Menu Tutup

Sultan Agung Versus J.P. Coen

Sultan Agung dan J.P. Coen adalah dua tokoh penting dalam sejarah Indonesia pada abad ke-17. Mereka adalah pemimpin dari dua kekuatan besar yang bersaing memperebutkan pengaruh dan kekayaan di Nusantara, yaitu Kesultanan Mataram dan Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) atau Kongsi Dagang Hindia Belanda. Artikel ini akan membahas latar belakang, jalannya, dan dampak dari konflik antara Sultan Agung dan J.P. Coen.

Latar Belakang Konflik

Sultan Agung adalah raja ketiga Mataram yang berkuasa dari tahun 1613 hingga 1645. Ia adalah seorang raja yang berwawasan luas, berani, dan religius. Ia bercita-cita untuk menyatukan seluruh Pulau Jawa di bawah kekuasaan Mataram dan mengusir kekuasaan asing dari Nusantara, khususnya VOC yang mendominasi perdagangan rempah-rempah. Ia juga berusaha mengembangkan agama Islam di Jawa dengan mendirikan masjid-masjid, pesantren-pesantren, dan mengirim utusan ke Mekkah.

J.P. Coen adalah Gubernur Jenderal VOC yang kedua (1619-1623) dan keempat (1627-1629). Ia adalah seorang administrator yang ambisius, handal, dan kejam. Ia bertekad untuk memperluas jaringan monopoli dagang VOC di Nusantara dengan mengalahkan pesaing-pesaingnya, baik dari Eropa maupun dari pribumi. Ia juga berencana untuk menjadikan VOC sebagai kekuatan politik dan militer yang dapat mengintervensi urusan dalam negeri kerajaan-kerajaan di Nusantara.

Konflik antara Mataram dan VOC dimulai pada tahun 1618, ketika VOC menyerang Jepara, salah satu pelabuhan penting Mataram yang menjadi pusat perdagangan internasional. Serangan ini membuat Sultan Agung marah dan membalas dengan menyerang pelabuhan-pelabuhan VOC di Jawa, seperti Cirebon, Indramayu, dan Batavia.

Baca Juga:  Sungai Musi: Sungai Terpanjang Kedua di Pulau Sumatera

Jalannya Konflik

Konflik antara Mataram dan VOC mencapai puncaknya pada tahun 1628 dan 1629, ketika Sultan Agung melakukan penyerbuan besar-besaran ke Batavia, pusat VOC di Jawa. Penyerbuan ini bertujuan untuk menghancurkan VOC secara total dan menjadikan Batavia sebagai pangkalan militer Mataram sebelum menyerang Banten, kerajaan saingan Mataram di Jawa Barat.

Penyerbuan pertama dilakukan pada bulan Juni 1628 dengan pasukan sekitar 10.000 orang yang dipimpin oleh Tumenggung Bahurekso. Pasukan Mataram berhasil mendekati Batavia dan mengepung benteng VOC dari darat. Namun, pasukan Mataram tidak dapat menembus pertahanan VOC yang kuat dan modern. Selain itu, pasukan Mataram juga mengalami kesulitan logistik karena lumbung-lumbung beras mereka dibakar oleh kapal-kapal VOC. Akibatnya, pasukan Mataram terpaksa mundur pada bulan Agustus 1628.

Penyerbuan kedua dilakukan pada bulan Januari 1629 dengan pasukan sekitar 20.000 orang yang dipimpin oleh Tumenggung Singaranu, Kiai Dipati Juminah, dan Dipati Purbaya. Pasukan Mataram kembali mengepung Batavia dari darat dengan lebih teratur dan disiplin. Mereka juga dibantu oleh pasukan Banten yang dipimpin oleh Dipati Ukur dan pasukan Cirebon yang dipimpin oleh Pangeran Martawijaya. Namun, penyerbuan ini juga gagal karena VOC berhasil mempertahankan bentengnya dengan gigih dan mendapat bantuan dari kapal-kapal perang Belanda. Selain itu, pasukan Mataram juga menderita akibat wabah penyakit yang menyebar di perkemahan mereka. Akhirnya, pasukan Mataram mundur pada bulan Oktober 1629.

Baca Juga:  Akibat Jika Sampah Tidak Tertangani

Dampak Konflik

Konflik antara Sultan Agung dan J.P. Coen memiliki dampak yang besar bagi sejarah Indonesia. Dari segi politik, konflik ini menunjukkan bahwa Mataram adalah kerajaan pribumi terkuat yang mampu menantang VOC, meskipun tidak berhasil mengalahkannya. Konflik ini juga menandai awal dari perlawanan rakyat Indonesia terhadap penjajahan VOC dan Belanda yang berlangsung hingga abad ke-20.

Dari segi ekonomi, konflik ini mengakibatkan kerugian besar bagi kedua belah pihak. Mataram kehilangan banyak sumber daya manusia dan material dalam penyerbuan ke Batavia. VOC juga mengalami kerugian akibat terganggunya perdagangan dan produksi rempah-rempah di Jawa. Konflik ini juga mempengaruhi hubungan dagang antara VOC dan kerajaan-kerajaan lain di Nusantara, seperti Banten, Cirebon, Makassar, dan Maluku.

Dari segi budaya, konflik ini menimbulkan perbedaan pandangan antara Sultan Agung dan J.P. Coen tentang Nusantara. Sultan Agung melihat Nusantara sebagai tanah air yang harus dipersatukan dan dibebaskan dari campur tangan asing. J.P. Coen melihat Nusantara sebagai sumber kekayaan yang harus dikuasai dan dieksploitasi oleh VOC. Pandangan-pandangan ini terus berpengaruh hingga masa kemerdekaan Indonesia.

Sumber:

  1. Bing.com – Sultan Agung.
  2. Informa – Sultan Agung Lampung.
  3. Wikipedia bahasa Indonesia – Sultan Agung dari Mataram.
  4. Kompas.com – “Biografi Sultan Agung, Penguasa Mataram yang Tangkas dan Cerdas.” https://www.kompas.com/skola/read/2021/02/26/142305969/biografi-sultan-agung-penguasa-mataram-yang-tangkas-dan-cerdas.
  5. detikcom – “Biografi Sultan Agung, Penguasa Mataram dan Masa Pemerintahannya.” https://www.detik.com/jateng/berita/d-6739987/biografi-sultan-agung-penguasa-mataram-dan-masa-pemerintahannya.
  6. Wikipedia bahasa Indonesia – Jan Pieterszoon Coen.
  7. Kompas.com – “Mengapa JP Coen Dianggap Peletak Dasar Penjajahan VOC di Indonesia?” https://www.kompas.com/stori/read/2021/08/20/150000479/mengapa-jp-coen-dianggap-peletak-dasar-penjajahan-voc-di-indonesia.
  8. Wikipedia – Jan Pieterszoon Coen.
  9. KASKUS – J.P Coen.
  10. Donisaurus – VOC pada masa J.P Coen.
  11. Wikipedia bahasa Indonesia – Penyerbuan ke Batavia.
  12. Bing.com – Perang antara Mataram dan VOC.
Baca Juga:  Kerajaan Mataram Kuno: Sejarah, Letak, Masa Kejayaan, dan Peninggalan
Posted in Ragam

Artikel Terkait: