Menu Tutup

Sejarah Pembentukan, Pengesahan, dan Perkembangan Amandemen UUD 1945: Pilar Konstitusi dan Demokrasi Indonesia

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) merupakan konstitusi tertulis yang menjadi landasan hukum dan tata pemerintahan negara Indonesia. Pembentukan dan pengesahan UUD 1945 tidak lepas dari perjuangan panjang bangsa Indonesia untuk memperoleh kemerdekaan. Dalam artikel ini, kita akan mengulas secara mendalam mengenai proses pembentukan, pengesahan, perubahan, serta makna penting dari UUD 1945 bagi perjalanan bangsa Indonesia.

Latar Belakang Pembentukan UUD 1945

Pembentukan UUD 1945 dimulai ketika Jepang menduduki Indonesia selama Perang Dunia II. Jepang, dalam upayanya menarik dukungan rakyat Indonesia, menjanjikan kemerdekaan di masa depan. Sebagai langkah awal, Jepang membentuk Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada 29 April 1945. BPUPKI yang terdiri dari para tokoh nasionalis Indonesia bertugas mempersiapkan dasar-dasar negara untuk Indonesia merdeka, termasuk merancang konstitusi.

Sidang pertama BPUPKI yang digelar pada 29 Mei hingga 1 Juni 1945 fokus pada pembahasan dasar negara. Pada sidang ini, Ir. Soekarno menyampaikan pidato yang berisi gagasan tentang Pancasila sebagai dasar negara Indonesia pada 1 Juni 1945. Gagasan tersebut kemudian diterima oleh para anggota BPUPKI dan menjadi landasan filosofis pembentukan konstitusi.

Sidang kedua BPUPKI berlangsung pada 10 hingga 16 Juli 1945. Dalam sidang ini, Panitia Perancang UUD yang diketuai oleh Prof. Dr. Mr. Soepomo berhasil menyusun rancangan UUD 1945. Naskah UUD yang dirumuskan BPUPKI terdiri dari Pembukaan dan batang tubuh yang mencakup 16 bab, 37 pasal, serta beberapa aturan peralihan dan tambahan.

Proses Pengesahan UUD 1945

Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, tugas berikutnya adalah mengesahkan UUD yang telah disusun. Pada 18 Agustus 1945, sehari setelah proklamasi, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) menggelar sidang yang salah satu agendanya adalah mengesahkan UUD 1945. Dalam sidang ini, UUD 1945 secara resmi disahkan sebagai konstitusi negara Indonesia.

Selain mengesahkan UUD 1945, PPKI juga menetapkan Ir. Soekarno sebagai Presiden dan Drs. Mohammad Hatta sebagai Wakil Presiden pertama Republik Indonesia. Dengan disahkannya UUD 1945, Indonesia resmi memiliki landasan hukum dan sistem pemerintahan yang sah.

Struktur UUD 1945

Naskah asli UUD 1945 terdiri dari:

  1. Pembukaan: Bagian yang memuat dasar filosofis dan cita-cita kemerdekaan bangsa Indonesia. Pada alinea terakhir Pembukaan, terkandung Pancasila sebagai dasar negara.
  2. Batang Tubuh: Terdiri dari 16 bab dan 37 pasal yang mengatur berbagai aspek ketatanegaraan, seperti pembagian kekuasaan, lembaga-lembaga negara, dan hak serta kewajiban warga negara.
  3. Aturan Peralihan: Berisi 4 pasal yang mengatur masa transisi dari masa penjajahan menuju masa pemerintahan Indonesia merdeka.
  4. Aturan Tambahan: Berisi 2 ayat yang memberikan kewenangan kepada lembaga negara untuk menyusun peraturan lebih lanjut dalam melaksanakan UUD 1945.

Periode Pemberlakuan UUD 1945

Sejak disahkan pada 18 Agustus 1945, UUD 1945 mengalami beberapa fase pemberlakuan yang berbeda seiring dengan dinamika politik Indonesia:

  1. Periode 18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949: Pada periode awal ini, UUD 1945 berlaku sebagai konstitusi resmi. Namun, karena situasi pasca kemerdekaan yang genting, UUD 1945 tidak sepenuhnya diterapkan.
  2. Periode 27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950: Setelah penyerahan kedaulatan oleh Belanda, Indonesia menggunakan Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS) sebagai konstitusi. Pada periode ini, Indonesia menjadi negara serikat.
  3. Periode 17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959: Indonesia kembali menjadi negara kesatuan dengan diberlakukannya UUD Sementara (UUDS) 1950. Pada periode ini, Indonesia menerapkan sistem pemerintahan parlementer dengan demokrasi liberal.
  4. Periode 5 Juli 1959 – 19 Oktober 1999: Melalui Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959, Presiden Soekarno memberlakukan kembali UUD 1945 setelah situasi politik yang tidak stabil selama masa Demokrasi Liberal. Periode ini dikenal sebagai masa Demokrasi Terpimpin, yang kemudian dilanjutkan dengan masa Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto.

Amandemen UUD 1945

Seiring dengan perubahan zaman dan tuntutan reformasi, UUD 1945 mengalami empat kali amandemen pada periode 1999-2002. Amandemen ini bertujuan untuk memperbaiki sistem ketatanegaraan Indonesia, memperkuat prinsip demokrasi, dan menjamin hak-hak asasi manusia.

Berikut adalah ringkasan dari amandemen UUD 1945:

  1. Amandemen Pertama (14-21 Oktober 1999): Perubahan ini fokus pada pembatasan kekuasaan presiden, desentralisasi pemerintahan, serta memperkuat hak-hak politik dan sipil.
  2. Amandemen Kedua (7-18 Agustus 2000): Mengatur tentang pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung oleh rakyat, serta mempertegas prinsip-prinsip demokrasi dan hak asasi manusia.
  3. Amandemen Ketiga (1-9 November 2001): Melakukan reformasi terhadap MPR, serta memperkuat fungsi Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan pembagian kekuasaan legislatif.
  4. Amandemen Keempat (1-11 Agustus 2002): Menyempurnakan sistem peradilan konstitusi, serta mempertegas posisi lembaga negara seperti Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial.

Setelah empat kali amandemen, UUD 1945 tetap menjadi konstitusi negara, namun dengan banyak perubahan yang menyesuaikan dengan tuntutan demokrasi modern. Struktur UUD yang baru memiliki 16 bab, 37 pasal, 194 ayat, 3 pasal aturan peralihan, dan 2 aturan tambahan.

Makna Pengesahan dan Amandemen UUD 1945

Pengesahan UUD 1945 pada 18 Agustus 1945 merupakan tonggak penting dalam sejarah bangsa Indonesia. UUD 1945 menjadi landasan hukum tertinggi yang mengatur penyelenggaraan negara, serta mencerminkan cita-cita kemerdekaan bangsa Indonesia. Dalam Pembukaan UUD 1945, terkandung nilai-nilai Pancasila yang menjadi dasar ideologis dan filosofis negara.

Amandemen UUD 1945 yang dilakukan pada masa reformasi menunjukkan kemampuan konstitusi untuk beradaptasi dengan perubahan zaman. Amandemen ini tidak hanya memperbaiki kelemahan dalam sistem ketatanegaraan, tetapi juga memperkuat prinsip-prinsip demokrasi, hak asasi manusia, dan supremasi hukum.

Dengan perubahan yang telah dilakukan, UUD 1945 tetap mempertahankan posisinya sebagai sumber hukum tertinggi, namun telah disesuaikan dengan kebutuhan tata kelola pemerintahan yang lebih modern dan transparan.

Kesimpulan

Sejarah pembentukan dan pengesahan UUD 1945 merupakan bagian tak terpisahkan dari perjuangan bangsa Indonesia untuk merdeka dan membangun negara yang berdaulat. UUD 1945, sejak awal pembentukannya hingga amandemen yang dilakukan, tetap menjadi landasan fundamental bagi penyelenggaraan negara.

Dengan Pancasila sebagai dasar negara yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945, konstitusi ini mencerminkan semangat persatuan, keadilan sosial, demokrasi, dan kemanusiaan yang menjadi pedoman bagi bangsa Indonesia dalam mencapai tujuan nasional.

UUD 1945 tidak hanya menjadi instrumen hukum, tetapi juga mencerminkan identitas dan cita-cita bangsa Indonesia yang berdaulat, adil, dan makmur. Melalui amandemen yang telah dilakukan, UUD 1945 tetap relevan dan mampu menjawab tantangan zaman, menjadikannya landasan yang kuat bagi demokrasi dan pemerintahan yang berkeadilan.

Referensi:

  1. Pemerintah Kabupaten Banyumas. (2022). Sejarah Terbentuknya UUD 1945. Diakses dari https://static.banyumaskab.go.id/website/documents/kesbangpol_2022/Materi%20Kegiatan/Sejarah%20Terbentuknya%20UUD%201945.pdf
  2. Universitas Gadjah Mada. (2018). Sejarah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai Konstitusi di Indonesia. Diakses dari https://vivajusticia.law.ugm.ac.id/2018/02/26/sejarah-undang-undang-dasar-negara-republik-indonesia-tahun-1945-sebagai-konstitusi-di-indonesia/
  3. Kementerian Kelautan dan Perikanan. (2017). UUD 1945. Diakses dari https://ropeg.kkp.go.id/asset/source/2017/ujian_dinas/UUD_1945.pdf
  4. Saifudin, S. (2003). Lahirnya UUD 1945: Suatu Tinjauan Historis Penyusunan dan Penetapan UUD 1945. Jurnal Fakultas Hukum UII26(49), 296-315.

Baca Juga: