Menu Tutup

Bughat : Pengertian, Tindakan Hukum Terhadap Bughat, dan Status Hukum Pembangkang

Pengertian Bughat

Kata َﻐﺎة ﺑُ adalah jamak dari isim fail ﺑَﺎغ Akar katanya ﻳَﺒِْﻐﻲ – َﻐﻰ ﺑَ yang berarti: mencari, dan dapat pula berarti maksiat, melampaui batas, berpaling dari kebenaran, dan dzalim.

Adapun bughat dalam pengertian syara’ adalah orang-orang yang menentang atau memberontak pemimpin Islam yang terpilih secara sah. Tindakan yang dilakukan bughat bisa berupa memisahkan diri dari pemerintahan yang sah, membangkang perintah pemimpin, atau menolak berbagai kewajiban yang dibebankan kepada mereka.

Seorang baru bisa dikategorikan sebagai bughat dan dikenai had bughat jika beberapa kriteria ini melekat pada diri mereka:

  1. Memiliki kekuatan, baik berupa pengikut maupun senjata.
  2. Memiliki takwil (alasan) atas tindakan mereka keluar dari kepemimpinan imam atau tindakan mereka menolak kewajiban.
  3. Memiliki pengikut yang setia kepada mereka
  4. Memiliki imam yang ditaati

Tindakan Hukum Terhadap Bughat

Para bughat harus diusahakan sedemikian rupa agar sadar atas kesalahan yang mereka lakukan, hingga akhirnya mau kembali taat kepada imam dan melaksanakan kewajiban mereka sebagai warga negara.

Proses penyadaran kepada mereka harus dimulai dengan cara yang paling halus. Jika cara tersebut tidak berhasil maka boleh digunakan cara yang lebih tegas. Jika cara tersebut masih juga belum berhasil, maka digunakan cara yang paling tegas.

Berikut urutan tindakan hukum terhadap bughat sesuai ketentuan fikih Islam:

  1. Mengirim utusan kepada mereka agar diketahui sebab–sebab pemberontakan yang mereka Apabila sebab-sebab itu karena ketidaktahuan mereka atau keraguan mereka, maka mereka harus diyakinkan hingga ketidaktahuan atau keraguan itu hilang.
  2. Apabila tindakan pertama tidak berhasil, maka tindakan selanjutnya adalah menasihati dan mengajak mereka agar mau mentaati imam
  3. Jika usaha kedua tidak berhasil, maka usaha selanjutnya adalah memberi ultimatum atau ancaman bahwa mereka akan Jika setelah munculnya ultimatum itu mereka meminta waktu, maka harus diteliti terlebih dahulu apakah waktu yang diminta tersebut akan digunakan untuk memikirkan kembali pendapat mereka, atau sekedar untuk mengulur waktu. Jika ada indikasi jelas bahwa mereka meminta penguluran waktu untuk merenungkan pendapat-pendapat mereka, maka mereka diberi kesempatan, akan tetapi sebaliknya, jika didapati indikasi bahwa mereka meminta penguluran waktu hanya untuk mengulur-ulur waktu maka mereka tak diberi kesempatan untuk itu.
  4. Jika mereka tetap tidak mau taat, maka tindakan terakhir adalah diperangi sampai mereka sadar dan taat

Status Hukum Pembangkang

Kalangan bughat tidak dihukumi kafir. Allah sampaikan hal ini dalam firman-nya pada surat al-Hujurat ayat 9:

Artinya: “Dan jika dua golongan dari orang-orang mukmin berperang, maka damaikanlah antara keduanya.”(Q.S. al-Hujarat: 4)

Pembangkang yang taubat, taubatnya diterima dan ia tidak boleh dibunuh. Oleh sebab itu, para bughat yang tertawan tidak boleh diperlakukan secara sadis, lebih-lebih dibunuh. Mereka cukup ditahan saja hingga sadar.

Adapun harta mereka yang terampas tidak boleh disamakan dengan ghanimah. Karena setelah mereka sadar, harta tersebut kembali menjadi harta mereka. Bahkan jika didapati kalangan bughat yang terluka saat perang, mereka tidak boleh serta merta dibunuh. Terkait hal ini Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan bahwa kala terjadi perang Jamal, Ali menyuruh agar diserukan: “Yang telah mengundurkan diri jangan dikejar, yang luka-luka jangan segera dimatikan, yang tertangkap jangan dibunuh, dan barang siapa yang meletakkan senjatanya harus diamankan.”

Baca Juga: