Potensi dan Tantangan Industri Asuransi di Indonesia: Sebuah Tinjauan Historis dan Prospektif

Asuransi adalah salah satu produk yang bisa memproteksi finansial kita atas risiko-risiko yang mungkin terjadi, seperti risiko terkena penyakit, kecelakaan, kehilangan barang berharga hingga kematian. Asuransi telah ada di Indonesia sejak zaman kolonial Belanda, namun perkembangannya masih tergolong lambat dibandingkan dengan negara-negara lain. Berikut adalah beberapa hal yang perlu kita ketahui tentang sejarah dan prospek asuransi di Indonesia.

Sejarah Asuransi di Indonesia

Sejarah asuransi di Indonesia dapat dibagi menjadi dua periode, yaitu periode penjajahan Belanda dan periode setelah kemerdekaan1.

Periode Penjajahan Belanda

Perusahaan asuransi pertama yang berdiri di Indonesia adalah Bataviasche Zee End Brand Asrantie Maatschappij pada tahun 1843. Perusahaan ini menawarkan asuransi kerugian akibat bencana alam atau kebakaran. Kemudian, muncul beberapa perusahaan asuransi lain yang berasal dari Belanda, seperti N.V. Assurantie Mij Nederlansche Lloyd, Assurantie Mij Langeyeld Schroeder, dan Assurantie Mij Blom van der Aa1.

Selain asuransi kerugian, terdapat juga asuransi jiwa yang ditawarkan oleh Nederlansche Indische Levensverzekering en Lijfrente Maatschappij (NILMIJ) pada tahun 1859. Perusahaan ini merupakan cikal bakal dari AIA Indonesia, salah satu perusahaan asuransi jiwa terbesar saat ini1.

Pada masa penjajahan Belanda, perusahaan asuransi di Indonesia masih didominasi oleh perusahaan-perusahaan asing, terutama dari Eropa. Perusahaan asuransi lokal baru muncul pada awal abad ke-20, seperti Maskapai Asuransi Tjahaja (1912), Maskapai Asuransi Bumi Putera (1919), dan Maskapai Asuransi Kebangsaan (1923)1.

Periode Setelah Kemerdekaan

Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, pemerintah mulai mengambil alih perusahaan-perusahaan asing yang ada di Indonesia, termasuk perusahaan asuransi. Pada tahun 1952, pemerintah mendirikan PT Asuransi Umum Negara (AUN) sebagai perusahaan asuransi umum pertama milik negara. Kemudian, pada tahun 1960, pemerintah mendirikan PT Asuransi Jiwa Negara (AJN) sebagai perusahaan asuransi jiwa pertama milik negara1.

Pada tahun 1964, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No. 33 Tahun 1964 tentang Perasuransian. Undang-undang ini mengatur tentang syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan dalam menjalankan usaha perasuransian di Indonesia. Undang-undang ini juga membatasi kepemilikan modal asing dalam perusahaan asuransi lokal maksimal 49%1.

Pada tahun 1976, pemerintah menggabungkan AUN dan AJN menjadi PT Askes (Persero), yang kemudian berubah nama menjadi PT Askes Indonesia (Persero) pada tahun 1992. Perusahaan ini bertujuan untuk memberikan jaminan kesehatan bagi pegawai negeri sipil dan anggota TNI/POLRI1.

Pada tahun 1980-an hingga 1990-an, industri asuransi di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup pesat. Banyak perusahaan asuransi baru yang berdiri, baik milik swasta maupun milik negara. Beberapa contoh perusahaan asuransi yang berdiri pada periode ini adalah PT Jasa Raharja (Persero), PT Taspen (Persero), PT Jamsostek (Persero), PT Asabri (Persero), PT Tugu Pratama Indonesia (Persero), PT Askrindo (Persero), dan lain-lain1.

Pada tahun 1992, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. Undang-undang ini menggantikan Undang-Undang No. 33 Tahun 1964 dan mengatur lebih rinci tentang aspek-aspek usaha perasuransian di Indonesia, seperti perizinan, pengawasan, perlindungan konsumen, dan sanksi1.

Pada tahun 1998, Indonesia mengalami krisis ekonomi yang berdampak pada industri asuransi. Banyak perusahaan asuransi yang mengalami kesulitan likuiditas dan solvabilitas. Untuk mengatasi hal ini, pemerintah membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang bertugas untuk menyelamatkan perusahaan-perusahaan asuransi yang terancam gagal bayar1.

Pada tahun 2004, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Undang-undang ini mengatur tentang penyelenggaraan jaminan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, meliputi jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian1.

Pada tahun 2014, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No. 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian. Undang-undang ini menggantikan Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 dan mengatur lebih komprehensif tentang usaha perasuransian di Indonesia, seperti definisi produk asuransi, jenis-jenis asuransi, persyaratan modal, pengelolaan risiko, pengawasan, perlindungan konsumen, penyelesaian sengketa, dan sanksi1.

Prospek Asuransi di Indonesia

Meskipun telah memiliki sejarah yang panjang, industri asuransi di Indonesia masih memiliki potensi yang besar untuk berkembang lebih pesat. Hal ini dapat dilihat dari beberapa indikator berikut:

Tingkat Penetrasi Asuransi

Tingkat penetrasi asuransi adalah rasio antara total premi asuransi dengan produk domestik bruto (PDB) suatu negara. Tingkat penetrasi asuransi menunjukkan seberapa besar kontribusi industri asuransi terhadap perekonomian suatu negara. Semakin tinggi tingkat penetrasi asuransi, semakin besar pula peran industri asuransi dalam mendukung pertumbuhan ekonomi.

Berdasarkan data OJK2, tingkat penetrasi asuransi di Indonesia pada tahun 2021 baru mencapai 3,18%, yang terdiri dari penetrasi asuransi sosial 1,45%, asuransi jiwa 1,19%, asuransi umum 0,47%, dan sisanya asuransi wajib. Angka ini masih jauh di bawah rata-rata tingkat penetrasi asuransi di dunia yang mencapai 6,13% pada tahun 20193. Bahkan jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga di Asia Tenggara, Indonesia masih tertinggal dari Malaysia (4,72%), Thailand (5,42%), Singapura (6,32%), dan Filipina (1,69%)3.

Tingkat penetrasi asuransi yang rendah menunjukkan bahwa masih banyak masyarakat Indonesia yang belum memanfaatkan produk asuransi untuk melindungi diri dan keluarga mereka dari berbagai risiko. Hal ini menjadi peluang bagi industri asuransi untuk menjangkau pasar yang lebih luas dan meningkatkan pendapatan premi.

Tingkat Inklusi Asuransi

Tingkat inklusi asuransi adalah persentase penduduk suatu negara yang memiliki akses dan menggunakan produk atau layanan asuransi. Tingkat inklusi asuransi menunjukkan seberapa besar kesadaran dan kepercayaan masyarakat terhadap manfaat asuransi. Semakin tinggi tingkat inklusi asuransi, semakin baik pula kesejahteraan masyarakat.

Berdasarkan hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) tahun 2022 yang dilakukan oleh OJK, tingkat inklusi asuransi di Indonesia baru mencapai 19,7%, yang terdiri dari inklusi asuransi sosial 16,6%, asuransi jiwa 2,8%, dan asuransi umum 0,3%. Angka ini masih rendah jika dibandingkan dengan rata-rata tingkat inklusi asuransi di Asia Tenggara yang mencapai 33,6% pada tahun 2019. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak masyarakat Indonesia yang belum memiliki kesadaran dan kepercayaan terhadap produk asuransi.

Tingkat inklusi asuransi yang rendah menjadi tantangan bagi industri asuransi untuk meningkatkan literasi dan edukasi asuransi kepada masyarakat. Hal ini juga menjadi kesempatan bagi industri asuransi untuk mengembangkan produk dan layanan asuransi yang sesuai dengan kebutuhan dan preferensi masyarakat.

Pertumbuhan Ekonomi dan Penduduk

Pertumbuhan ekonomi dan penduduk adalah dua faktor yang berpengaruh terhadap permintaan produk asuransi. Pertumbuhan ekonomi dapat meningkatkan pendapatan per kapita dan daya beli masyarakat, sehingga mendorong mereka untuk membeli produk asuransi sebagai bentuk perlindungan finansial. Pertumbuhan penduduk dapat meningkatkan jumlah potensial nasabah asuransi, terutama dari segmen usia produktif dan usia lanjut.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2021 mencapai 3,51%, setelah mengalami kontraksi sebesar -2,07% pada tahun 2020 akibat dampak pandemi Covid-19. Meskipun belum kembali ke level sebelum pandemi, pertumbuhan ekonomi ini menunjukkan adanya pemulihan ekonomi yang positif. Pada tahun 2022, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,4%.

Berdasarkan data BPS, jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2021 mencapai 271,35 juta jiwa, dengan rasio jenis kelamin 100:101 (laki-laki:perempuan) dan rata-rata usia 30,5 tahun. Jumlah penduduk Indonesia ini merupakan yang keempat terbesar di dunia setelah China, India, dan Amerika Serikat. Pada tahun 2022, diperkirakan jumlah penduduk Indonesia akan mencapai 273,52 juta jiwa.

Pertumbuhan ekonomi dan penduduk yang positif ini menjadi indikator yang baik bagi industri asuransi di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa ada potensi pasar yang besar dan berkembang untuk produk-produk asuransi di Indonesia.

Kesimpulan

Asuransi adalah salah satu produk yang bisa memproteksi finansial kita dari berbagai risiko yang mungkin terjadi. Asuransi telah ada di Indonesia sejak zaman kolonial Belanda, namun perkembangannya masih tergolong lambat dibandingkan dengan negara-negara lain. Industri asuransi di Indonesia masih memiliki potensi yang besar untuk berkembang lebih pesat, dengan memanfaatkan peluang dari tingkat penetrasi dan inklusi asuransi yang rendah, serta pertumbuhan ekonomi dan penduduk yang positif. Untuk itu, industri asuransi perlu meningkatkan literasi dan edukasi asuransi kepada masyarakat, serta mengembangkan produk dan layanan asuransi yang sesuai dengan kebutuhan dan preferensi masyarakat.

Sumber:

(1) Perkembangan Asuransi di Indonesia [Plus Daftar Asosiasinya] – Lifepal. https://lifepal.co.id/media/data-perkembangan-asuransi-di-indonesia/.

(2) OJK Institute – Portal OJK. https://www.ojk.go.id/ojk-institute/id/capacitybuilding/upcoming/1381/prospek-insurtech-di-indonesia.

(3) Asuransi: Sejarah dan Perkembangannya di Indonesia – Finansialku. https://www.finansialku.com/sejarah-asuransi/.

(4) Sejarah Asuransi, Seperti Apa Perkembangannya Sampai Sekarang?. https://www.cermati.com/artikel/sejarah-asuransi-seperti-apa-perkembangannya-sampai-sekarang.