Menu Tutup

Dasar Hukum, Landasan Fiqih, dan Prinsip-Prinsip Fiqih Wakaf

Wakaf adalah salah satu aktivitas sosial dan ibadah yang dianjurkan dalam Islam. Wakaf berarti menahan atau memisahkan sebagian harta benda milik seseorang untuk dimanfaatkan secara permanen atau sementara untuk kepentingan agama atau kesejahteraan umum. Wakaf memiliki dasar hukum, landasan fiqih, dan prinsip-prinsip fiqih yang perlu diketahui oleh para wakif (pemberi wakaf), nazhir (pengelola wakaf), dan mauquf alaih (penerima manfaat wakaf).

Dasar Hukum Wakaf

Dasar hukum wakaf dapat dilihat dari sumber-sumber hukum Islam, yaitu al-Quran, al-Sunnah, dan ijma’ (kesepakatan ulama).

Al-Quran

Dalam al-Quran, tidak ada ayat yang secara eksplisit menyebutkan tentang wakaf, namun ada beberapa ayat yang mengandung makna umum tentang infaq fi sabilillah (berinfak di jalan Allah), yang mencakup juga wakaf. Beberapa ayat tersebut antara lain:

  • “Hai orang-orang yang beriman! Nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usaha kamu yang baik-baik, dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu.” (Q.S. al-Baqarah [2]: 267)
  • “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna) sebelum kamu menafkahkan sebagian dari apa yang kamu cintai.” (Q.S. Ali Imran [3]: 92)
  • “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir. Pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi sesiapa yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. al-Baqarah [2]: 261)

Ayat-ayat tersebut menunjukkan bahwa Allah SWT menganjurkan umat Islam untuk berinfak dari harta yang mereka miliki untuk kepentingan agama dan kemaslahatan umum, serta memberikan janji pahala yang berlipat ganda bagi mereka. Wakaf merupakan salah satu bentuk infaq yang memiliki nilai kebajikan dan manfaat jangka panjang.

Al-Sunnah

Dalam al-Sunnah, terdapat beberapa hadis yang menjadi dasar dan dalil wakaf, di antaranya adalah hadis tentang kisah Umar bin al-Khaththab ketika memperoleh tanah di Khaibar. Setelah ia meminta petunjuk Nabi SAW tentang tanah tersebut, Nabi SAW menganjurkan untuk menahan asal tanah dan menyedekahkan hasilnya. Hadis tentang hal ini secara lengkap adalah:

“Umar memperoleh tanah di Khaibar, lalu dia bertanya kepada Nabi dengan berkata; Wahai Rasulullah, saya telah memperoleh tanah di Khaibar yang nilainya tinggi dan tidak pernah saya peroleh yang lebih tinggi nilainya dari padanya. Apa yang baginda perintahkan kepada saya untuk melakukannya? Sabda Rasulullah: “Kalau kamu mau, tahan sumbernya dan sedekahkan manfaat atau faedahnya.” Lalu Umar menyedekahkannya, ia tidak boleh dijual, diberikan, atau dijadikan wariskan. Umar menyedekahkan kepada fakir miskin, untuk keluarga, untuk memerdekakan budak, untuk orang yang berperang di jalan Allah, orang musafir dan para tamu. Bagaimanapun ia boleh digunakan dengan cara yang sesuai oleh pihak yang mengurusnya, seperti memakan atau memberi makan kawan tanpa menjadikannya sebagai sumber pendapatan.” (HR. Bukhari)

Hadis lain yang menjelaskan wakaf adalah hadis yang diceritakan oleh Imam Muslim dari Abu Hurairah. Naskah hadis tersebut adalah:

“Apabila seorang manusia itu meninggal dunia, maka terputuslah amal perbuatannya kecuali dari tiga sumber, yaitu sedekah jariah (wakaf), ilmu pengetahuan yang bisa diambil manfaatnya, dan anak soleh yang mendoakannya.”

Selain dasar dari al-Quran dan Hadis di atas, para ulama sepakat (ijma’) menerima wakaf sebagai satu amal jariah yang disyariatkan dalam Islam.

Landasan Fiqih Wakaf

Landasan fiqih wakaf adalah kaidah-kaidah fiqih yang menjadi acuan dalam menetapkan hukum-hukum wakaf. Beberapa kaidah fiqih wakaf antara lain:

  • Al-aslu fil maalil ‘ibaha wa fil ‘ibadati at-tawaquf: Asal harta adalah boleh digunakan selama tidak ada larangan syariah dan asal ibadah adalah harus ada dalil syariah.
  • Al-waqfu huwa intifa’u bil manfa’ati wa ihtijazu al-‘aini: Wakaf adalah memanfaatkan faedahnya dan menahan pokoknya.
  • Al-waqfu la yajuzu illa bi ikrarin: Wakaf tidak sah kecuali dengan ikrar.
  • Al-waqfu la yajuzu illa fi ma yabqa wa yadumu: Wakaf hanya sah dalam hal-hal yang tetap dan langgeng.
  • Al-waqfu la yajuzu illa li ahlihi: Wakaf hanya sah bagi orang-orang yang berhak menerimanya.
  • Al-waqfu la yajuzu illa li ma’rufin: Wakaf hanya sah untuk tujuan-tujuan yang baik.
  • Al-waqfu la yajuzu illa li ghairihi: Wakaf hanya sah untuk orang lain selain dirinya sendiri.
  • Al-waqfu la yajuzu illa bi qasdin: Wakaf hanya sah dengan niat.
  • Al-waqfu la yajuzu illa bi qabulin: Wakaf hanya sah dengan penerimaan nazhir.

Prinsip-Prinsip Fiqih Wakaf

Prinsip-prinsip fiqih wakaf adalah pedoman-pedoman umum dalam pengelolaan wakaf agar sesuai dengan syariah dan kemaslahatan umum. Beberapa prinsip fiqih wakaf antara lain:

  • Prinsip altruisme: Wakif harus memiliki motivasi ikhlas dalam berwakaf tanpa mengharapkan imbalan dunia atau mengikuti hawa nafsu.
  • Prinsip kepercayaan: Nazhir harus memiliki integritas tinggi dalam mengelola wakaf sesuai dengan ikrar wakif dan syariah serta bertanggung jawab kepada Allah SWT, wakif, mauquf alaih, dan pemerintah.
  • Prinsip kesejahteraan: Wakaf harus dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan sosial dan ekonomi yang dapat meningkatkan kualitas hidup umat Islam dan masyarakat luas.
  • Prinsip keberlanjutan: Wakif harus memilih harta benda wakaf yang memiliki daya tahan lama dan nilai ekonomi jangka panjang serta nazhir harus mengembangkan harta benda wakaf agar tidak mengalami kerusakan atau penurunan nilai.
  • Prinsip transparansi: Nazhir harus menyampaikan informasi-informasi penting tentang wakaf kepada pihak-pihak terkait seperti pemerintah, regulator syariah, auditor independen, serta masyarakat umum.

Baca Juga: