Anak di luar nikah adalah anak yang lahir dari hubungan seksual yang tidak sah menurut hukum agama maupun hukum negara. Anak di luar nikah dapat terjadi karena berbagai faktor, seperti pergaulan bebas, perselingkuhan, perkosaan, atau pernikahan yang tidak sah. Anak di luar nikah seringkali mengalami diskriminasi dan stigma sosial dari masyarakat. Selain itu, anak di luar nikah juga menghadapi masalah hukum terkait dengan status kekerabatan, wali nikah, dan hak kewarisan.
Status Kekerabatan Anak di Luar Nikah
Menurut hukum Islam, anak di luar nikah tidak dinasabkan kepada ayah biologisnya, melainkan hanya kepada ibu dan keluarga ibunya. Hal ini didasarkan pada hadis Nabi Muhammad SAW yang berbunyi:
“Anak itu milik tempat tidur (suami), sedangkan pezina mendapat batu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini menunjukkan bahwa anak yang lahir dari hubungan zina tidak memiliki hubungan kekerabatan dengan ayahnya, sehingga tidak berhak atas nama, nafkah, atau warisan darinya. Anak ini hanya memiliki hubungan kekerabatan dengan ibunya dan keluarga ibunya.
Menurut hukum negara Indonesia, status kekerabatan anak di luar nikah mengalami perubahan seiring dengan perkembangan zaman. Sebelumnya, berdasarkan Pasal 43 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan), anak di luar nikah hanya memiliki hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibunya. Namun, setelah adanya Putusan Mahkamah Konstitusi No. 46/PUU-VIII/2010, Pasal 43 UU Perkawinan mengalami perubahan menjadi:
“Anak di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan ayahnya dan keluarga ayahnya selama dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum bahwa laki-laki tersebut adalah ayah dari anak di luar perkawinan tersebut.”
Perubahan ini bertujuan untuk memberikan perlindungan hukum kepada anak di luar nikah agar dapat mendapatkan hak-haknya sebagai anak dari ayah biologisnya, seperti nama, nafkah, atau warisan. Namun, untuk dapat membuktikan hubungan kekerabatan tersebut, diperlukan alat bukti yang kuat dan sah, seperti tes DNA atau pengakuan dari ayahnya.
Wali Nikah Anak di Luar Nikah
Wali nikah adalah orang yang memiliki kewenangan untuk memberikan persetujuan atas pernikahan seseorang. Menurut hukum Islam, wali nikah bagi seorang wanita adalah ayah kandungnya atau kerabat laki-laki lainnya yang masih bersambung nasab dengannya. Namun, bagaimana dengan wali nikah bagi seorang wanita yang lahir dari hubungan zina?
Menurut hukum Islam, wanita yang lahir dari hubungan zina tidak memiliki wali nasab dari pihak ayahnya, karena ia tidak dianggap sebagai anaknya. Oleh karena itu, wali nikah bagi wanita ini adalah wali hakim atau penguasa atau wakilnya. Hal ini didasarkan pada hadis Nabi Muhammad SAW yang berbunyi:
“Tidak ada nikah tanpa wali.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi)
“Barangsiapa yang menikahkan dirinya sendiri tanpa izin wali maka nikahnya batal.” (HR. Ahmad)
Hadis-hadis ini menunjukkan bahwa nikah tanpa wali adalah tidak sah. Oleh karena itu, wanita yang lahir dari hubungan zina membutuhkan wali hakim atau penguasa atau wakilnya untuk menikah. Wali hakim atau penguasa atau wakilnya bertindak sebagai pengganti wali nasab yang tidak ada.
Hak Kewarisan Anak di Luar Nikah
Hak kewarisan adalah hak untuk menerima sebagian atau seluruh harta peninggalan seseorang yang meninggal dunia. Menurut hukum Islam, hak kewarisan ditentukan berdasarkan hubungan kekerabatan, pernikahan, dan wasiat. Namun, bagaimana dengan hak kewarisan bagi anak di luar nikah?
Menurut hukum Islam, anak di luar nikah tidak berhak mewarisi dari ayah biologisnya, karena ia tidak dinasabkan kepadanya. Anak ini hanya berhak mewarisi dari ibu dan keluarga ibunya. Hal ini didasarkan pada firman Allah SWT dalam surat Al-Ahzab ayat 5:
“Serulah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; itulah yang lebih adil di sisi Allah. Jika kamu tidak mengetahui bapak mereka, maka (serulah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu. Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Ayat ini menunjukkan bahwa anak yang tidak diketahui bapaknya atau tidak dinasabkan kepadanya tidak memiliki hubungan waris dengan bapaknya. Oleh karena itu, anak ini hanya memiliki hubungan waris dengan ibunya dan keluarga ibunya.
Menurut hukum negara Indonesia, hak kewarisan anak di luar nikah mengikuti status kekerabatannya. Jika anak di luar nikah dapat membuktikan hubungan kekerabatannya dengan ayah biologisnya berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum, maka anak ini berhak mewarisi dari ayah dan keluarga ayahnya. Namun, jika anak di luar nikah tidak dapat membuktikan hubungan kekerabatannya dengan ayah biologisnya, maka anak ini hanya berhak mewarisi dari ibu dan keluarga ibunya.
Kesimpulan
Anak di luar nikah adalah anak yang lahir dari hubungan seksual yang tidak sah menurut hukum agama maupun hukum negara. Anak di luar nikah menghadapi masalah hukum terkait dengan status kekerabatan, wali nikah, dan hak kewarisan.
Menurut hukum Islam, anak di luar nikah tidak dinasabkan kepada ayah biologisnya, melainkan hanya kepada ibu dan keluarga ibunya. Anak ini tidak memiliki wali nasab dari pihak ayahnya, sehingga wali nikahnya adalah wali hakim atau penguasa atau wakilnya. Anak ini juga tidak berhak mewarisi dari ayah biologisnya, melainkan hanya dari ibu dan keluarga ibunya.
Menurut hukum negara Indonesia, status kekerabatan anak di luar nikah dapat berubah jika dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum bahwa laki-laki tersebut adalah ayah dari anak di luar nikah tersebut. Jika demikian, anak ini berhak mendapatkan nama, nafkah, dan warisan dari ayah dan keluarga ayahnya. Namun, jika tidak dapat dibuktikan, maka anak ini hanya memiliki hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibunya.