentu.

Ketika pembeli menyatakan setuju dengan harga dan spesifikasi itu, dia mengirim uang kepada pihak reseller dan barangnya pun kemudian dikirimkan kepada pembeli.

3. Persamaan dan Perbedaan

Kalau kita bandingkan antara prinsip dropshipping dan reselling, ada persama dan perbedaannya.

a. Perantara

Dropshipping dan reseller banyak digunakan dalam sistem jual-beli online, dimana keduanya menjadi perantara antara pembeli dan penjual.

b. Transaksi di Dunia Maya

Jual-beli dalam dropshipping dan reseller umumnya terjadi di dunia maya, dimana penjual dan pembeli tidak saling bertemu secara fisik.

c.  Belum Sampai Tangan Sudah Dijual

Perbedaan utama antara dropshipping dan reselling adalah dalam hal kepemilikan barang.

Menjual secara dropshipping itu tidak perlu memiliki dulu barang yang mau dijual, tanapa perlu modal, hanya sekedar menawarkan barang milik orang lain ke pihak ketiga.

Secara teknis barang itu tidak sempat jadi miliknya, bahkan sama sekali tidak pernah mampir ke rumahnya. Sebab barang itu dikirim langsung dari pemilik kepada pembeli tanpa lewat perantara.

Namun perantaranya (dropshipper) malah  menerima uang pembayarannya untuk dipotong keuntungan, sisanya baru dibayarkan kepada pemilik barang.

4. Kajian Hukum

Dalam hukum jual-beli, tidak ada syarat yang melarang seseorang menjual barang milik orang lain. Juga tidak ada keharusan seseorang harus punya barang terlebih dahulu, baru boleh dia jual.

Jadi prinsipnya, seorang boleh menjual barang milik orang lain, asalkan seizin dari yang punya, dan seseorang boleh menjual ‘spek’ barang belum dimilikinya.

Ada beberapa cara berjualan yang ada di dalam Islam

a. Simsarah

Cara ini disebut simsarah, yaitu seseorang menjualkan barang milik orang lain dan dia mendapat fee atas jasa menjualkannya. Akad yang pertama ini disepakati kehalalnya oleh seluruh ulama. Dan ini yang terjadi dalam sistem dropshiping.

Simsarah ini bisa dilihat pada para karyawan  toko. Status mereka kebanyakan cuma karyawan saja, bukan pemilik toko dan juga bukan pemilik barang. Bolehkah karyawan toko menjual barang yang bukan miliknya? Jawabannya tentu 100% boleh. Sudah menjadi  tugas utamanya menjualkan barang  yang ada di toko, meski barang bukan miliknya.

Adapun dengan hadits berikut ini yang melarang kita menjual sesuatu yang tidak ada pada diri kita?

لاَ تبعْ مَاليْسَ عِنْدَكَ

Janganlah kamu menjual barang yang tidak kamu miliki (HR. Tirmizy, Ahmad, An-Nasai, Ibnu Majah, Abu Daud)

Sungguh tindakan para penjaga toko tadi tidaklah berbenturan dengan makna hadis ini.  Para Ulama menafsirkan maksud hadis  seseorang menjual barang yang memang dia tidak bisa mengadakannya atau menghadirkannya.

Misalnya, jual ikan tertentu yang masih ada di tengah lautan lepas. Tentu tidak sah, karena tidak ada kepastian bisa didapat atau tidak. Atau jual mobil yang bisa terbang dengan tenaga surya. Untuk saat ini masih mustahil sehingga hukumnya haram.

Selain itu para ulama juga menyebutkan bahwa maksud larangan dalam hadits ini adalah seseorang menjual barang milik orang lain tanpa izin dari yang empunya. Perbuatan itu namanya pencurian alias nyolong.

Tapi kalau yang punya barang malah minta dijualkan, tentu saja hukumnya halal. Dan yang menjualkan berhak untuk mendapatkan fee atas jasa menjualkan.

Kembali kepada sistem dropship tadi, maka jika dia merupakan simsarah, yaitu memang ada kerjasama antara suplier dan dropshiper, dimana seorang dropshiper berperan sebagai yang mempromosikan, ikut menjualkan barang, maka hal ini dibenarkan dalam syariah kita.

b. Murabahah

Sistem murabahah ini, juga salah satu bentuk jual beli yang dibenarkan dalam syariah kita. Murabahah adalah jual beli barang seharga pokok plus fee.

Contoh A memesan barang, seperti handphone kepada si B. Lalu si B karena tidak memiliki barangnya, dia belikan dulu barangnya ke C seharga 2 juta, kemudian baru si B menjual handphone tersebut kepada si A seharga 2,5 juta. Dengan dia mengambil keuntungan dari selisih harga yaitu 500 ribu. Maka ini dibenarkan oleh syariah kita.

Terkait reselling yang ada jual beli online, tidak ada masalah dalam pelaksanaanya dalam syariah, karena sejatinya dia menjual barang miliknya sendiri dan mengambil untung dalam penjualan tersebut.

Menjualkan barang milik orang lain saja dibolehkan di dalam syariah kita seperti simsarah di atas, apalagi dalam sistem reselling barang yang dijual itu adalah milik reseller itu sendiri, yang telah dia beli dari suplier.

Wallahua’lam.

Sumber: Isnawati,Lc., MA, Jual Beli Online Sesuai Syariah, (Jakarta Selatan: Rumah Fiqih Publishing, 2018 Cetakan pertama)

Baca Juga: