Menu Tutup

Pemikiran Pendidikan Islam Al-ghazali

 A. Latar belakang Al-Ghazali

Al-Ghazali bernama lengkap ialah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Ahmad Al-Ghazali. Lahir di Thus pada tahun 450 dan meninggal tahun 550 H. Ia mendapatkan julukan Hujjah Al-Islam. Julukan ini berdasarkan pada keluasan ilmu dan amalnya serta hidupnya yang penuh perjuangan dan pengobanan dalam memperhatikan ajaran agama dari berbagai serangan, baik yang datang dari luar maupun dari Islam sendiri.

Dia dikenal seorang pemikir Islam sepanjng sejarah Islam, seorang Teolog, seorang filosof, dan sufi termasyhur.  Sebutan Al-Ghazali diambil dari kata-kata

‘Ghazalah’ yaitu nama kampung kelahiran Al-Ghazali, panggilan tersebut kadangkadang diucapkan dengan ‘Al-Ghazzali’ (dua Z) istilah ini berakar kata pada ‘ghazal’ artinya tukang pemintal benang, sebab pekerjaan ayahnya adalah pemintal benang wol. Dia lahir dari keluarga yang taat beragama dan hidup sederhana.

Latar belakang pendidikannya dimulai dengan belajar Al-Qur’an pada ayahnya sendiri. Sejak kecil ia menggemari ilmu pengetahuan (ma’rifah), ia cinderung kepada pengalaman masalah yang haqiqi (essensial), meskipun dalam hal terpaksa harus berjalan menempuh kepayahan dan kesulitan, ia berkata mengenai dirinya: “kehausan untuk menggali hakikat segala perkara telah menjadi kebiasaanku semenjak aku muda belia, tabiaat dan fitrah yang diletakkan oleh Allah dalam kejadianku bukan karena ikhtiar dan usahaku” (al-Munziq min dhalal ).

Sepeninggal ayahnya, dia dan saudaranya dititipkan pada sahabat ayahnya yang mengajarinya tentang ilmu fiqh, riwayat hidup para wali, dan kehidupan spiritual mereka.

Dia belajar ilmu dasar di kota Thus, dan kemudian pindah ke Nisaphur dan dikota ini ia berguru pada ulama besar Imam al-Haramain Abi al-Ma’ali al-juwani yang saat itu ahli fiqh Syafi’iyah. Berkat ketekunan dan dan kerajinan dan kecerdasan yang tinggi, dalam waktu singkat, ia menjadi ulama’ besar dalam madzhab Syafi’i dan dalam aliran ‘Asy’ariyah. Ia termasuk seorang pemikir yang produktif dalam berkarya. Ia menyusun banyak buku, meliputi bidang fikh, ushul al-fikh, ilmu kalam, akhlak, logika, filsafat dan tasawuf.

Karya terbesarnya dalam bidang tasawuf terekam dalam kitab Ihya’ Ulum Al-din yang didalamnya menjelaskan secara rinci dan saling berhubungan dengan fikih dan akhlak. Dalam bidang tasawuf ia membawa paham ma’rifah.10 Menurutnya ma’rifah adalah mengetahui rahasia Tuhan dan mengetahui peraturan-peraturannya mengenai segala yang ada.

Dalam pandangannya juga mengandung arti memandang kepada wajah Tuhan. Namun baginya ma’rifah itu lebih dulu urutannya daripada mahabbah, karena mahabbah timbul dari ma’rifah. Menurutnya, ma’rifah dan mahabbah merupakan setinggi-tingginya tingkat yang dicapai oleh seorang sufi.

Setelah wafatnya sang guru, ia berpindah ke kota al-Askar. Di tempat ini ia bertemu dengan Wazir Nizamu al-Mulk, ia dari Sultan Malik Syah Al-Saljuki. Al Ghazali mendapat julukan fuhuhul iraq toko ulama Iraq, atas perdebatan antara beberapa ulama terkemuka dalam pertemuan ini ia memiliki keunggulan yang lebih dari yang lain .

Dari kejadian itu, Wazir mengangkatnya menjadi guru besar di Madrasah Nizamu al-Mulk di Baghdad pada tahun 484 H. Ia mengajar selama 4 tahun dan dalam masa jabatannya ia merupakan seorang yang sangat disegani, dicintai dan dihormati atas ilmu yang ia miliki. Al-Ghazali memiliki 70 karya yang meliputi berbagai ilmu pengetahuan, beberapa yang termasyhur adalah, Ihya ulum al-din buku termasyhur tentang ilmu kalam, tasawuf dan akhlak, Ayyuhal Walad tentang pemikiran para filsof Islam, dan Fatihatul Ulum yang menerangkan ilmu pengetahuan dalam konteks taqarrub kepada Alah SWT.

B. Pemikiran Al-Ghazali Tentang Pendidikan

Al-Ghazali menjadi pendidik di madrasah Nidzamiyah yang dibagun pada pemerintahan Sultan Malik Syah pada masa Daulah Bani Saljuk. Disini ia memberikan materi kepada sang murid tentanag syari’ah. Ia bukan hanya seorang imam dan tokoh agama yang sufi , melainkan seorang guru yang telah benar-benar mengarifi ajaran Rasulullah SAW sehingga telah mendarah daging pada dirinya dan akhirnya dia menemukan makna pendidikan yaitu proses menghilangkan akhlak yang buruk dan menanamkan akhlak yang baik.

C.Pengertian Dan Tujuan Pendidikan Menurut Al-Ghazali

Pendidikan merupakan suatu proses dimana suatu bangsa mempersiapkan generasi mudanya untuk menjalankan kehidupan dan untuk memenuhi tujuan hidup secara efektif dan efisien. Pengertian pendidikan menurut Al-Ghazali adalah menghilagkan akhlak yang buruk dan menanamkan akhlak yang baik. Dari hal tersebut berarti ia menitikberatkan pada  perilaku manusia yang sesuai dengan ajaran agama Islam.

Menurut Al- Ghazali secara pedagogik mamandang Ilmu dan pendidikan secara komperehensif, karena beliau telah memasukkan seluruh kajian keilmuan dalam pemahamannya serta asal usul dan sumbernya dari Allah Swt (kebenaran Transedent) dan ada ilmu yang bersumber dari Manusia (bisa berwujud kebenaran/pengalaman pengalaman inderawi/sensual, akal dan etik), kemudian pengalaman dan kebenaran ini di kembangkan secara terpisah, pada hal yang dikembangkan oleh Al-Ghazali adalah sebuah upaya sintetik antara potensi Insaniyah dan Ilahiyah secara keutuhan. Maka Al-

Ghazali membagi ilmu pengetahuan kepada beberapa bagian diantaranya yaitu:

  1. Ilmu- ilmu pengetahuan yang wajib dipelajari oleh setiap orang Islam (wajib „ain) yang terdiri dari dari ilmu-ilmu agama dan jenis-jenisnya yang diawali dengan kitab-kitab suci Allah dan Sunnah rasul, dasar-dasar. Pengetahuan agama , ibadat dan sebagainya.
  2. Ilmu Pengetahuan yang bersifat fardhu kifayah yaitu ilmu pengetahuan yang menjadi pendukung hidup didunia seperti kodokteran, ilmu hitung, dan sebahagian ilmu tehnik, kemudian beliau membagi lagi ilmu-ilmu menurut kekhususannya menjadi ilmu-ilmu syariah dan ilmu-ilmu yang bukan syariah yang terdiri dari ilm-ilmu terpuji, ilmu yang bole dipelajari dan yang tercela.

Sedangkan tujuan pendidkan yang diinginkan oleh Al-Ghazali adalah taqarrub kepada Allah SWT dan kesempurnaan manusia untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Menurutnya juga, tujuan pendidikan adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, bukan untuk mencari kedudukan yang menghasilkan uang. Karena jika tujuan pendidikan diarahkan bukan pada mendekatkan diri pada Allah SWT, akan dapat menimbulkan kedengkian, kebencian dan permusuhan.

D. Kurikulum Menurut Al-Ghazali

Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar. Al-Ghazali tidak mengutarakan secara jelas, akan tetapi ia membagi kurikulum dalam dua peringkat yaitu peringkat dasar dan peringkat menengah dan tinggi.

  1. Peringkat dasar

Kurikulum peringkat dasar ini meletakkan pengajian al-Qur’an sebagai azasnya. Mengaari semua hal mulai dari awal, yagn belum diketahu, seperti

  • Belajar mengenal huruf
  • Belajar membaca Al-Qur’an
  • Menulis beberapa ayat
  • Mempelajari hadist

Tujuan dari kurikulum ini untuk melahirkan rasa cinta terhadap kemuliaan di dalam pikiran anak-anak. Kurikulum ini menekankan pada kemampua dan ketrampilan menulis dan membaca.

  1. Peringkat menengah dan tinggi

Dalam peringkat ini lebih menekankan pada pencapaian suatu mata pelajaran tertentu secara tuntas, bukan kelulusannya.da dalam peringkat ini memiliki dua kategori pelajaran yaitu pelajaran wajib dan pelajaran pilihan.

Al-Ghazali membagi ilmu pengetahuan kepada yang terlarang dan yang wajib dipelajari oleh anak didik menjadi tiga kelompok, yaitu :

  1. Ilmu yang tercela, banyak atau sedikit, ilmu ini tidak bermanfaat bagi manusia di dunia maupun di akhirat, misalnya ilmu sihir, ilmu nujum, dan ilmu perdukunan.
  2. Ilmu yang terpuji, banyak atau sedikit. Misalnya ilmu tauhid dan ilmu agama, karena ilmu ini dapat membawa seseorang kepada jiwa yang suci bersih dari kerendahan dan keburukan serta dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT.
  3. Ilmu yang terpuji pada taraf tertentu, yang tidak boleh diperdalam, karena ilmu ini dapat membawa kepada kegoncangan iman dan ilhad (meniadakan Tuhan), misalnya ilmu filsafat.

E. Proses Belajar Mengajar

Menurt Al-Ghazali proses belajar mengajar itu datangnya dari Allah. Yaitu Allah mengajarkan nabi Muhammad melalui jibril, dengan kata lain yaitu Allah guru pertama, jibril guru kedua, dan Nabi Muhammad adalah guru ketiga, dapat disebut juga bahwa dunia ini merupakan suatu institusi pendidikan yang terbesar.

F. Metode Mengajar

Ia belum pernah menjelaskan secara umum, kecuali tentang agama. Ia pernah menulis metode khusus pendidikan agama untuk anak-anak yang dilengkapi dengan keutamaan. Adapun dasar-dasar metode yang disarankan:

  • Adanya hubungan kasih sayang
  • Adanya keteladanan guru
  • Memahami karakteristik murid
  • Memiliki keluasan imu dan pandangan
  • Belajar tahap demi setahap
  • Memperhatikan perbedaan intelektual murid
  • Pemantapan pemahaman
  • Pemanfaatan kepribadian murid

Untuk ini ia telah mencontohkan semua metode keteladanan bagi mental anakanak, pembinaan budi pekerti dan penanaman sifat-sifat keutamaan pada diri mereka.

DAFTAR PUTAKA

Supiana, dkk. Materi Pendidikan Agama Islam. 2012

Al-taftazani, Abu Al-Wafa Al Ghanimi,sufi dari Zaman ke Zaman,Bandung,Pustaka,1985

 

Baca Juga: