Menu Tutup

Pengertian Nikah, Hukum Pernikahan, Meminang atau Khitbah dan Melihat Calon Istri atau Suami

Pengertian Nikah

Kata  Nikah  (حðن) atau  pernikahan  sudah  menjadi  kosa  kata  dalam  bahasa Indonesia, sebagai padanan kata perkawinan (زواج). Nikah artinya suatu akad yang menghalalkan pergaulan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang bukan mahramnya hingga menimbulkan hak dan kewajiban diantara keduanya, dengan menggunakan lafadz inkah atau tazwij atau terjemahannya.

Dalam pengertian yang luas, pernikahan merupakan ikatan lahir dan batin yang dilaksanakan menurut syariat Islam antara seorang laki-laki dan seorang perempuan, untuk hidup bersama dalam satu rumah tangga guna mendapatkan keturunan.

Hukum Pernikahan

Pernikahan merupakan perkara yang diperintahkan syari’at Islam, demi terwujudnya kebahagiaan dunia akhirat. Allah berfirman dalam surat an-Nisa’ ayat 3:

“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” (QS. An Nisa: 3)

Rasulullah bersabda :

Artinya:“Dari Anas bin Malik ra. bahwasanya Nabi SAW memunji Allah dan menyanjungnya, beliau bersabda : “Akan tetapi aku shalat, aku tidur, aku berpuasa, aku makan, dan aku mengawini perampuan, barang siapa yang tidak suka perbuatanku, maka bukanlah dia dari golonganku (HR. al-Bukhari Muslim)

 Jumhur ulama menetapkan hukum menikah menjadi lima yaitu :

  1. Mubah

Hukum asal pernikahan adalah mubah. Hukum ini berlaku bagi seseorang yang tidak terdesak oleh alasan-alasan yang mewajibkan nikah atau mengharamkannya.

  1. Sunnah

Hukum ini berlaku bagi seseorang yang memiliki bekal untuk hidup berkeluarga, mampu secara jasmani dan rohani untuk menyongsong kehidupan berumah tangga dan dirinya tidak khawatir terjerumus dalam praktik perzinaan atau muqaddimahnya (hubungan lawan jenis dalam bentuk apapun yang tidak sampai pada praktik perzinaan).

Sabda Rasulullah :

“Hai kaum pemuda, apabila diantara kamu kuasa untuk kawin, maka kawinlah, Sebab kawin itu lebih kuasa untuk menjaga mata dan kemaluan, dan barangsiapa tidak kuasa hendaklah ia berpuasa, sebab puasa itu jadi penjaga baginya (HR. Al- Bukhari dan muslim)

  1. Wajib

Hukum ini berlaku bagi siapapun yang telah mencapai kedewasaan jasmani dan rohani, memiliki bekal untuk menafkahi istri, dan khawatir dirinya akan terjerumus dalam pebuatan keji zina jika hasrat kuatnya untuk menikah tak diwujudkan.

  1. Makruh

Hukum ini berlaku bagi seseorang yang belum mempunyai bekal untuk menafkahi keluarganya, walaupun dirinya telah siap secara fisik untuk menyongsong kehidupan berumah tangga, dan ia tidak khawatir terjerumus dalam praktik perzinaan hingga datang waktu yang paling tepat untuknya. Untuk seseorang yang mana nikah menjadi makruh untuknya, disarankan memperbanyak puasa guna meredam gejolak syahwatnya. Kala dirinya telah memiliki bekal untuk menafkahi keluarga, ia diperintahkan untuk bersegera menikah.

  1. Haram

Hukum ini berlaku bagi seseorang yang menikah dengan tujuan menyakiti istrinya, mempermainkannya serta memeras hartanya.

PERSIAPAN PELAKSANAAN PERNIKAHAN

Meminang atau Khitbah

Khitbah artinya pinangan, yaitu permintaan seorang laki-laki kepada seorang perempuan untuk dijadikan istri dengan cara-cara umum yang sudah berlaku di masyarakat. Terkait dengan permasalahan khitbah Allah Swt. berfirman:

“Dan tak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran yang baik atau harus menyembunyikan keinginan mengawini mereka dalam hatimu … (QS. Al-Baqarah : 235).

  • Cara mengajukan pinangan
    • Pinangan kepada gadis atau janda yang sudah habis masa iddahnya dinyatakan secara terang-terangan.
    • Pinangan kepada janda yang masih berada dalam masa iddah thalaq bain atau ditinggal mati suami tidak boleh dinyatakan secara terang-terangan. Pinangan kepada mereka hanya boleh dilakukan secara sindiran. Hal ini sebagaimana Allah terangkan dalam surat al-Baqarah ayat 235
  • Perempuan yang boleh dipinang

Perempuan-perempuan yang boleh dipinang ada tiga, yaitu :

    • Perempuan yang bukan berstatus sebagai istri
    • Perempuan yang tidak dalam masa ’iddah.
    • Perempuan yang belum dipinang orang

Rasulullah Saw. bersabda:

Artinya: “Janganlah salah seorang diantara kamu meminang atas pinangan saudaranya, kecuali peminang sebelumnya meninggalkan pinangan itu atau memberikan ijin kepadanya” (HR.Bukhari dan Muslim)

Tiga kelompok wanita di atas boleh dipinang, baik secara terang-terangan atau sindiran.

Melihat Calon Istri atau Suami

Melihat perempuan yang akan dinikahi disunnahkan oleh agama. Karena meminang calon istri merupakan pendahuluan pernikahan. Sedangkan melihatnya adalah gambaran awal untuk mengetahui penampilan dan kecantikannya, hingga pada akhirnya terwujud keluarga yang bahagia.

Beberapa pendapat tentang batas kebolehan melihat seorang perempuan yang akan dipinang yaitu:

  1. Jumhur ulama berpendapat boleh melihat wajah dan kedua telapak tangan, karena dengan demikian akan dapat diketahui kehalusan tubuhnya
  2. Imam Abu Hanifah membolehkan melihat dua telapak kaki, muka dan telapak tangan
  3. menurut Imam Ahmad –rahimahullah-: Dibolehkan melihat wajah dan kedua tangannya. Dibolehkan melihat apa yang biasanya nampak, seperti: leher, kedua betis dan yang serupa. Pendapat tersebut dinukil oleh Ibnu Qudamah dalam al Mughni (7/454), dan Imam Ibnul Qayyim al Jauziyah dalam Tahdzib Sunan (3/25-26), dan al Hafidz Ibnu Hajar dalam Fathul Baari (11/78

Terdapat sebuah riwayat bahwa Mughirah bin Syu’ban telah meminang seorang perempuan, kemudian Rasulullah bertanya kepadanya, apakah engkau telah melihatnya? Mughirah berkata “Belum” Rasulullah bersabda:

Artinya: “Amat-amatilah perempuan itu, karena hal itu akan lebih membawa kepada kedamaian dan kemesrasaan kamu berdua” (H.R. Turmużi)