Menu Tutup

Pendidikan Seks Usia Dini dalam Islam

Daftar Isi:

[otw_shortcode_dropcap label=”S” size=”large” border_color_class=”otw-no-border-color”][/otw_shortcode_dropcap]eksualitas tumbuh dan berkembang dengan pesat di saat seseorang memasuki usia remaja. Seksualitas merupakan gejala yang normal pada setiap remaja yang sehat fisik dan jiwanya.

Karena itu, di antara prinsip pendidikan kepribadian dalam Islam mengajarkan bahwa seorang anak harus dididik dan diperlakukan sesuai dengan jenis kelaminnya (sex identity).

Penyimpangan kepribadian yang terjadi pada usia dewasa adalah terutama disebabkan kesalahan pendidikan di masa anak-anak.

Kesalahan itu tidak terkoreksi dalam tahap perkembangan akhir pada masa remaja. Dalam Islam, penyimpangan kepribadian dalam kaitannya dengan penyimpangan identitas seksual merupakan suatu hal yang sangat fatal.

Rasulullah saw. bersabda:

“Rasulullah saw. mengutuk perempuan-perempuan yang bertingkah laku menyerupai laki-laki, dan laki-laki yang bertingkah laku menyerupai perempuan.” (HR Ahmad, Abu Daud, Turmudzi, dan Ibnu Majah)

Dalam riwayat lain sebagaimana termaktub dalam kitab Az-Zawâ’id oleh Ibnu Hajar Al-Haitamy:

“Sesungguhnya Rasulullah saw. murka atas empat golongan manusia: laki-laki yang berlaku seperti perempuan, perempuan yang berlaku seperti laki-laki.”

Islam mengajarkan metode pendidikan seks yang sempurna untuk orang-orang yang beriman.

Pendidikan seks yang digariskan dalam Islam antara lain bertujuan untuk mempertahankan dan mengembangkan fitrah, kehormatan dan martabat manusia sebagai makhluk yang berkedudukan mulia.

Abdullah Yusuf Ali dalam tafsir The Holly Qur’an menuturkan, seorang muslim harus menjaga diri dari setiap macam perlakuan seks yang tercela atau perbuatan kelamin yang menyimpang.

Pada bagian ini dijelaskan secara singkat metode Islam mempersiapkan anak menghadapi masa remaja dan bimbingan praktis dalam melewati masa remaja dengan baik. Islam menekankan pentingnya keimanan dalam pendidikan seks.

Pendidikan seks tanpa pendekatan keimanan tidak akan ada artinya.

Pendidikan seks adalah bagian dari pendidikan akhlak. Pendidikan akhlak tentang seksualitas bertujuan untuk menjaga supaya tidak terjadi pelanggaran seksual atau penyimpangan seksual yang sangat berbahaya dan merugikan.

Pendidikan seks dan etika seks menurut Islam termasuk di dalamnya pemahaman tentang kesehatan reproduksi remaja dimulai dari pengertian aurat.

Aurat ialah bagian tubuh manusia yang wajib ditutupi, tidak boleh diperhatikan dan tidak boleh dilihat orang lain.

Aurat secara anatomis adalah bagian dari tubuh yang dapat membangkitkan nafsu seks lawan jenis atau sejenis yang mengalami kelainan.

Pada laki-laki, aurat ialah bagian yang terletak antara pusat dan lutut, termasuk penis sebagai pusatnya. Pada perempuan, seluruh tubuh selain muka dan tangan, dengan pusatnya faraj (vagina).

Esensi pendidikan seks menurut Islam ialah akhlak seksual yaitu akhlak yang mengatur kehidupan seksual manusia sejak lahir, anak-anak, remaja, orang dewasa, orang tua, antara yang sejenis maupun lawan jenis dalam berpakaian, tingkah laku serta pergaulan sesuai dengan syariah yang diajarkan dalam Islam.

Agar anak-anak dapat tumbuh dewasa dengan perkembangan psikologi yang baik, serta persepsi dan pengetahuan yang baik tentang seksualitas, maka dalam Islam ada dua ibadah utama yang memberikan bimbingan ke arah itu. Ibadah tersebut adalah shalat dan puasa.

Shalat

Perintah melakukan shalat sejak anak berumur 7 tahun memberi dampak positif untuk menumbuhkan keyakinan bahwa Allah selalu mengawasi manusia. Hal ini dengan sendirinya mencegah manusia dari berbuat kejelekan dan kejahatan.

Dalam Islam, anak-anak sejak berumur 7 tahun telah dipersiapkan dengan pendidikan shalat untuk menghadapi masa remaja yang penuh gejolak.

Allah SWT. berfirman:

“Dan dirikanlah shalat, karena sesungguhnya shalat itu menghalangi berbuat kejelekan dan kejahatan. (QS Al Ankabut: 45)

dan Dia (Allah) beserta kamu di manapun kamu berada: dan melihat apa yang kamu perbuat.” (QS Al Hadid: 4)

Rasulullah saw. bersabda:

“Suruhlah anak-anakmu shalat ketika mereka telah berumur tujuh tahun, dan pukullah (sebagai hukuman mendidik) bila mereka enggan mengerjakan shalat sewaktu mereka telah berumur sepuluh tahun, dan pisahkanlah mereka (anak laki-laki dari anak peremuan) pada tempat tidurnya.”

Puasa

“Wahai pemuda, siapa di antara kamu yang telah sanggup kawin, maka kawinlahm karena kawin itu lebih merendahkan pandangan dan memelihara kehormatan. Barangsiapa yang belum sanggup kawin, berpuasalah, karena berpuasa itu mengurangi nafsu syahwat.” (HR Syaikhan)

Bila shalat dan puasa dibiasakan pada anak-anak, bukan hanya kedua ibadah tersebut akan ringan dilakuakan anak-anak, tetapi juga pendidikan pengendalian diri akan tertanam sedini mungkin, sehingga anak-anak dapat membedakan antara perbuatan yang baik dan buruk. []

Referensi:

Cholil Nafis, “Fikih Keluarga Menuju Keluarga Sakinah, Mawaddah, Wa Rahmah Keluarga Sehat, Sejahtera, dan Berkualitas”, hlm 274.

Baca Juga: