Kerajaan Demak, sebagai kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa, mencapai puncak kejayaannya pada abad ke-16. Namun, kejayaan tersebut tidak bertahan lama. Kerajaan ini mengalami keruntuhan yang disebabkan oleh beberapa faktor utama.
1. Perebutan Kekuasaan Internal
Setelah wafatnya Sultan Trenggana pada tahun 1546, Kerajaan Demak mengalami kekosongan kepemimpinan yang memicu konflik internal. Putra Sultan Trenggana, Sunan Prawoto, naik takhta, namun kepemimpinannya ditentang oleh sepupunya, Arya Penangsang. Perselisihan ini berujung pada serangkaian pembunuhan antar anggota keluarga kerajaan, yang melemahkan stabilitas dan kekuatan Demak.
2. Lemahnya Kepemimpinan
Sunan Prawoto, yang menggantikan Sultan Trenggana, lebih fokus pada kegiatan keagamaan daripada pemerintahan. Akibatnya, banyak wilayah di bawah kekuasaan Demak mulai melepaskan diri, yang berdampak pada melemahnya otoritas pusat dan menurunnya pengaruh kerajaan.
3. Intervensi Eksternal
Konflik internal di Demak dimanfaatkan oleh kekuatan eksternal. Jaka Tingkir, menantu Sultan Trenggana dan penguasa Pajang, berhasil mengalahkan Arya Penangsang. Setelah kemenangan tersebut, Jaka Tingkir memindahkan pusat kekuasaan ke Pajang, yang menandai berakhirnya dominasi Kerajaan Demak.
4. Perubahan Pusat Kekuasaan
Setelah Jaka Tingkir mendirikan Kerajaan Pajang, Demak kehilangan statusnya sebagai pusat kekuasaan. Perpindahan ini menyebabkan Demak menjadi wilayah bawahan, yang mengakhiri perannya sebagai kerajaan independen dan pusat penyebaran Islam di Jawa.
Keruntuhan Kerajaan Demak disebabkan oleh kombinasi konflik internal, kepemimpinan yang lemah, intervensi eksternal, dan pergeseran pusat kekuasaan. Faktor-faktor ini secara bersama-sama mengakhiri kejayaan Demak sebagai kerajaan Islam terkemuka di Jawa.