Menu Tutup

Menelusuri Asal Usul dan Filosofi Santri

Istilah santri memiliki makna dan sejarah yang sangat luas, lebih dari sekadar identitas seorang pelajar di pesantren. Dalam berbagai literatur, kata santri dapat dipecah menjadi akronim yang mengandung pesan filosofis, serta didasarkan pada berbagai pandangan mengenai asal-usulnya. Untuk memahami pengertian santri secara lebih mendalam, kita harus mengeksplorasi maknanya dari berbagai sudut pandang historis, etimologis, dan filosofis.

Etimologi dan Asal-Usul Santri

Istilah “santri” telah ada sejak lama, dan beberapa teori menawarkan penjelasan berbeda tentang asal-usulnya:

  1. Bahasa Sanskerta: Menurut beberapa ahli seperti C.C. Berg, kata “santri” berasal dari kata shastri dalam bahasa Sanskerta, yang berarti seseorang yang mempelajari kitab-kitab suci. Penggunaan istilah ini muncul di masa Hindu-Buddha, jauh sebelum Islam menyebar di Nusantara. Seiring perkembangan zaman, istilah ini kemudian diadaptasi ke dalam bahasa Jawa dan menjadi “santri” yang berasosiasi dengan pendidikan agama Islam.
  2. Kata Cantrik: Nurcholish Madjid dalam karyanya menjelaskan bahwa kata “santri” mungkin berasal dari bahasa Jawa, yaitu cantrik, yang berarti “murid yang selalu mengikuti gurunya.” Dalam konteks ini, seorang santri bukan hanya seorang pelajar agama, tetapi seorang murid setia yang hidupnya berorientasi pada bimbingan gurunya, terutama dalam bidang spiritual.

Dua teori ini menggarisbawahi bahwa meski istilah “santri” terkait erat dengan Islam di Indonesia, akarnya memiliki pengaruh budaya dan agama yang lebih luas dari masa lalu Nusantara.

Filosofi Singkatan Santri

Makna santri tidak hanya terbatas pada pengertian umum, tetapi juga diinterpretasikan sebagai singkatan yang menggambarkan karakteristik ideal seorang santri. Berikut adalah singkatan dari kata “santri” dalam konteks pesantren dan nilai-nilai keislaman:

  1. Sin (س) – Saalikun Ila al-Akhirah: Menggambarkan bahwa seorang santri harus selalu menempuh jalan menuju akhirat, artinya fokus pada persiapan spiritual untuk kehidupan setelah kematian. Ini mencerminkan orientasi agama santri yang menitikberatkan kehidupan akhirat sebagai tujuan akhir.
  2. Nun (ن) – Naaibun ‘ani al-Masyayikh: Santri adalah wakil dari para ulama atau guru mereka. Dengan kata lain, mereka adalah penerus yang bertanggung jawab melanjutkan ajaran para ulama. Ini menggarisbawahi pentingnya transfer ilmu dari generasi ke generasi dalam pendidikan Islam.
  3. Ta’ (ت) – Taarikun ‘ani al-Ma’ashi: Santri harus mampu menjauhkan diri dari perbuatan maksiat atau dosa. Hal ini mengacu pada nilai-nilai moralitas tinggi yang diharapkan ada dalam diri setiap santri.
  4. Ro’ (ر) – Rooghibun fi al-Khoirot: Santri harus selalu mencintai dan melakukan kebaikan. Filosofi ini menunjukkan peran aktif seorang santri dalam menyebarkan kebaikan dan amal saleh di masyarakat.
  5. Ya’ (ي) – Yarju as-Salamata fi ad-Diini waddunya wal akhirah: Santri diharapkan senantiasa berharap akan keselamatan, baik dalam urusan dunia, agama, maupun akhirat. Ini menekankan pentingnya keseimbangan antara kehidupan duniawi dan spiritual.

Peran dan Pengaruh Santri di Masyarakat

Seiring perkembangan zaman, pengertian santri mengalami perluasan. Tidak hanya pelajar di pesantren yang diakui sebagai santri, tetapi juga mereka yang secara aktif mengikuti ajaran para kiai meskipun tidak bersekolah di lembaga formal. Menurut KH. Ma’ruf Amin, santri bukan hanya seseorang yang menguasai ilmu agama, tetapi juga mereka yang meneladani dan mengikuti perjuangan para kiai. Ini mencakup berbagai lapisan masyarakat yang mempraktikkan ajaran Islam dengan mengikuti tuntunan ulama.

Menurut KH. Said Aqil Siradj, santri adalah umat Islam yang belajar dari para kiai, yang telah menerima ajaran Islam dari guru-gurunya, hingga terhubung dengan Nabi Muhammad SAW. Penghormatan pada budaya lokal juga menjadi ciri khas santri, yang menjadikan budaya sebagai medium dakwah, kecuali yang bertentangan dengan ajaran Islam.

Selain itu, Menteri Agama RI 2014-2019, Lukman Hakim Saifuddin, menekankan bahwa santri memegang peran sebagai duta perdamaian. Seorang santri harus menebarkan kedamaian kepada siapa saja, kapan saja, dan di mana saja, serta mencintai tanah air, karena cinta tanah air adalah bagian dari iman.

Sejarah dan Kontribusi Santri di Indonesia

Santri memiliki peran penting dalam sejarah Indonesia, terutama dalam mempertahankan kemerdekaan. Salah satu peristiwa penting adalah Resolusi Jihad yang dicetuskan oleh KH. Hasyim Asy’ari pada 22 Oktober 1945, yang menyerukan umat Islam untuk berjihad melawan penjajah. Tanggal ini kemudian ditetapkan sebagai Hari Santri Nasional pada 22 Oktober setiap tahunnya. Hari Santri merayakan kontribusi santri dalam mempertahankan kemerdekaan serta perannya dalam membangun bangsa.

Referensi:

  • Berg, C. C. “Melacak Asal-usul dan Makna Kata Santri.” Langit7.id. Diakses 22 Oktober 2024, dari https://langit7.id.
  • “Kepanjangan (Filosofi) Kata SANTRI.” Gading Pesantren, 27 April 2019. Diakses 22 Oktober 2024, dari https://gadingpesantren.id.
  • “Siapa yang Dimaksud Santri dan Bagaimana Asal Usulnya?” Republika Online, 22 Oktober 2023. Diakses 22 Oktober 2024, dari https://khazanah.republika.co.id.
  • “Sejarah Santri: Asal Usul Kata Santri dari Bahasa Sanskerta?” Tirto.id. Diakses 22 Oktober 2024, dari https://tirto.id.
Posted in Keislaman

Artikel Lainnya