Menu Tutup

Kebijakan Dalam Negeri Era Demokrasi Terpimpin

Pendahuluan

Demokrasi terpimpin adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan sistem politik yang diterapkan di Indonesia pada periode 1959-1965. Sistem ini muncul setelah Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang menetapkan kembali UUD 1945 sebagai dasar negara dan membubarkan DPR hasil pemilu 1955. Demokrasi terpimpin bertujuan untuk menyatukan semua kekuatan nasional yang revolusioner dengan prinsip Nasakom (nasionalisme, agama, dan komunis) dalam rangka melanjutkan revolusi dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia1

Dalam artikel ini, saya akan membahas beberapa kebijakan dalam negeri yang dikeluarkan oleh pemerintah pada masa demokrasi terpimpin, serta dampak dan tantangan yang dihadapi oleh sistem ini. Kebijakan-kebijakan tersebut meliputi:

  • Pembentukan MPRS dan DPAS
  • Pembentukan Front Nasional
  • Pembentukan DPR-GR
  • Pembubaran partai Masyumi dan PSI
  • Pemasyarakatan ajaran Nasakom
  • Deklarasi Ekonomi

Pembentukan MPRS dan DPAS

MPRS (Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara) adalah lembaga tertinggi negara yang dibentuk berdasarkan Penpres No. 2 Tahun 1959. Anggota MPRS ditunjuk dan diangkat oleh presiden dengan sejumlah persyaratan, seperti setuju kembali kepada UUD 1945, setia kepada perjuangan RI, dan setuju pada manifesto politik. Keanggotaan MPRS terdiri atas 61 orang anggota DPR, dan 200 wakil golongan. Tugas MPRS terbatas pada menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN)12

DPAS (Dewan Pertimbangan Agung Sementara) adalah lembaga tinggi negara yang dibentuk berdasarkan Penpres No. 3 Tahun 1959. Lembaga ini diketuai oleh presiden dan wakilnya adalah Ruslan Abdulgani. Tugas DPAS adalah memberi jawaban atas pertanyaan presiden dan mengajukan usul kepada pemerintah12

Pembentukan MPRS dan DPAS merupakan salah satu upaya pemerintah untuk menguatkan kedudukan presiden sebagai pemimpin revolusi dan negara. Dengan adanya lembaga-lembaga ini, presiden dapat mengendalikan arah politik nasional sesuai dengan visi dan misinya. Namun, pembentukan MPRS dan DPAS juga menimbulkan kritik dari sebagian kalangan yang menilai bahwa lembaga-lembaga ini tidak demokratis karena anggotanya ditunjuk oleh presiden tanpa melalui pemilihan umum.

Pembentukan Front Nasional

Front Nasional adalah organisasi politik yang dibentuk oleh Presiden Soekarno pada tahun 1960 dengan tujuan untuk menghimpun semua kekuatan nasional yang revolusioner dalam satu barisan untuk melawan imperialisme dan neokolonialisme. Anggota Front Nasional terdiri dari partai-partai politik, organisasi massa, organisasi sosial, organisasi profesi, organisasi pemuda, organisasi wanita, organisasi buruh, organisasi tani, organisasi pelajar, dan lain-lain. Prinsip dasar Front Nasional adalah Nasakom, yaitu nasionalisme, agama, dan komunis13

Pembentukan Front Nasional merupakan salah satu upaya pemerintah untuk menciptakan stabilitas politik nasional dan menghindari konflik antar golongan. Dengan adanya Front Nasional, diharapkan semua elemen bangsa dapat bersatu dan bekerja sama untuk membangun Indonesia. Namun, pembentukan Front Nasional juga menimbulkan masalah karena tidak semua partai politik dan organisasi massa bersedia bergabung dengan Front Nasional. Beberapa partai politik dan organisasi massa yang menolak bergabung dengan Front Nasional antara lain adalah Partai Masyumi, Partai Sosialis Indonesia (PSI), Partai Katolik, Partai Murba, dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)13

Baca Juga:  Mengapa Rapat Anggota Merupakan Pemegang Kekuasaan Tertinggi dalam Koperasi?

Pembentukan DPR-GR

DPR-GR (Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong) adalah lembaga legislatif yang dibentuk oleh Presiden Soekarno pada tahun 1960 setelah membubarkan DPR hasil pemilu 1955. Alasan pembubaran DPR adalah karena DPR menolak menyetujui RAPBN tahun 1960 yang diajukan oleh pemerintah. Anggota DPR-GR ditunjuk oleh presiden dari anggota-anggota Front Nasional. Tugas DPR-GR adalah melaksanakan manifesto politik, mewujudkan amanat penderitaan rakyat, dan melaksanakan demokrasi terpimpin12

Pembentukan DPR-GR merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mengatasi krisis politik dan ekonomi yang terjadi pada masa demokrasi liberal. Dengan adanya DPR-GR, diharapkan pemerintah dapat lebih mudah menjalankan program-program pembangunan nasional tanpa terhambat oleh oposisi dari DPR. Namun, pembentukan DPR-GR juga menimbulkan kontroversi karena dianggap sebagai pelanggaran terhadap hak-hak rakyat untuk memilih wakil-wakilnya secara demokratis. Selain itu, DPR-GR juga dianggap sebagai lembaga yang tidak efektif karena hanya berfungsi sebagai pengesah kebijakan-kebijakan presiden tanpa melakukan fungsi pengawasan dan kritik.

Pembubaran partai Masyumi dan PSI

Partai Masyumi dan PSI adalah dua partai politik yang tidak mau bergabung dengan Front Nasional dan menentang kebijakan-kebijakan pemerintah pada masa demokrasi terpimpin. Partai Masyumi adalah partai politik yang berbasis Islam dan memiliki basis massa yang besar di kalangan umat Islam. Partai PSI adalah partai politik yang berhaluan sosialis dan memiliki basis massa yang besar di kalangan intelektual dan kelas menengah. Kedua partai ini dianggap sebagai ancaman bagi keutuhan nasional dan revolusi oleh pemerintah13

Pada tahun 1960, Presiden Soekarno mengeluarkan Penpres No. 7 Tahun 1960 yang membubarkan partai Masyumi dan PSI serta melarang kegiatan-kegiatan mereka. Alasan pembubaran partai Masyumi dan PSI adalah karena kedua partai ini diduga terlibat dalam pemberontakan PRRI/Permesta yang terjadi di Sumatera dan Sulawesi pada tahun 1958-1961. Pemberontakan PRRI/Permesta adalah pemberontakan yang dilakukan oleh sejumlah tokoh militer dan sipil yang menuntut otonomi daerah dan penolakan terhadap Nasakom. Pemberontakan ini berhasil dipadamkan oleh pemerintah dengan bantuan dari PKI dan negara-negara blok Timur13

Pembubaran partai Masyumi dan PSI merupakan salah satu upaya pemerintah untuk menghapus kekuatan politik yang dianggap sebagai penghalang bagi revolusi dan kemerdekaan Indonesia. Dengan adanya pembubaran partai Masyumi dan PSI, diharapkan tidak ada lagi golongan-golongan yang berseberangan dengan pemerintah dan mengancam persatuan nasional. Namun, pembubaran partai Masyumi dan PSI juga menimbulkan reaksi negatif dari sebagian masyarakat, khususnya dari kalangan umat Islam dan intelektual yang merasa hak-hak mereka sebagai warga negara dilanggar oleh pemerintah.

Baca Juga:  Mengenal Tiga Level Analisis dalam Teori Sosial: Mikro, Meso, dan Makro

Pemasyarakatan ajaran Nasakom

Nasakom adalah singkatan dari nasionalisme, agama, dan komunis. Nasakom adalah singkatan dari nasionalisme, agama, dan komunis. Nasakom adalah konsep politik yang dianut oleh Presiden Soekarno untuk menyatukan semua kekuatan nasional yang revolusioner dalam rangka melanjutkan revolusi dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Nasakom juga merupakan salah satu prinsip dasar Front Nasional yang dibentuk oleh Presiden Soekarno pada tahun 1960.

Pemasyarakatan ajaran Nasakom merupakan salah satu upaya pemerintah untuk menanamkan kesadaran dan semangat revolusioner kepada seluruh rakyat Indonesia. Pemasyarakatan ajaran Nasakom dilakukan melalui berbagai cara, seperti:

  • Penyelenggaraan pendidikan politik Nasakom di sekolah-sekolah, universitas-universitas, dan lembaga-lembaga pendidikan lainnya.
  • Penyiaran pidato-pidato Presiden Soekarno yang berisi ajaran Nasakom melalui radio, televisi, dan media massa lainnya.
  • Penyelenggaraan upacara-upacara kenegaraan dan kebudayaan yang menggabungkan unsur-unsur Nasakom, seperti upacara bendera, upacara 17 Agustus, upacara Hari Pahlawan, upacara Hari Buruh, dan lain-lain.
  • Penyelenggaraan kegiatan-kegiatan sosial dan ekonomi yang berlandaskan Nasakom, seperti gotong royong, kerja bakti, koperasi, dan lain-lain.

Pemasyarakatan ajaran Nasakom merupakan salah satu upaya pemerintah untuk menciptakan kesatuan ideologi dan visi nasional di tengah-tengah keragaman bangsa Indonesia. Dengan adanya pemasyarakatan ajaran Nasakom, diharapkan rakyat Indonesia dapat menghargai perbedaan dan bersikap toleran terhadap sesama warga negara. Namun, pemasyarakatan ajaran Nasakom juga menimbulkan tantangan dan masalah karena tidak semua golongan menerima dan mengikuti ajaran Nasakom dengan sepenuh hati. Beberapa golongan yang merasa tidak sejalan dengan ajaran Nasakom antara lain adalah golongan Islam garis keras, golongan sosialis non-komunis, golongan liberal-demokratis, dan golongan regionalis.

Deklarasi Ekonomi

Deklarasi Ekonomi adalah dokumen yang dikeluarkan oleh Presiden Soekarno pada tanggal 3 April 1963 yang berisi tentang garis-garis besar kebijakan ekonomi nasional pada masa demokrasi terpimpin. Deklarasi Ekonomi bertujuan untuk mengatasi krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia akibat dari ketidakstabilan politik nasional dan internasional, serta tekanan dari negara-negara Barat yang tidak senang dengan sikap anti-imperialis dan anti-neokolonial Indonesia. Deklarasi Ekonomi mengandung beberapa poin penting, seperti:

  • Menolak sistem ekonomi kapitalis dan sosialis yang dianggap tidak sesuai dengan karakter bangsa Indonesia.
  • Mengusung sistem ekonomi kerakyatan yang berdasarkan pada Pancasila dan UUD 1945. Sistem ekonomi kerakyatan adalah sistem ekonomi yang menempatkan rakyat sebagai subjek dan objek pembangunan ekonomi. Sistem ekonomi kerakyatan juga mengutamakan kepentingan nasional daripada kepentingan asing atau golongan tertentu.
  • Melakukan nasionalisasi terhadap perusahaan-perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia, khususnya di bidang pertambangan, perkebunan, perbankan, perindustrian, perdagangan, dan transportasi. Nasionalisasi dilakukan dengan cara mengambil alih saham-saham mayoritas atau seluruhnya dari perusahaan-perusahaan asing tersebut.
  • Melakukan diversifikasi ekonomi dengan mengembangkan sektor-sektor ekonomi yang potensial, seperti pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan, pariwisata, dan lain-lain. Diversifikasi ekonomi dilakukan dengan cara meningkatkan produksi, produktivitas, kualitas, dan nilai tambah dari produk-produk ekonomi tersebut.
  • Melakukan kerjasama ekonomi dengan negara-negara berkembang yang seideologi dan sevisi dengan Indonesia, seperti negara-negara Asia-Afrika dan negara-negara blok Timur. Kerjasama ekonomi dilakukan dengan cara membentuk pasar bersama, melakukan perdagangan bebas, memberikan bantuan ekonomi, dan lain-lain.
Baca Juga:  Yield Curve: Grafik Suku Bunga, Jatuh Tempo Obligasi, dan Implikasinya bagi Ekonomi & Investasi

Deklarasi Ekonomi merupakan salah satu upaya pemerintah untuk menciptakan kemandirian ekonomi nasional dan menghapus ketergantungan ekonomi terhadap negara-negara asing. Dengan adanya Deklarasi Ekonomi, diharapkan Indonesia dapat membangun ekonomi yang berkeadilan, berdaya saing, dan berkelanjutan. Namun, Deklarasi Ekonomi juga menimbulkan dampak dan resiko yang besar bagi Indonesia, seperti:

  • Memicu reaksi keras dari negara-negara Barat yang merasa dirugikan oleh kebijakan nasionalisasi dan diversifikasi ekonomi Indonesia. Negara-negara Barat melakukan berbagai tindakan balasan terhadap Indonesia, seperti memutus hubungan diplomatik, menghentikan bantuan ekonomi, memberlakukan embargo dagang, dan lain-lain.
  • Menyebabkan inflasi yang tinggi akibat dari peningkatan pengeluaran pemerintah untuk membiayai nasionalisasi dan diversifikasi ekonomi. Inflasi juga disebabkan oleh penurunan devisa akibat dari pemutusan hubungan dagang dengan negara-negara Barat. Inflasi menyebabkan menurunnya daya beli rakyat dan meningkatnya kemiskinan dan kesenjangan sosial.
  • Menimbulkan ketidakpuasan dari sebagian rakyat yang merasa tidak mendapatkan manfaat dari kebijakan ekonomi nasional. Ketidakpuasan ini terutama dirasakan oleh golongan menengah ke atas yang kehilangan sumber pendapatan akibat dari nasionalisasi perusahaan-perusahaan asing. Ketidakpuasan ini juga dirasakan oleh golongan bawah yang mengalami kesulitan hidup akibat dari inflasi dan kemiskinan.

Penutup

Demikianlah beberapa kebijakan dalam negeri yang dikeluarkan oleh pemerintah pada masa demokrasi terpimpin. Kebijakan-kebijakan tersebut memiliki tujuan yang mulia, yaitu untuk melanjutkan revolusi dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Namun, kebijakan-kebijakan tersebut juga memiliki dampak dan tantangan yang besar bagi Indonesia, baik di bidang politik, ekonomi, maupun sosial. Oleh karena itu, kita sebagai generasi penerus bangsa harus belajar dari sejarah dan mengambil hikmah dari pengalaman masa lalu. Kita harus mampu menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, serta membangun Indonesia yang lebih baik di masa depan.

Sumber:
(1) Kebijakan Politik dalam Negeri pada masa Demokrasi Terpimpin. https://www.donisetyawan.com/kebijakan-politik-dalam-negeri-pada-masa-demokrasi-terpimpin/.
(2) Demokrasi terpimpin – Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas. https://id.wikipedia.org/wiki/Demokrasi_Terpimpin.
(3) Kebijakan kebijakan masa Demokrasi Terpimpin – Donisaurus. https://www.donisetyawan.com/kebijakan-kebijakan-masa-demokrasi-terpimpin/.
(4) Sebutkan kebijakan yang diterapkan oleh Presiden S… – Roboguru. https://roboguru.ruangguru.com/forum/sebutkan-kebijakan-yang-diterapkan-oleh-presiden-sukarno-pada-masa-demokrasi-terpimpin-_FRM-PN1VGGGD.
(5) Kebijakan Ekonomi pada Masa Demokrasi Terpimpin – Kompas.com. https://www.kompas.com/skola/read/2020/03/09/200000769/kebijakan-ekonomi-pada-masa-demokrasi-terpimpin.

Posted in Ragam

Artikel Terkait: