Menu Tutup

Pedagang, Penguasa, dan Pujangga pada Masa Klasik (Hindu-Buddha)

Masa klasik adalah masa ketika kebudayaan Hindu-Buddha mulai masuk dan berkembang di Nusantara. Masa ini berlangsung sekitar 12 abad, dari abad ke-4 hingga abad ke-16 Masehi. Pada masa ini, terjadi interaksi dan akulturasi antara budaya lokal dengan budaya India yang dibawa oleh para pedagang, penguasa, dan pujangga. Artikel ini akan membahas tentang peran dan pengaruh ketiga kelompok tersebut dalam sejarah dan kebudayaan Nusantara.

Pedagang

Pedagang adalah orang-orang yang melakukan kegiatan jual beli barang antara daerah atau negara. Pedagang berperan penting dalam membuka hubungan dagang dan diplomasi antara Nusantara dengan India, Cina, Arab, dan negara-negara lain. Pedagang juga menjadi agen penyebaran agama dan kebudayaan Hindu-Buddha di Nusantara.

Salah satu jalur perdagangan penting yang melintasi Nusantara adalah Selat Malaka. Jalur ini menghubungkan India dengan Cina, yang merupakan dua peradaban besar pada masa itu. Pedagang-pedagang India dan Cina sering singgah di pelabuhan-pelabuhan di Nusantara, seperti Sriwijaya, Jambi, Palembang, Kedah, dan lain-lain. Di sana, mereka berinteraksi dengan penduduk setempat, baik dalam hal ekonomi maupun sosial-budaya.

Pedagang-pedagang India membawa barang-barang seperti kain sutra, kapas, rempah-rempah, logam mulia, permata, dan barang seni. Mereka juga membawa ajaran Hindu dan Buddha, serta sastra, seni, arsitektur, dan sistem pemerintahan India. Pedagang-pedagang Cina membawa barang-barang seperti porselen, kertas, tinta, teh, gula, dan obat-obatan. Mereka juga membawa ajaran Konfusianisme, Taoisme, dan Buddhisme Mahayana.

Pedagang-pedagang India dan Cina tidak hanya menjual barang-barang mereka di Nusantara, tetapi juga membeli barang-barang dari Nusantara, seperti emas, perak, timah, tembaga, kayu cendana, damar, rotan, lada, cengkih, pala, kapur barus, dan mutiara. Barang-barang ini kemudian dibawa ke India atau Cina untuk dijual lagi dengan harga tinggi.

Pedagang-pedagang India dan Cina juga menetap di beberapa daerah di Nusantara. Mereka menikah dengan penduduk setempat dan membentuk komunitas-komunitas dagang yang disebut kampung atau nagari. Mereka juga mendirikan tempat-tempat ibadah sesuai dengan agama mereka, seperti candi-candi Hindu-Buddha atau kuil-kuil Cina. Mereka juga mengajarkan bahasa, tulisan, sastra, seni, dan kebudayaan mereka kepada penduduk setempat.

Dengan demikian, pedagang-pedagang India dan Cina berperan sebagai jembatan antara Nusantara dengan dunia luar. Mereka membawa pengaruh-pengaruh budaya India dan Cina yang kemudian diserap dan disesuaikan oleh penduduk Nusantara sesuai dengan kondisi lokal.

Baca Juga:  Sifat-Sifat Dasar Seni: Kreatif, Individual, Ekspresif, Abadi, dan Universal

Penguasa

Penguasa adalah orang-orang yang memiliki kekuasaan atau otoritas atas suatu wilayah atau kelompok. Penguasa berperan penting dalam membentuk kerajaan-kerajaan bercorak Hindu-Buddha di Nusantara. Penguasa juga menjadi pelindung dan mecenas bagi para pujangga yang menghasilkan karya-karya sastra Hindu-Buddha.

Pada masa klasik, terbentuk beberapa kerajaan besar di Nusantara yang menganut agama Hindu atau Buddha. Beberapa contoh kerajaan tersebut adalah:

  • Kerajaan Tarumanegara (abad ke-4 hingga ke-7 M), yang berpusat di Jawa Barat. Kerajaan ini merupakan kerajaan Hindu tertua di Nusantara. Raja terkenal dari kerajaan ini adalah Purnawarman, yang membuat prasasti-prasasti yang menyebutkan tentang pembangunan waduk dan saluran irigasi. Kerajaan ini juga dikenal sebagai penghasil emas dan permata.
  • Kerajaan Sriwijaya (abad ke-7 hingga ke-13 M), yang berpusat di Sumatera Selatan. Kerajaan ini merupakan kerajaan maritim dan perdagangan terbesar di Nusantara. Kerajaan ini menganut agama Buddha Mahayana dan Vajrayana. Raja terkenal dari kerajaan ini adalah Balaputra Dewa, yang membangun candi-candi Buddha seperti Borobudur dan Muara Takus. Kerajaan ini juga dikenal sebagai pusat pendidikan dan kebudayaan Buddha, yang menarik banyak pelajar dan peziarah dari India, Cina, dan negara-negara lain.
  • Kerajaan Mataram Kuno (abad ke-8 hingga ke-10 M), yang berpusat di Jawa Tengah. Kerajaan ini merupakan kerajaan Hindu-Buddha terbesar di Jawa. Raja terkenal dari kerajaan ini adalah Sanjaya, yang membangun candi-candi Hindu seperti Prambanan dan Plaosan. Raja lainnya adalah Samaratungga, yang membangun candi-candi Buddha seperti Borobudur dan Sewu. Kerajaan ini juga dikenal sebagai penghasil karya-karya sastra Hindu-Buddha, seperti Ramayana, Arjunawiwaha, Smaradahana, dan Kakawin Sutasoma.
  • Kerajaan Singhasari (abad ke-13 M), yang berpusat di Jawa Timur. Kerajaan ini merupakan kerajaan Hindu yang menggantikan kerajaan Kediri. Raja terkenal dari kerajaan ini adalah Ken Arok, yang mendirikan dinasti Rajasa. Raja lainnya adalah Kertanegara, yang memperluas wilayah kerajaan hingga ke Sumatera, Kalimantan, Bali, dan Nusa Tenggara. Kerajaan ini juga dikenal sebagai pengirim utusan ke Cina untuk menjalin hubungan diplomatik.
  • Kerajaan Majapahit (abad ke-13 hingga ke-16 M), yang berpusat di Jawa Timur. Kerajaan ini merupakan kerajaan Hindu terbesar dan terakhir di Nusantara. Raja terkenal dari kerajaan ini adalah Raden Wijaya, yang mendirikan kerajaan dengan bantuan pasukan Mongol. Raja lainnya adalah Hayam Wuruk, yang memperluas wilayah kerajaan hingga mencapai puncaknya pada masa pemerintahan Gajah Mada. Kerajaan ini juga dikenal sebagai penghasil karya-karya sastra Hindu-Buddha, seperti Nagarakretagama, Pararaton, Sutasoma, dan Kidung Sundayana.
Baca Juga:  Kebijakan Jepang Selama Pendudukan di Indonesia

Penguasa-penguasa dari kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha tersebut mengadopsi berbagai unsur budaya India, seperti sistem kasta, gelar raja, upacara-upacara ritual, simbol-simbol kekuasaan, dan konsep-konsep politik. Mereka juga membangun candi-candi sebagai tempat ibadah dan pemujaan kepada dewa-dewa atau Buddha. Mereka juga memberikan perlindungan dan dukungan kepada para pujangga yang menciptakan karya-karya sastra Hindu-Buddha.

Dengan demikian, penguasa-penguasa Hindu-Buddha berperan sebagai pembentuk dan pemelihara kerajaan-kerajaan bercorak Hindu-Buddha di Nusantara. Mereka membawa pengaruh-pengaruh politik dan religius India yang kemudian disinkretisasi dengan budaya lokal.

Pujangga

Pujangga adalah orang-orang yang memiliki bakat dan kemampuan dalam bidang sastra atau seni kata. Pujangga berperan penting dalam menciptakan karya-karya sastra Hindu-Buddha di Nusantara. Pujangga juga menjadi pewaris dan penyebar ajaran dan nilai-nilai Hindu-Buddha kepada masyarakat Nusantara.

Pujangga-pujangga Hindu-Buddha di Nusantara menciptakan karya-karya sastra yang beragam, baik dalam bentuk, bahasa, maupun isi. Beberapa contoh karya-karya sastra Hindu-Buddha tersebut adalah:

  • Kakawin, yaitu karya sastra berbentuk puisi yang menggunakan bahasa Jawa Kuno atau Bali Kuno. Kakawin biasanya mengadaptasi cerita-cerita dari India, seperti Ramayana, Mahabharata, atau Purana. Kakawin juga memiliki aturan-aturan metrik dan sajak yang rumit. Beberapa contoh kakawin adalah Arjunawiwaha, Smaradahana, Sutasoma, dan Nagarakretagama.
  • Kidung, yaitu karya sastra berbentuk puisi yang menggunakan bahasa Jawa Pertengahan atau Bali Pertengahan. Kidung biasanya mengisahkan tentang sejarah, legenda, atau romansa dari Nusantara. Kidung juga memiliki aturan-aturan metrik dan sajak yang lebih sederhana daripada kakawin. Beberapa contoh kidung adalah Pararaton, Panji Wulung, dan Sundayana.
  • Prasasti, yaitu karya sastra berbentuk tulisan yang terukir pada batu, logam, atau benda-benda lain. Prasasti biasanya berisi tentang catatan-catatan sejarah, hukum, atau keagamaan dari penguasa-penguasa Hindu-Buddha. Prasasti juga menggunakan bahasa Jawa Kuno atau Bali Kuno, serta aksara Pallawa atau Kawi. Beberapa contoh prasasti adalah Ciaruteun, Kalasan, Belitung, dan Tugu.
  • Teks-teks agama, yaitu karya sastra berbentuk kitab-kitab suci yang mengandung ajaran-ajaran Hindu atau Buddha. Teks-teks agama biasanya ditulis dalam bahasa Sanskerta atau Pali, serta menggunakan aksara Pallawa atau Kawi. Teks-teks agama juga disalin dan disebarkan oleh para biksu atau pendeta di candi-candi atau biara-biara. Beberapa contoh teks-teks agama adalah Weda, Tripitaka, Tanjur, dan Sanghyang Kamahayanikan.
Baca Juga:  Kerajaan Islam Banten: Sejarah Berdiri, Masa Kejayaan, Kemunduran, dan Peninggalan

Pujangga-pujangga Hindu-Buddha di Nusantara tidak hanya meniru atau menyesuaikan karya-karya sastra India, tetapi juga menciptakan karya-karya sastra yang orisinal dan khas. Mereka juga menampilkan unsur-unsur budaya lokal, seperti nama-nama tokoh, tempat-tempat, flora-fauna, adat-istiadat, dan nilai-nilai. Mereka juga menyampaikan pesan-pesan moral, sosial, politik, atau religius yang relevan dengan kondisi masyarakat Nusantara.

Dengan demikian, pujangga-pujangga Hindu-Buddha berperan sebagai pencipta dan penyalur karya-karya sastra Hindu-Buddha di Nusantara. Mereka membawa pengaruh-pengaruh sastra dan seni India yang kemudian dikembangkan dan diwariskan oleh generasi-generasi selanjutnya.

Sumber:
(1) Pedagang, Penguasa Dan Pujangga pada Masa Klasik (Hindu-Buddha). https://www.pustakabelajar.com/2018/04/pedagang-penguasa-dan-pujangga-pada-masa-klasik-hindu-buddha.html.
(2) Jelaskan apa yang dimaksud pedagang, penguasa, dan… – Roboguru. https://roboguru.ruangguru.com/forum/jelaskan-apa-yang-dimaksud-pedagang-penguasa-dan-pujangga-pada-masa-hindu-budha_FRM-YGYAFXBM.
(3) Bab II Pedagang, Penguasa dan Pujangga pada Masa Klasik (Hindu-Buddha …. https://kampusimpian.com/bab-ii-pedagang-penguasa-dan-pujangga-pada-masa-klasik-hindu-buddha/.
(4) Materi Sejarah Indonesia Kelas 10 Bab 2 Pedagang, Penguasa, dan …. https://wirahadie.com/materi-sejarah-indonesia-kelas-10-bab-2/.

Posted in Ragam

Artikel Terkait: