Menu Tutup

Puasa Kelahiran Anak Weton dalam Hukum Islam

Puasa kelahiran anak adalah salah satu tradisi Islam yang dilakukan oleh sebagian umat Islam, khususnya di Indonesia. Puasa ini biasanya dilakukan oleh orang tua atau keluarga anak yang baru lahir atau yang sudah berusia satu tahun atau lebih. Tujuan dari puasa ini adalah untuk mendoakan keselamatan dan kebahagiaan anak di dunia dan akhirat.

Namun, bagaimana hukumnya puasa kelahiran anak dalam Islam? Apakah puasa ini termasuk sunnah, mustahab, mubah, makruh, atau bid’ah? Untuk menjawab pertanyaan ini, kita perlu melihat dalil-dalil yang berkaitan dengan puasa kelahiran anak dari Al-Quran, hadits, dan pendapat ulama.

Dalil Al-Quran

Dalam Al-Quran, tidak ada ayat yang secara khusus membahas tentang puasa kelahiran anak. Namun, ada beberapa ayat yang menunjukkan bahwa berpuasa adalah salah satu cara untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dan mengharapkan pahala dari-Nya. Misalnya, firman Allah SWT:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 183)

وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

“Dan (dihalalkan bagimu) berbuka pada malam hari. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam (berikutnya), tetapi janganlah kamu campuri mereka itu (istri-istrimu), sedang kamu beri’tikaf dalam masjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia supaya mereka bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 187)

فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَر

“Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.” (QS. Al-Baqarah: 185)

Dari ayat-ayat di atas, kita dapat memahami bahwa berpuasa adalah ibadah yang wajib dilakukan oleh setiap muslim pada bulan Ramadhan dan sunnah dilakukan pada hari-hari tertentu seperti Senin-Kamis, Arafah, Asyura, dan lain-lain. Berpuasa juga merupakan salah satu cara untuk meningkatkan takwa kepada Allah SWT dan mengharapkan pahala dari-Nya.

Dalil Hadits

Dalam hadits, ada beberapa riwayat yang menyebutkan tentang puasa kelahiran anak atau puasa weton (hari kelahiran) yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. Misalnya, hadits berikut:

عَنْ أَبِي قَتَادَةَ الْأَنْصَارِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ صِيَامِ يَوْمِ الِاثْنَيْنِ فَقَالَ فِيهِ وُلِدْتُ وَفِيهِ أُنْزِلَ عَلَيّ

“Dari Abu Qatadah Al-Anshari RA, ia berkata: Rasulullah SAW ditanya tentang puasa hari Senin, maka beliau bersabda: Pada hari itu aku dilahirkan dan pada hari itu pula wahyu diturunkan kepadaku.” (HR. Muslim)

عن عائشة رضي الله عنها قالت كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يصوم الاثنين والخميس فقيل له في ذلك فقال تعرض فيهما الأعمال على رب العالمين فأحب أن يعرض عملي وأنا صائم

“Dari Aisyah RA, ia berkata: Rasulullah SAW biasa berpuasa pada hari Senin dan Kamis, lalu ditanya tentang hal itu, maka beliau bersabda: Pada hari-hari itu amal-amal diperlihatkan kepada Rabb semesta alam, maka aku suka jika amalku diperlihatkan sedangkan aku berpuasa.” (HR. Tirmidzi)

Dari hadits-hadits di atas, kita dapat memahami bahwa puasa hari Senin adalah sunnah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW karena pada hari itu beliau dilahirkan dan mendapatkan wahyu pertama. Puasa hari Senin juga merupakan salah satu cara untuk mempersembahkan amal-amal terbaik kepada Allah SWT.

Namun, tidak ada hadits yang menyebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW berpuasa pada tanggal kelahirannya (12 Rabiul Awwal) atau pada hari kelahiran anak-anaknya. Jadi, tidak ada dasar yang kuat untuk mengkhususkan puasa pada hari kelahiran diri sendiri atau anak-anak.

Pendapat Ulama

Para ulama berbeda pendapat tentang hukum puasa kelahiran anak dalam Islam. Ada yang mengatakan bahwa puasa ini termasuk sunnah atau mustahab, karena merupakan bentuk syukur dan doa kepada Allah SWT. Ada juga yang mengatakan bahwa puasa ini termasuk mubah atau boleh-boleh saja, karena tidak ada larangan atau anjuran khusus tentangnya. Namun, ada juga yang mengatakan bahwa puasa ini termukus makruh atau bid’ah, karena merupakan perbuatan yang tidak ada contohnya dari Nabi Muhammad SAW atau para sahabatnya.

Berikut adalah beberapa pendapat ulama tentang puasa kelahiran anak dalam Islam:

  • Imam Nawawi rahimahullah berkata: “Puasa di hari kelahiran diri sendiri adalah sunnah bagi orang yang ingin berbuat baik dan mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan segala cara yang dibolehkan. Ini adalah pendapat sebagian ulama kami dan sebagian ulama salaf.” (Al-Majmu’, 6/399)
  • Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah berkata: “Puasa di hari kelahiran diri sendiri adalah mustahab bagi orang yang ingin berbuat baik dan mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan segala cara yang dibolehkan. Ini adalah pendapat sebagian ulama kami dan  sebagian ulama salaf. Ini adalah salah satu kaidah yang bermanfaat dalam masalah-masalah yang tidak ada dalilnya secara khusus.” (Fathul Bari, 4/245)
  • Imam Quraish Shihab rahimahullah berkata: “Tidak ada kesunahan khusus dalam mengerjakan puasa di hari kelahiran. Maka dari itu, puasa weton tidak boleh dianggap sebagai puasa sunnah. Puasa weton hanya boleh dilakukan dengan niat puasa mutlak (mubah), yaitu puasa yang tidak ada alasan khusus untuk melakukannya.” (Tafsir Al-Misbah, 2/132)
  • Ustadz Zainuddin (Dewan Syariah YDSF) berkata: “Tidak ada tuntunan yang shahih dalam masalah puasa weton. Adapun penggunaan hadits bahwa Rasulullah SAW berpuasa hari Senin dan Kamis kemudian dijadikan landasan untuk puasa weton, jelas itu keliru, bukan pada tempatnya. Karena Rasulullah SAW tidak tahu hari apa beliau dilahirkan.” (Hukum Puasa Weton dalam Islam | YDSF)
  • Ustadz Adi Hidayat Lc MA berkata: “Puasa di hari kelahiran sesuai dengan kebiasaan Nabi Muhammad SAW adalah puasa sunnah yang dianjurkan. Namun, puasa ini tidak harus dilakukan pada tanggal atau hari kelahiran, melainkan pada hari Senin atau Kamis yang bertepatan dengan bulan kelahiran. Misalnya, jika seseorang lahir pada bulan Rabiul Awwal, maka ia bisa berpuasa pada hari Senin atau Kamis di bulan Rabiul Awwal.” (Ustadz Adi Hidayat Jelaskan Puasa di Hari Kelahiran Sesuai dengan Kebiasaan Nabi Muhammad | Suara Pekanbaru)

Baca Juga: