Menu Tutup

Hukum Tata Negara pada Masa Orde Baru: Sentralisasi Kekuasaan dan Dampaknya

Masa Orde Baru di Indonesia (1967-1998) merupakan periode yang penuh dengan perubahan dan kontroversi dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk bidang hukum tata negara. Lahirnya Orde Baru dipicu oleh pergolakan politik dan ekonomi yang terjadi pada masa sebelumnya, dan pemerintahan yang baru ini bertekad untuk menciptakan stabilitas dan pembangunan.

Ciri-ciri utama Orde Baru adalah sentralisasi kekuasaan di tangan Presiden, dwifungsi ABRI, pembatasan peran partai politik, dan penerapan demokrasi terpimpin. Tujuan utama Orde Baru dalam bidang hukum tata negara adalah untuk menciptakan stabilitas politik dan keamanan, serta mendorong pembangunan ekonomi.

A. Sistem Pemerintahan

Sistem pemerintahan pada masa Orde Baru diwarnai dengan sentralisasi kekuasaan di tangan Presiden. Hal ini terlihat dari beberapa aspek, seperti:

  • Penggabungan lembaga-lembaga negara: MPR dan DPR disatukan menjadi satu lembaga, dan lembaga-lembaga tinggi negara lainnya seperti BPK dan DPA dikontrol oleh pemerintah. Contohnya, pada tahun 1973, MPRS diubah menjadi MPR dengan keanggotaan yang terdiri dari anggota DPR dan utusan daerah.
  • Pembentukan lembaga-lembaga baru: Dibentuknya lembaga-lembaga baru seperti MPRS dan DEPHOS untuk memperkuat kontrol pemerintah. Contohnya, DEPHOS (Dewan Pertimbangan Agung) dibentuk untuk memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden.
  • Penerapan asas tunggal Pancasila: Pancasila dijadikan asas tunggal dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, dan semua organisasi politik dan sosial harus berlandaskan Pancasila. Contohnya, setiap organisasi diwajibkan untuk memasukkan Pancasila sebagai asas dalam anggaran dasarnya.
Baca Juga:  Ekspedisi Pamalayu: Sejarah, Tujuan, dan Dampaknya

B. Lembaga-Lembaga Negara

Lembaga-lembaga negara pada masa Orde Baru mengalami perubahan signifikan, di antaranya:

  • MPR: MPR hanya berkedudukan sebagai lembaga tinggi negara yang bertugas melantik Presiden dan Wakil Presiden, serta mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar. MPR tidak lagi memiliki fungsi legislatif seperti pada masa sebelumnya.
  • DPR: DPR dikontrol oleh pemerintah dan tidak memiliki fungsi yang signifikan dalam proses legislasi. Keanggotaan DPR didominasi oleh Golkar, partai politik yang didirikan oleh pemerintah.
  • Kekuasaan Presiden: Presiden memiliki kekuasaan yang sangat luas, termasuk hak untuk mengangkat dan memberhentikan menteri, mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perpu), dan menyatakan negara dalam keadaan bahaya. Presiden Soeharto, misalnya, sering menggunakan hak veto untuk membatalkan RUU yang diajukan oleh DPR.
  • Peran lembaga peradilan: Peran lembaga peradilan masih lemah dan belum independen dari pengaruh pemerintah. Pengadilan sering kali tunduk pada tekanan pemerintah dan tidak berani memutus perkara yang bertentangan dengan kepentingan pemerintah.

C. Hak Asasi Manusia

Pada masa Orde Baru, terjadi pembatasan hak-hak dasar warga negara, seperti:

  • Hak untuk berserikat dan berkumpul: Diberlakukan pembatasan terhadap pembentukan dan kegiatan organisasi politik dan sosial. Contohnya, organisasi-organisasi yang dianggap berhaluan komunis atau Islam radikal dilarang oleh pemerintah.
  • Hak untuk menyatakan pendapat: Kebebasan pers dan berekspresi dikekang, dan terjadi banyak kasus pelanggaran HAM. Contohnya, pers dikontrol oleh pemerintah dan tidak boleh memberitakan hal-hal yang negatif tentang pemerintah.
Baca Juga:  Konstitusi: Fondasi Kokoh Bangsa dan Negara

D. Reformasi dan Perkembangan Hukum Tata Negara

Lahirnya gerakan reformasi pada tahun 1998 menandai berakhirnya masa Orde Baru. Reformasi membawa angin perubahan dalam berbagai bidang, termasuk bidang hukum tata negara. Beberapa perubahan penting yang terjadi antara lain:

  • Amandemen UUD 1945: UUD 1945 diamandemen sebanyak empat kali untuk memperkuat demokrasi dan HAM. Amandemen UUD 1945 antara lain membatasi masa jabatan presiden, memperkuat peran lembaga peradilan, dan memperluas hak-hak dasar warga negara.
  • Perkembangan demokrasi dan HAM: Demokrasi di Indonesia semakin berkembang dengan adanya pemilihan umum yang bebas dan jujur, serta peran yang lebih kuat dari lembaga-lembaga demokrasi. Contohnya, pemilihan umum presiden langsung pertama kali diadakan pada tahun 2004.

Kesimpulan

Hukum tata negara pada masa Orde Baru diwarnai dengan sentralisasi kekuasaan di tangan Presiden, pembatasan peran partai politik, dan pembatasan hak asasi manusia. Reformasi yang terjadi pada tahun 1998 membawa perubahan besar dalam bidang hukum tata negara, dengan fokus pada penguatan demokrasi dan HAM.

Dampak positif dari sistem hukum tata negara Orde Baru adalah terciptanya stabilitas politik dan keamanan, serta pertumbuhan ekonomi yang pesat. Namun, sistem ini juga memiliki dampak negatif, seperti pembatasan hak asasi manusia dan sentralisasi kekuasaan yang berlebihan.

Pelajaran yang dapat dipetik dari masa Orde Baru adalah pentingnya menjaga keseimbangan antara stabilitas dan demokrasi, serta pentingnya penegakan hak asasi manusia. Demokrasi yang kuat dan penegakan HAM yang konsisten merupakan kunci untuk mewujudkan Indonesia yang adil, makmur, dan sejahtera.

Daftar Pustaka

  • Crouch, Harold. (2007). The Army and Politics in Indonesia. Equinox Publishing.
  • Feith, Herbert. (2007). The Decline of Constitutional Democracy in Indonesia. Equinox Publishing.
  • Liddle, R. William. (2000). The Indonesian Economy in Crisis: Causes, Consequences, and Cures. ISEAS Publishing.
  • Schwarz, Adam. (2000). A Nation in Waiting: Indonesia in the 1990s. Allen & Unwin.
  • Timmer, C. Peter. (1999). The IMF and Indonesia: Crisis, Reform, and Recovery. ISEAS Publishing.
Baca Juga:  Hukum Tata Negara Masa Reformasi
Posted in Ragam

Artikel Terkait: